bakabar.com, JAKARTA - Pengamat Kepolisian ISSES, Bambang Rukminto meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memastikan kebenaran adanya gerilya Brigjen Polisi yang diduga memesan keringanan vonis Ferdy Sambo.
Upaya loyalis Ferdy Sambo berpangkat jenderal bintang satu tersebut nyaris berhasil karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) meloloskan Sambo dari hukuman mati dan hanya dituntut pidana penjara seumur hidup.
"Kalau enggak terpengaruh, harusnya motif semua terdakwa itu tampak, dan tuntutannya sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan," kata Bambang kepada bakabar.com, Jumat (27/1).
Baca Juga: Ferdy Sambo Minta Bebas, Keluarga Brigadir J: Seharusnya Dia Malu!
Jika tudingan terbukti benar, maka upaya Brigjen itu tak dapat dibenarkan karena ikut campur dalam mengintervensi proses peradilan. "Tidak selayaknya dilakukan personel kepolisian yang juga sebagai penegak hukum," tambahnya.
Maka, Kapolri harus segera memanggil Brigjen dimaksud yang mengintervensi jaksa dan hakim yang mengadili Sambo sehingga kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan. Terlebih, Brigjen itu juga ditengarai menjadi salah satu penghambat penangkapan Sambo sehingga sempat terjadi gesekan antara anggota Densus 88 Antiteror dengan Brimob Polri.
Baca Juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup Terkait Pembunuhan Brigadir J
"Karena isu tentang intervensi pada jaksa tersebut saat ini juga bisa saja mengarah pada intervensi keputusan hakim," jelasnya.
Bambang berpandangan bahwa reputasi institusi Polri telah dirusak sejumlah kasus yang menjerat dan melibatkan para petinggi Korps Bhayangkara. Seperti kasus pembunuhan Brigadir J, tragedi Kanjuruhan, Ismail Bolong hingga skandal penyalahgunaan sabu oleh Irjen Pol Teddy Minahasa.
"Ini salah satu langkah konkrit mengembalikan kepercayaan pada Polri dan komitmen penuntasan kasus pembunuhan Brigadir J oleh Irjen Ferdy Sambo," ungkap dia.
Baca Juga: Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Keluarga Brigadir J: Kecewa, Seharusnya Hukuman Mati!
Namun, Kapolri diprediksi bakal setengah hati dalam membersihkan reputasi institusi Polri dari sejumlah spekulasi destruktif. Bahkan, Kapolri hanya mampu berlaku secara normatif dan sekadar formalitas.
"Penuntasan itu bukan hanya melaksanakan hukum secara formal, tetapi harus lebih substansial yakni melaksanakan upaya penegakan keadilan untuk semua pihak, korban, pelaku dan masyarakat," ujarnya.
Terlebih, jiwa korsa yang dimiliki para punggawa Polri berpotensi menjadi batu kerikil penuntasan kasus yang menghancurkan reputasi Polri.
"Penyimpangan pada korsa terjadi dengan upaya saling menutupi kejahatan atau pelanggaran antar-personel. Efeknya ke depan adalah menurunya esprit de corps, hilangnya kebanggaan pada korps. Akibatnya jelas akan merusak organisasi Polri sendiri," jelas Bambang.
Listyo Sigit, kata Bambang, semestinya menjadi tauladan dari sikap tegas kepolisian. "Beranilah mengambil tanggung jawab, bukan malah seolah membiarkan persoalan menghilang seiring waktu, dan pudarnya desakan publik," pungkasnya.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD melayangkan tudingan ada upaya untuk meloloskan Ferdy Sambo dari jerat hukuman mati terkait pembunuhan berencana Brigadir J. Mahfud bahkan menyebut ada sosok jenderal bintang satu di balik ringannya tuntutan Sambo.
“Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Letjen," ujar Mahfud di Kemenkopolhukam, Jumat (20/1).
Ia menjelaskan, meski muncul gerakan memengaruhi hukuman Sambo, tetapi tuntutan jaksa telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," pungkasnya.