Tak Berkategori

Habib Ibrahim Al Habsyi Nagara (2), Tempuh Hadramaut-Kalimantan Hanya Karena Sebuah Pena

apahabar.com, BANJARMASIN – Habib Ibrahim yang sudah berumur sepuh berifarasat kewafatannya tak lama, hingga beliau menginginkan…

Featured-Image
Habib Ibrahim bin Umar Al habsyi. Foto-ichiey96.blogspot.com

bakabar.com, BANJARMASIN - Habib Ibrahim yang sudah berumur sepuh berifarasat kewafatannya tak lama, hingga beliau menginginkan akan pulang ke kampung halaman di Hadramaut, Yaman. Setibanya di Hadramaut, beliau menyadari sebuah pena yang bukan milik beliau ikut terbawa. Hanya karena itu, beliau pun kembali ke Nagara, kalimantan Selatan, Indonesia.

Habib Ibrahim bin Umar al Habsyi sebagaimana disebutkan dalam "Datu-datu terkenal kalimantan Selatan" adalah seorang pendakwah yang dilahirkan di Tarim, Hadramaut, Yaman. Beliau berguru pada Habib Umar Al Habsyi -Sang Ayah-, Habib Ahmad bin Muhsin Al Ahdhar,Habib Abdurrahman bin Muhammad Al Manshur, Hasan bin Ahmad Al-‘Aydrus, Habib Ali bin Salim bin Syekh Abu Bakar bin Salim, dan Habib Ali Al Habsyi.

Dari hasil belajar di Hadramaut, Habib Ibrahim menjadi ulama yang dalam keilmuannya. Beliau disebut hafal Alqur'an dan 12 ribu matan hadits. Selain itu, belau juga dilimpahi dengan keramat -kelebihan yang diberikan Tuhan pada aulia-.

Karena memiliki keilmuan yang dalam, Habib Ibrahim pun kemudian diperintah oleh guru utamanya, Habib Ali Al Habsyi – Penyusun maulid Simthuddurar-, untuk berdakwah ke Indonesia.

Habib Ibrahim datang ke Indonesia bersama anak -Habib Muhammad Al Habsyi dan 3 orang murid Habib Ali Al Habsyi lainnya. Mereka berlabuh pertama kali di Ampel, Surabaya. Kemudian, Habib Ibrahim meneruskan perjalanan ke Kalimantan Selatan.

Baca Juga:Habib Ibrahim Al Habsyi Nagara (1), Kejadian Ganjil yang Menyingkap 'Keilmuan' Sang Ulama

Semula, beliau tinggal di Banjarmasin dan Martapura. Namun kemudian menetap di Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Selama di Nagara, Habib Ibrahim membangun sebuah Masjid Jami yang kemudian diberi nama Masjid Jami Ibrahim di Sungai Mandala, Nagara. Tidak saja menyumbang tenaga dan materi, beliau juga membimbing umat dengan menggelar majelis. Di antara kitab yang beliau ajarkan adalah di bidang tasawuf: Al-Adzkar karya Imam Nawawi, Syarah Ibnu Qasim, dan Mukhtashar Al Hadhramiyyah.

Habib Ibrahim diakui kedalaman ilmunya tidak saja dilihat dari seberapa banyak dia hafal ayat Quran dan matan hadits, tapi juga dari sisi kelebihan yang diberikan Tuhan berupa keramat.

Di antara kekeramatan Habib Ibrahim yang diketahui banyak orang (selain di pembangunan Masjid Jami) adalah: ketika beliau pergi ke Banjarmasin menaiki kendaraan. Kendaraan orang yang ditumpangi beliau mogok, karena kehabisan bahan bakar. Oleh Habib, menyarankan untuk diisi air saja.

Karena habib yang nyuruh -meski berlawanan dengan akal sehat-, pemilik kendaraan pun melakukan apa yang diperintahkan. Ajaib, kendaraan itu mau hidup dan bisa digunakan untuk melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tujuan.

Lain waktu, kekeramat Habib Ibrahim disaksikan banyak orang ketika beliau menerima tamu yang jumlahnya banyak. Habib Ibrahim menuangkan air dari teko kecil untuk seluruh tamunya. Dari teko kecil itu keluar air yang banyak, hingga seluruh tamu mendapat bagian.

Baca Juga: Syekh Abdusshamad Bakumpai (1), Jasadnya Menghilang Ketika Shalat

Banyaknya keramat Habib Ibrahim yang disaksikan orang lain, tidaklah seberapa dengan kisah terakhir ini.

Sebagaimana diceritakan di dalam sumber yang sama, Habib Ibrahim berniat pulang ke kampung halaman di Hadramaut, dan menghabiskan umur di sana. Namun setibanya di kampung halaman, beliau menyadari sebuah pena yang bukan milik beliau ikut terbawa ke Hadrmaut.

Karena itulah, Habib Ibrahim pun memutuskan kembali menempuh perjalanan jauh dari Hadramaut Yaman ke Nagara, Kalimantan Selatan, Indonesia, hanya untuk mengembalikan pena yang ternyata milik panitia masjid.

Tak lama dari kedatangan beliau, Habib sudah berfirasat, mengetahui kapan waktu kewafatannya. Sehingga beliau menunjuk orang-orang yang akan memandikan jenazah beliau bila sudah wafat.

Hal itu diucapkan beliau sebelum shalat Jumat 14 Safar 1354 H. Dan setelah shalat Jumat digelar, Habib Ibrahim benar-benar pun pulang ke Rahmatullah (wafat).

Baca Juga: Syekh Abdussamad Bakumpai (2), Jasanya Besar pada Suku Dayak

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner