bakabar.com, JAKARTA –Sentimen investor semakin pesimistis terhadap saham komoditas batu bara dalam negeri. Hal itu telihat dari harga mayoritas saham emiten batu bara yang terpantau terus terperosok seiring lesunya harga batu bara acuan dunia.
Indeks saham energi terpantau mengalami penurunan hingga 8,48 persen sejak awal tahun. Penurunan tersebut menjadi indeks dengan penurunan terbesar kedua di Bursa Efek Indonesia (BEI) setelah papan pengembangan.
Mirae Asset Sekuritas mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sentimen investor terhadap anjloknya emiten batu bara. Pertama, faktor terkait kekhawatiran atas kemungkinan resesi global sehingga mempengaruhi permintaan batu bara di dunia.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta kepada bakabar.com, pada Selasa (4/4) menjelaskan peluang resesi global yang dialami beberapa negara semakin menguat dari hari ke hari. Resesi global akan berdampak terhadap penurunan permintaan sektor energi, di antaranya komoditas batu bara.
Baca Juga: Catat! Jalan Rusak Akibat Truk Batu Bara Jadi Tanggung Jawab Perusahaan
Hal tersebut yang kemudian membuat investor secara perlahan menarik dananya, karena khawatir penurunan permintaan secara global ikut berdampak pada kinerja emiten.
Kedua, berkaitan dengan efek dari disrupsi rantai pasok. Penurunan permintaan dipastikan berdampak pada distribusi yang dilakukan oleh emiten batu bara. Hal itu kemungkinan besar terjadi akibat adanya penurunan jumlah produksi.
Ketika pemintaan menurun, emiten batu bara akan melakukan langkah efisiensi bisnis. Tujuannya untuk membuat perusahaan tetap beroperasi di tengah penurunan kinerja dan ketidakpastian.
“Ketiga, berkaitan dengan perlambatan pertumbuhan atas permintaan batu bara dari negara berkembang,” jelasnya.
Baca Juga: Pensiun Dini PLTU Batu Bara, Menkeu: Transisi ke Energi Bersih
Terlihat negara-negara bekembang memiliki probabilitas terkena resesi cukup kecil, namun memiliki ketergantungan pada China sangat besar. Hal itu memberi dampak nyata terhadap pemintaan dari komoditas batu bara.
Ketergantungan atas permintaan China, bisa jadi berdampak buruk ketika ekonomi negara tirai bambu itu bergejolak. Akibatnya negara-negara yang tadinya berdampak kecil terhadap krisis ekonomi, secara perlahan ikut mengalami resesi.
“Jadi kesimpulannya adalah penurunan permintaan dari Tiongkok sehubungan dengan penerapan zero covid policy tersebut,” pungkasnya.