bakabar.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka cenderung stagnan pada perdagangan hari ini, Jumat (16/4/2021).
Namun dalam empat hari terakhir harga si emas hitam cenderung naik. Sebenarnya saat ini harga minyak sedang mendapat sentimen positif dari China.
Melansir CNBC Indonesia, harga kontrak Brent kini berada di US$ 66,94/barel. Sementara itu harga kontrak Wes Texas Intermediate (WTI) berada di US$ 63,39/barel. Sepanjang pekan ini harga minyak sudah naik lebih dari 6%.
Hasil polling Reuters menunjukkan produk domestik bruto (PDB) China diprediksi melesat 19% (yoy) di kuartal I-2021. Pertumbuhan yang terbilang tinggi, tetapi juga karena low base effect, sebab pada kuartal I-2020 PDB China mengalami kontraksi (tumbuh negatif) sebesar 6,8%.
Tidak hanya di kuartal I, perekonomian China juga diprediksi akan semakin membaik sepanjang tahun ini.
Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) merilis World Economic Outlook edisi April merilis proyeksi terbaru pertumbuhan ekonomi. Dalam laporan tersebut, IMF memberikan proyeksi yang optimistis terhadap perekonomian global.
Dalam laporan tersebut, IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global di tahun ini menjadi 6%, dibandingkan dengan proyeksi yang diberikan bulan Januari lalu yang sebesar 5,5%. Sementara itu PDB China diprediksi tumbuh 8,4% sepanjang tahun ini, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 8,1%.
Geliat ekonomi China menjadi kabar baik untuk pasar minyak mengingat Negeri Panda merupakan perekonomian terbesar kedua di dunia dan sekaligus sebagai importir minyak terbesar di dunia. Ada prospek pemulihan yang cerah yang berpeluang mendorong harga si emas hitam bergerak lebih tinggi.
Melansir Reuters, aktivitas kilang minyak di China mengalami kenaikan. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi permintaan terhadap bahan bakar yang juga menguat.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional, China telah memproses 59,79 juta ton minyak mentah bulan lalu. Angka itu setara dengan 14,08 juta barel per hari (bph).
Pertumbuhan tahunan yang kuat sebagian disebabkan oleh fenomena low based effect setahun sebelumnya ketika permintaan bahan bakar China terpukul parah oleh wabah virus corona yang memaksa kilang untuk memangkas produksi.
“Pertumbuhan yang kuat berada dalam ekspektasi kami. Pemulihan konsumsi bahan bakar motor dan pertumbuhan kuat dalam permintaan petrokimia berkontribusi pada produksi kilang,” kata Seng Yick Tee, direktur senior di konsultan SIA Energy yang berbasis di Beijing kepada Reuters.
Penguatan harga minyak mentah juga didukung dengan reli pasar saham dan pelemahan dolar AS belakangan ini. Wall Street cenderung cetak rekor all time high beberapa hari terakhir.
Namun di sisi lain pelaku pasar juga mengantisipasi rencana kenaikan produksi secara bertahap sebanyak 2 juta bph oleh para kartel yang tergabung dalam OPEC+ untuk tiga bulan ke depan.