bakabar.com, JAKARTA – Dalam beberapa tahun terakhir, banyak generasi milenial terkena penyakit hipertensi. Para pakar menyebut gaya hidup salah satu penyebabnya. Kok bisa? Lantas seperti apa mencegahnya?
Presiden Perhimpunan Indonesian Society of Hypertension (InaSH) dr. Tunggul D. Situmorang, SpPD-KGH sebagaimana dikutip dari Antara mengatakan, hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang disebabkan oleh kekuatan aliran darah yang berasal dari jantung. Sehingga mendorong dinding pembuluh darah atau arteri.
Penyakit ini salah satu penyebab kematian nomor satu di dunia. Karena bisa berdampak komplikasi. Seperti misalnya stroke, gagal ginjal, gagal hati, serangan jantung, hingga hilangnya penglihatan.
Baca Juga:Ini 4 Fakta Perjuangan Sunarti Melawan Obesitas hingga Tutup Usia
Menurut sebuah postulat lama, Rule of Halves mengungkapkan separuh dari penderita hipertensi tidak menyadarinya. Sebagian lagi yang mengetahui tidak berobat dengan seharusnya, dan separuh orang yang berobat tidak terkontrol dengan baik.
Penyebab kematian dini Menurut penelitian Asia BP@Home Study 2017, hipertensi menyebabkan kematian dini sekitar 1,4 miliar orang di dunia. Mayoritasnya adalah penduduk di negara berkembang.
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang membebani masyarakat. Menurut pakar hipertensi di Indonesia Prof. Dr. dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, K-Ger, diperkirakan pada tahun 2025 hipertensi akan diderita oleh 1,56 miliar penduduk dunia. Dan ini akan terus bertambah jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Siapa saja dapat terserang hipertensi. Termasuk pada generasi milenial, atau mereka yang berusia 18 hingga 39 tahun keatas pada tahun ini.
Generasi milenial menempati 68,7 persen dari populasi (SUPAS 2015) dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Sejatinya mereka melakukan deteksi dini terhadap penyakit ini.
Data Riskesdas 2018 menyebut sebanyak 34,1 persen masyarakat Indonesia dewasa umur 18 tahun ke atas terkena hipertensi. Angka ini mengalami peningkatkan sebesar 7,6 persen dibanding dengan hasil Riskesdas 2013 yaitu 26,5 persen.
Baca Juga:Wah, Begini Bahaya Jika Tidur Terlalu Lama
Selain itu, prevalensi hipertensi naik dari 25,8 persen pada tahun 2013 menjadi 34,1 persen pada tahun 2018 lalu. Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi pada kelompok usia 18-39 tahun telah mencapai angka 7,3 persen. Sementara prevalensi pre-hipertensi pada kelompok usia tersebut mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 23,4 persen.
Seorang pakar hipertensi dr. Paskariatne Probo Dewi Yamin, SpJP mengatakan salah satu faktor risiko hipertensi adalah gaya hidup yang tidak tepat, di mana banyak dilakukan oleh sebagian kaum milenial.
Gaya hidup yang dimaksud yakni serba instan. Sehingga mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Disamping itu, kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan mengandung vetsin (monosodiun glutamat/ MSG). Lalu, merokok juga menjadi salah satu penyebab hipertensi.
Faktor psikososial seperti stres akibat pekerjaan, sikap tidak sabar, dan konflik dengan orang lain juga dapat meningkatkan risikonya.
Selain faktor-faktor itu, obat-obatan juga dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah. Seperti obat penghilang rasa nyeri; ibuprofen. Lalu obat hormon, seperti pil kontrasepsi, obat penurun berat badan yang biasa dikonsumsi oleh kaum milenial, hingga agen stimulan seperti nikotin.
Selain itu, usia juga menjadi faktor lain penyebab hipertensi, bahkan etnis Amerika keturunan Afrika menempati risiko tertinggi terkena hipertensi. Keturunan juga merupakan faktor penyebab hipertensi. Beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60 persen kasus hipertensi adalah diturunkan secara genetis.
Baca Juga:Tips Menjaga Cinta dalam Hubungan Jarak Jauh
Lantas bagaimana mencegahnya? Menurut InaSH, tindakan pencegahan primer seperti melakukan lebih banyak aktivitas fisik, serta menjaga pola makan yang teratur dan sehat. Mengurangi takaran garam dan MSG yang ada di makanan. Yang pasti berhenti merokok atau mengkonsumi minuman beralkohol. Dan yang terakhir adalah rutin memeriksakan kondisi kesehatan ke dokter.
Tindakan selanjutnya adalah pencegahan sekunder, yaitu mencegah komplikasi pada penderita hipertensi dengan cara pengobatan rutin. Memeriksakan tekanan darah dengan rutin, minum obat-obatan secara teratur. Selain itu rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui ada atau tidaknya komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi.
InaSH menghimbau kepada kaum milenial untuk rutin memeriksakan tekanan darah ke dokter. Pasalnya, hipertensi dianggap sebagai silent killer. Lantaran tidak menunjukkan suatu tanda-tanda khusus yang menandakan bahwa seseorang terkena hipertensi.
Sebaliknya, Dr. Paskariatne Probo Dewi Yamin, SpJP menyatakan bahwa keyakinan yang masyarakat tentang sakit kepala merupakan gejala hipertensi, tidak benar. Paskariatne menambahkan jika ada pasien yang mengeluhkan sakit kepala saat hipertensi, itu semata-mata hanya sakit kepala yang tidak ada hubungannya dengan hipertensi yang dimiliki oleh pasien.
Oleh karena itu, masyarakat di seluruh dunia khususnya kaum milenial harus sadar bahwa hipertensi tidak boleh disepelekan, namun justru butuh perhatian khusus.
Baca Juga:Tips Keselamatan Berkendaraan Saat Musim Hujan
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin