Hot Borneo

Harga TBS di Kalteng Masih Rendah, Ini Penyebabnya

apahabar.com, PALANGKA RAYA – Meski larangan ekspor CPO sudah dicabut, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani…

Featured-Image
Aksi protes petani membakar TBS akibat penurunan harga di depan Kantor Apkasindo Kalimantan Tengah. Foto: Istimewa

bakabar.com, PALANGKA RAYA – Meski larangan ekspor CPO sudah dicabut, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani di Kalimantan Tengah masih rendah. Ternyata berikut faktor yang menjadi penyebab.

Tercatat seusai pencabutan larangan ekspor, harga TBS masih di bawah Rp2.000 per kilogram. Di sisi lain, harga pupuk mencapai 300 persen.

Situasi itu tak urung membuat petani sawit gusar. Sebagai bentuk kekecewaan, sejumlah petani di Kalteng membakar TBS di depan Kantor Apkasindo di Jalan G Obos Palangka Raya, Selasa (14/6).

“Memang harga TBS untuk periode Mei 2022 masih rendah untuk setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit,” papar Plt Kepala Dinas Perkebunan Kalteng, Rizky Badjuri, Kamis (16/6).

“Namun demikian, kami tetap berupaya agar harga bisa naik sampai seoptimal mungkin sesuai Pergub Kalteng No.64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS,” imbuhnya.

Sementara dalam rapat Tim Penetapan Harga TBS Kalteng untuk periode Juni 2022, belum terlihat perbedaan yang signifikan dibanding Mei 2022.

Malah terjadi penurunan sekitar Rp95,94 sampai Rp155,36 per kilogram, tergantung hasil panen dari umur pohon.

Untuk umur 3 tahun seharga Rp1.485,63. Kemudian umur 4 tahun dihargai Rp1.622,18. Umur 5 tahun seharga Rp1.752,81 dan umur 6 tahun diharga Rp1.803,84.

Selanjutnya umur 7 tahun seharga Rp1.839,74; umur 8 tahun Rp1.921,44; umur 9 tahun Rp1.972,23; dan umur 10 sampai 20 tahun dibanderol Rp2.031,81.

Sementara CPO tertimbang mengalami penurunan menjadi Rp9.241,9 per kilogram. Sedangkan harga kernel (inti sawit) tertimbang senilai Rp6.448,13 dengan indeks K sebesar 86,18 persen.

“Harga TBS yang mahal beberapa bulan sebelumnya, ikut menyebabkan suplai TBS meningkat,” jelas Evangelis, Kabid Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Kalteng.

“Namun peningkatan suplai tersebut pula yang menyebabkan penurunan harga,” imbuhnya.

Pemicu lain adalah ekspor CPO yang belum lancar, serta beban lain seperti Pungutan Ekspor (PE), Bea Keluar (BK), dan Domestic Price Obligation (DPO), serta kegagalan tender CPO di KPBN.



Komentar
Banner
Banner