Perniagaan Online

Geliat Thrifting di Tengah Polemik Tiktok Shop

Thrifting alias berburu pakaian bekas. Jadi opsi bagi masyarakat yang ingin hemat berbelanja pakaian di tengah polemik Tiktok Shop.

Featured-Image
Lapak Tini pedagang thrifting yang ramai pembeli (Apahabar.com/Arimbihp)

bakabar.com, MAGELANG - Thrifting alias berburu pakaian bekas. Jadi opsi bagi masyarakat yang ingin hemat berbelanja pakaian di tengah polemik Tiktok Shop.

Paling tidak, peluang itu ditangkap oleh Tini. Ia penjual pakaian bekas di Pasar Sanggrahan, Magelang, Jawa Tengah.

"Tetap ramai lapaknya. Meskipun sekarang thrifting juga ada di Tiktok Shop, tidak berpengaruh," katanya kepada bakabar.com, Selasa (26/9) tadi.

Baca Juga: Bahlil Bakal Cabut Izin Tiktok Shop!

Belakangan Tiktok Shop jadi polemik. Dianggap biang kerok menurunnya omzet pedagang offline di pasar. Pemerintah bahkan ingin mencabut izin media sosial itu.

Pembeli lebih banyak berbelanja lewat media sosial itu ketimbang datang ke pasar. Sebab, harga jualnya dianggap jauh lebih murah dan praktis.

Namun, bagi Tini eksistensi Tiktok Shop tak membuatnya kehilangan pelanggan. Bagi dia, ada sensasi tersendiri bagi pembeli pakaian bekas. Bisa memilih dan memegang langsung barangnya.

"Namanya bekas pasti ada kurangnya, meskipun cuma di warna yang pudar, makan pembeli lebih mantep (yakin) kalau belinya online, pembeli tidak bisa cek langsung," tuturnya.

Ia belum terpikir untuk mengalihkan lapaknya ke Tiktok Shop. Baginya, berjualan langsung masih menjanjikan. Apalagi ada interaksi tawar-menawar.

Baca Juga: Menkominfo Sebut TikTok Shop Bukan Ditutup tapi Dipisah

"Kalau di lapak, kadang pembeli menawarnya sesuai kekurangan di barang, bisa separuh harga, kalau online mau nawar sulit," kata dia.

Harga yang dijual di lapak Tini variatif. Mulai dari Rp10.000 hingga Rp300.000. Tergantung barang dan jenisnya.

"Coba kalau belinya online, Rp10.000, beberapa masih tambah ongkos kirim, masih nunggu juga. Kalau offline bisa langsung dipakai," imbuhnya.

Lapak pakaian bekas offline (Apahabar.com/Arimbihp)
Lapak pakaian bekas offline (Apahabar.com/Arimbihp)

Tini berjualan pakaian bekas sudah lebih 10 tahun. Baru sekali ia kalang kabut dan turun omset. Ketika thrifting dilarang pemerintah.

"Tidak jualan beberapa kali, karena dari distributornya tidak kirim. Tapi sekarang sudah agak mulai jalan lagi," jelasnya.

Sehari berdagang dari pukul 07.00 sampai 12.00 WIB, Tini mampu meraup untung sekitar Rp200.000 hingga Rp350.000.

Baca Juga: Respons TikTok Soal Larangan Social Commerce yang Fasilitasi Perniagaan

Menurut dia, pakaian yang paling banyak terjual biasanya berbahan jeans atau jaket. Karena harganya lebih murah dan minim kerusakan.

Tak hanya remaja, pelanggan Tini juga banyak dari kalangan orang tua. Bahkan lanjut usia.

"Ini juga yang membuat lapak thrifting lebih ramai, kalau orang tua atau lanjut usia beberapa tidak pakai sosmed, kalaupun punya harus minta tolong anaknya, maka mereka lebih pilih belanja langsung, praktis," bebernya.

Salah satu pembelinya adalah Pratowo (43). Ia mengaku lebih senang berbelanja offline dibanding online karena banyak pilihan.

"Kalau di lapak ditumpuk, serunya waktu cari sambil membolak balik barang, dicari sampai ke dalam-dalam, diubek-ubek (diacak-acak), kalau online kan tidak bisa," tuturnya.

Prastowo yang memborong 2 celana dan 1 jaket juga merasa bangga ketika bisa membawa pulang barang dengan harga sangat murah.

Baca Juga: Tiktok Shop Bikin Pening Pasar, Regulasi Bakal Dibuat!

"Bisa pamer ke teman atau istri di rumah, seperti pencapaian menemukan hiddengems ya, bangga aja rasanya kalau dapat murah banget," katanya.

Pria yang sehari-hari tinggal di Dusun Daleman, Kecamatan Pakis itu mengaku sudah gemar thrifting bahkan sejak masih remaja dan belum menikah.

"Belinya selalu di pasar, sampai sekarang belum tertarik online, soalnya biar bisa mendapat harga dan barang terbaik sesuai selera," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner