Nasional

Festival Aruh Film Kalimantan 2018 Berakhir, Sineas Banjarmasin dan Pontianak Berbagi Juara

apahabar.com, BANJARMASIN– Gerimis menyambut berakhirnya perhelatan festival Aruh Film Kalimantan 2018 di Banua. Perhelatan festival film…

Featured-Image
Malam Penganugerahan Aruh Film Kalimantan 2018. apahabar.com/ Randy

bakabar.com, BANJARMASIN– Gerimis menyambut berakhirnya perhelatan festival Aruh Film Kalimantan 2018 di Banua. Perhelatan festival film itu menandakan pergerakan para sinema di tanah Kalimantan kembali bergeliat.

Sabtu (24/11) malam, Gedung Balairung Sari Taman Budaya Kalsel, menjadi saksi berakhirnya pelaksanaan kali ini. Tiga sineas yang menjadi juara telah diumumkan.

Adapun, selama satu bulan rangkaian acara sukses dilaksanakan. Dari marathon class, layar tajak, lestari, lingkar kalimantan dan lain lain. Malam tadi, puncak acara yang paling ditunggu: Malam penghargaan aruh film Kalimantan 2018.

Acara dibuka dengan seni bela diri khas Kalimantan yaitu kuntau, tampak menambah kemeriahan. Penghargaan yang diberikan untuk para sineas yang ikut dalam program kompetisi, dengan dua kategori mandau perak (pelajar), mandau emas (mahasiswa dan umum) dan spesial mention (pilihan juri).

Dengan tema “Pusaka”, film yang masuk program kompetisi ada 41 film. Jumlah tadi menyusut setelah diseleksi menjadi 3 film saja untuk nominasi mandau perak dan 12 nominasi untuk mandau emas.

Untuk nominasi mandau perak, yakni “Budayakan Membaca” karya SMKN 1 Banjarmasin, “Perafen” karya SMKN 1 Martapura, serta “Utas Jagau” karya SMKN 3 Banjarmasin.

Dan nominasi mandau emas ada 12 film; “Bulikkah” karya Kopi Hitam tim dari Banjarmasin, “Bagian Tengah Masih Terang” karya Gertak film dari Pontianak, “Statis” karya Rocket Hero Production dari Palangkaraya, “Kuku” karya Si Anang dan Teropong Community, “Vice Versa (Begitupun Sebaliknya)” karya Dragon Hajati dari Banjarmasin.

Kemudian “Anum” karya Studio Sendiri dari Banjarmasin,”Kada Bara Kawa” karya Kitakula film dari Banjarbaru, “Sarakap” karya STB Masking Production Banjarmasin. Lalu “Tiara?” karya Typo Production dari Tenggarong, “TV Hanyar” karya gelang merah dari Banjarmasin, Tanjung Dewa dan Pengantin Bini karya Bias Film dari banjarmasin.

Adapun film yang terpilih sebagai mandau perak; SMKN 3 Banjarmasin dengan film “Utas Jagau”. M Rizal, perwakilan dari Film “Utas Jagau” mengaku bangga atas penghargaan itu. “Tentunya ini kebanggan bagi kami untuk menghasilkan karya film yang baik ke depannya,” jelasnya.

Dia menambahkan, capaian ini menjadi harapan baru bagi perfilman di Kalimantan, terutama untuk film pelajar agar lebih maju lagi. “Dan kami filmaker pelajar yang terus belajar agar jadi terpelajar”. Imbuhnya.

Adapun film terpilih untuk kategori mandau emas, yakni “Bagian Tengah Masih Terang” karya Gertak Film dari Pontianak. Sedangkan film pilihan juri atau spesial mentions diberikan kepada “Vice Versa (Begitupun Sebaliknya)” karya Dragon Hajati.

img

Wawancara dengan Agus Makkie dan Lulu Ratna (Foto/M. Randy Fitrawan)

Irza haifany sebagai sutradara film tersebut mengatakan, “Kami sangat tidak menyangka dapat apresiasi luar biasa dari juri dan teman teman lainnya.

Suatu kebanggaan bagi saya untuk terus berkarya dan membawa nama Kalimantan di kancah perfilman.”

Seperti diketahui Aruh Film Kalimantan 2018 adalah wadah apresiasi dan perayaan sinema di Kalimantan. Tujuannya, untuk menumbuhkan ekosistem perfilman di Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan.

Piala Anti Mainstream

img

Ada yang unik dari malam penghargaan. Bukan dari kegiatannya. Melainkan dari trofi atau piala yang diberikan. Piala yang diberikan bisa dibilang anti mainstream, dari piala biasanya, yakni senjata tajam khas kalimantan: mandau.

Mandau dipilih menjadi piala dikarenakan menyesuaikan dengan tema yang diangkat yaitu, pusaka.

“Mandau mungkin salah satu pusaka yang dimiliki masyarakat Kalimantan. Kami mengambil nilai nilai filosofi yang terkandung dalam mandau tersebut,” ujar Direktur AFK 2018 Ade Hidayat menjelaskan.

Pria dengan ciri khas topi ini menambahkan, “Beberapa kali FSB mengadakan kompetisi, pasti piala yang diberikan berbeda daripada kompetisi yang lain. Agar memiliki kesan yang beda dan ada filosofi yang terkandung dalam piala tersebut. Kalo sama dengan piala biasanya, sama aja dengan lomba 17-an” imbuhnya.

Mandau yang diberikan dari setiap kategori memiliki motif sendiri. Seperti mandau perak dengan motif Mayang Meurai dan mandau emas motifnya Selendang Mayang.

Muhammad Amin, pandai mandau, menjelaskan motif mayang meurai dominan bentuk lurus, maknanya fokus mengejar suatu tujuan, seperti pelajar yang fokus mengejar impian. Sedangkan selendang mayang memiliki makna untuk orang yang memiliki ilmu dan dikembangkan kepada orang banyak,seperti mahasiswa.

Pria bergelar Empu Rambut Perak itu menambahkan, selain motif selendang mayang atau mayang meurai, di dalam mandau memiliki motif lain yang mencerminkan kehidupan kita. “Seperti gigi haruan dan tali air yang maknanya perjalanan hidup yang naik turun,” ujarnya.

Sebelumnya, puluhan sineas banua yang haus wawasan perfilman berkumpul di Taman Budaya Kalimantan Selatan, Kamis (22/11) sore. Forum Sineas Banua menggelar Masterclass. Isinya berkaitan dengan edukasi perfilman daerah. Acara ini bagian dari festival Aruh Film Kalimantan 2018.

Baca: Dorong Industri Film Daerah, Forum Sineas Banua Gelar Masterclass di Taman Budaya

Pada hari pertama, pelajar, mahasiswa hingga masyarakat umum tampak hadir. Di sana mereka sekedar ingin menambah wawasan tentang film. Untuk pemateri masterclass, FSB mendatangkan tiga sineas. Ia sudah lama bergelut di kancah perfilman nasional. Agus Makkie, Andi Bachtiar Yusuf dan Lulu Ratna.

Reporter: M. Randy Fitrawan

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner