Kalsel

Fakta Baru Kasus Pencabulan Pemuka Agama di Angkinang HSS

apahabar.com, KANDANGAN – Semakin terang kasus dugaan pencabulan seorang oknum pemuka agama di Angkinang, Kabupaten Hulu…

Featured-Image
Sejumlah relawan wanita mengaku diperlakukan tak senonoh oleh SA yang sudah dianggap layaknya guru. Foto ilustrasi: Dok.apahabar.com

Sebagai pengingat, terungkapnya aksi amoral SA bermula dari laporan sejumlah warga di Angkinang yang merasa menjadi korban pelecehan seksual ke media ini.

Salah satu warga berinisial BA (30) mengaku menjadi korban saat mengikuti ritual mandi-mandi di rumah terlapor berinisial SA.

SA, selama ini sudah dianggap sebagai guru maupun pemuka agama oleh warga setempat.

Bukan hanya 10, melainkan 11 wanita yang belakangan diduga menjadi korban pelecehan terlapor. Salah satunya masih di bawah umur.

Namun, mayoritas mereka enggan melapor secara resmi ke kepolisian lantaran beragam alasan. Bahkan orang tua salah seorang korban mau kasus tersebut ditutup atau selesai secara kekeluargaan.

Aksi cabul terlapor disebut-sebut sudah berlangsung sejak dua bulan terakhir.

"Awalnya mereka (korban) enggan melaporkan kejadian itu karena malu dan tidak didukung keluarga," ungkap A pendamping BA kepada bakabar.com, Selasa (28/12).

Sejumlah pihak juga sudah beberapa kali mengupayakan mediasi antara pelapor dan terlapor guna memastikan kebenaran.

"Terakhir kami mengajak mediasi pada Kamis (23/12) lalu namun ia tidak datang. Informasinya telah ke luar daerah," bebernya.

Selama ini terduga pelaku sudah dianggap layaknya guru pada suatu perkumpulan di Angkinang oleh mereka.

Namun diam-diam mereka justru merasa dilecehkan oleh pria itu lewat ritual mandi-mandi.

Ada dua korban yang didampingi A yaitu BA (30) dan AA (16).

A bercerita jika terlapor merayu BA lewat anaknya yang rutin mengikuti pengajian.

"Mama ikam [kamu] sudah kena guna guna laki-laki lain, " ujar A menirukan perkataan anak BA.

Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya, BA bersama AA (16) mendatangi rumah terlapor.

"Mereka berdua datang namun yang mengantarkan hanya menunggu di depan rumah," kata A.

Terlapor kemudian justru mengajak BA ke kamar mandi.

"Ia beralasan untuk menghilangkan pengaruh negatif dengan cara mandi-mandi," ujarnya.

Selang beberapa waktu, ternyata AA turut terpengaruh hingga datang sendiri ke rumah terlapor.

Menurut A, pelapor satu ini yang paling parah. Dia hanya disuruh mengenakan pakaian putih transparan yang telah disediakan tanpa pakaian dalam lalu diguyur air di dalam kamar mandi.

"Ketika mandi-mandi, terlapor sambil menggosok badan hingga kemaluan korban," jelasnya.

Tak hanya itu, saat mandi-mandi AA sempat mendengar suara seperti jepretan kamera disusul cahaya putih blitz handphone.

"Pelapor ini ditutup matanya, disuruh menunggu beberapa menit sambil dilucuti pakaiannya. Tetapi masih mendengar dan melihat cahaya sekilas," ujarnya.

A menyayangkan sikap warga desa yang seakan sudah terperdaya ajaran terlapor. Hampir semua warga sebut dia memilih menutup mata dan telinga. Bahkan orang tua dari salah satu pelapor meminta supaya melupakan kejadian itu.

"Kami dengar juga, pihak tertentu ada yang melakukan intimidasi terhadap pelapor merayu supaya tidak lapor ke polisi. Terlebih mengiming-imingi masuk surga," kata A.

Intimidasi berbentuk ancaman verbal. Pihak terlapor disebut-sebut mengiming-imingi pelapor untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dengan memberi sejumlah Rp1 juta per orang.

Merasa perilaku terlapor telah kelewatan, A bersama dua perempuan tadi melapor ke Satreskrim Polres HSS, Senin (27/12) malam. Di sana mereka menceritakan semua aksi amoral sang guru kepada petugas reskrim yang sedang piket malam.



Komentar
Banner
Banner