News

Hanya Angin Segar Sementara, Ekonom Pesimis BLT Atasi Kekacauan Harga Minyak Goreng

apahabar.com, JAKARTA – Sekalipun menjadi angin segar, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat miskin…

Featured-Image
Pemerintah akan membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 2,5 juta PKL yang berjualan gorengan. Foto: Jatim Now

bakabar.com, JAKARTA – Sekalipun menjadi angin segar, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng untuk masyarakat miskin dinilai kurang efektif mengatasi kecakauan stok dan harga.

Presiden Jokowi baru saja memastikan pemberian BLT minyak goreng untuk 20,5 juta keluarga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan PKH, serta 2,5 juta PKL yang berjualan gorengan.

Besaran BLT tersebut mencapai Rp100 ribu per bulan, tetapi akan diberikan sekaligus Rp300 ribu sejak April 2022.

Sekilas kebijakan tersebut diyakini dapat mengurangi beban masyarakat ekonomi ke bawah. Namun Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, pesimis BLT dapat mengatasi masalah.

“Ibarat minum obat parasetamol, BLT cuma menurunkan demam. Sebaliknya penyebab utama kenaikan harga minyak goreng masih tanpa solusi,” papar Bhima Yudhistira seperti dilansir CNN, Minggu (3/4).

“Pemerintah harus menyelesaikan masalah tata kelola minyak goreng kemasan dan curah terlebih dulu. Kalau pemberian BLT dilakukan tanpa menangkap spekulan yang mengakibatkan kelangkaan, berarti percuma saja,” tegasnya.

Di sisi lain, akurasi data penerima BLT masih meragukan. kecuali penerima PKH, penyusunan data PKL yang berjualan gorengan berpotensi tidak akurat.

“Untuk pedagang gorengan, pendataan ini penting sekali karena dikhawatirkan terjadi duplikasi data penerima. Imbasnya bantuan pun tidak tepat sasaran,” beber Bhima.

“Masalah lain yang menyangkut PKL adalah sebagian besar mereka belum memiliki izin usaha terdaftar di pemerintah. Hal tersebut dapat menyulitkan pendataan,” sambungnya.

Moral Hazard

Sementara peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, menyebut BLT bisa memperlambat penurunan harga minyak goreng.

“Kebijakan BLT minyak goreng itu baik, karena menyasar masyarakat rentan, baik keluarga miskin maupun pedagang kaki lima,” papar Rusli Abdullah seperti dilansir Kompas.

Dengan konsumsi minyak goreng rumah tangga sekitar 0,94 liter per kapita per bulan, BLT Rp100 ribu bisa digunakan untuk membeli minyak goreng curah maupun kemasan sebanyak 3 hingga 4 liter per bulan.

“Namun kebijakan itu mengabaikan penduduk rentan miskin yang tidak masuk daftar penerima manfaat, serta bisa memperlambat penurunan harga minyak goreng,” tegas Rusli Abdullah.

“Dengan BLT Rp100 ribu per bulan yang diterima masyarakat, moral hazard pelaku pasar berpotensi terjadi. Pasar akan menganggap masyarakat miskin mampu membeli minyak goreng yang masih terbilang mahal,” imbuhnya.

Terimbas moral hazard pelaku pasar, harga minyak goreng pun akan lambat turun, “Dalam situasi ini, pemerintah juga perlu memikirkan instrumen perlindungan sosial penduduk rentan miskin,” urai Rusli Abdullah.

“Penduduk rentan miskin ini berada di antara kelas menengah dan kelas bawah. Tercatat sepanjang 2021, jumlah penduduk rentan miskin diperkirakan sebanyak 66,7 persen,” tandasnya.



Komentar
Banner
Banner