bakabar.com, BANJARMASIN – Gugatan warga korban banjir terhadap gubernur Kalimantan Selatan kembali bergulir di Pengadilan Usaha Tata Negara (PTUN) Banjarmasin.
Sebanyak 53 warga korban banjir dari penjuru daerah di Bumi Lambung Mangkurat memberi kuasa ke-18 advokat yang digawangi Muhammad Pazri dari Borneo Law Firm. Terbaru, sidang lanjutan gugatan warga kembali digelar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin, Kamis (17/6). Dua di antaranya hadir, masing-masing dari Lok Baintan, Kabupaten Banjar, dan Kota Banjarbaru.
“Bersama ini kami mengajukan gugatan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam hal ini gubernur Kalimantan Selatan,” ujar Pazri. Tergugat adalah gubernur Kalimantan Selatan yang saat ini dijabat Safrizal selaku penjabat sementara atau PJ.
Sidang siang tadi beragendakan dismissal process atau tahap pemeriksaan persiapan atau kelengkapan administrasi. Dalam sidang, tim kuasa hukum juga memperlihatkan bukti KTP dari 53 warga korban banjir.
“Selain memang diminta oleh majelis hakim, penunjukan KTP juga bertujuan supaya ini tidak dianggap rekayasa dalam perkara ini,” kata kuasa Pazri.
Majelis hakim yang diketuai Andriyani Masyitoh, dengan dua hakim anggota Feri Enggarwati, dan Berdyan Shonata sempat bertanya kepada dua penggugat, apa saja kerugian yang mereka alami, apa pemerintah memberikan peringatan dini hingga bagaimana praktik tanggap darurat saat banjir melanda oleh pemerintah.
Didampingi 12 pengacara yang hadir, mereka memaparkan bahwa terjadi kekosongan pelaksana saat penanggulangan banjir. Itu diperkuat dengan fakta bahwa Pasal 72 dalam Perda Nomor 12 Tahun 2011 Jo Perda Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dihapus.
Pasal 72 dalam Perda tersebut berbunyi: ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Perda Penanggulangan Bencana itu sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan peraturan gubernur.
Namun nyatanya, sampai hari ini Pemprov Kalsel tak menerbitkan Pergub tentang penanggulangan banjir, mulai dari teknis perencanaan, adaptasi bencana, mitigasi bencana, hingga kelembagaannya.
“Karena Pasal 72 dihapus maka terjadi kekosongan. Harusnya Pemprov membuat Pergub itu sehingga ada kepastian hukum dalam penanggulangan bencana. Itulah salah satu alasan kami tindakan perbuatan melanggar hukum oleh Pemprov Kalsel mesti diuji,” ujar Pazri.
Sementara turut hadir empat perwakilan dari Biro Hukum Pemprov Kalsel. Mereka ditanya apakah ada Perda lain hal penanggulangan bencana selain Perda Nomor 6/2017.
Sebagai pengingat, Pemprov digugat karena dianggap lalai mengeluarkan peringatan dini saat banjir hebat melanda di hampir seluruh kabupaten atau kota awal 2021 tadi. Banjir menimbulkan korban materiil yang tak sedikit. Pemprov juga dinilai lamban menanggulangi banjir yang juga menimbulkan korban jiwa itu.
"Tiga tindakan itu kami menilai sudah cukup untuk diuji ke PTUN. Persepsi kami memang semuanya tidak dijalankan," terang Pazri.
Lebih jauh, Pemprov diminta mengevaluasi perizinan pertambangan dan evaluasi pengelolaan kegiatan pertambangan, serta penegakan hukum lingkungan hidup di wilayah Kalsel.
Total Ganti Rugi
Lantas berapa perkiraan ganti rugi materiil yang mesti dibayar Pemprov Kalsel atas kelalaian tersebut?
Pazri memerincikan yang pertama, Pemprov Kalsel harus membayar Rp890.235,000 kepada 53 warga pemberi kuasa.
Tak hanya itu, ada juga kerugian immaterial, misal, meminjam kajian Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel, kalkulasi kerugian materi atas banjir Kalsel sebesar Rp 216,266.000.000.
Kemudian dari Tim Reaksi Cepat Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang dikeluarkan pada 22 Januari 2021, total kerugian mencapai Rp 1,349,000,000,000.
Rinciannya, dari sektor pendidikan sekitar Rp 30,446,000,000, kesehatan dan perlindungan sosial sekitar Rp 46,533,000,000, produktivitas masyarakat sekitar Rp 604,562,000,000, dan sektor pertanian sekitar Rp 216,266,000,000.
Lebih jauh, sebelumnya juga ada wacana pemerintah pusat melalui BNPB akan memberikan bantuan berupa dana stimulan untuk rumah warga yang mengalami kerusakan akibat terdampak banjir.
Besaran dana stimulan tersebut adalah Rp 50,000,000 untuk rumah rusak berat, Rp 25,000,000, untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10,000,000, untuk rumah rusak ringan.
"Namun sampai saat ini tidak ada realisasi dan tidak memberikan kepastian hukum bagi para korban banjir Kalsel," pungkasnya.
Adapun sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu pekan depan. Agendanya, melengkapi administrasi.
“Di surat kuasa penggugat tadi 90 persen sudah lengkap. Hanya saja diminta untuk perbaikan ada beberapa redaksi di surat kuasa,” Pazri mengakhiri.