bakabar.com, MARTAPURA - Kasus dugaan ijazah palsu Kepala Desa (Kades) Mataraman, Kabupaten Banjar, Kalsel, dinilai banyak kejanggalan hingga menyeret guru Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Martapura.
Terdakwa bernama H Baderi Asri (67) kades terpilih di Mataraman itu dilaporkan oleh Nurhusna, calon kades tak terpilih, pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar 24 Mei 2021.
Kasusnya kini disidangkan di Pengadilan Negeri Martapura dengan nomor perkara 12/Pid.Sus/2023/PNMtp.
Baderi didakwa Pasal 263 ayat 2 KUHP dan Pasal 69 ayat 1 UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Selasa (17/1/2023), sidang kedua digelar dengan agenda pembacaan eksepsi di Ruang Tirta 2 PN Martapura. Majelis hakim sidang yaitu Iwan Gunadi SH selaku ketua, Indra Kusuma Haryanto SH MH dan Gusti Risna Mariana SH selaku anggota.
Panasihat hukum terdakwa, Supiansyah Darham, dalam eksepsinya membeberkan sejumlah kejanggalan. Di antaranya mengapa saksi bernama H Nasa`i tak terlibat dalam kasus ini.
Untuk diketahui, mulanya H Baderi meminta surat keterangan pengganti ijazah kepada H Nasa'i selaku staf Tata Usaha tingkat Wustho Ponpes Darussalam Martapura. Baderi meminta surat tersebut dengan alasan ijazahnya hilang.
Kemudian H Nasa'i menerbitkan surat keterangan pengganti ijazah dengan nomor B III/010/SKIS. PPD/II.2020 untuk Baderi pada 24 Februari 2020. Surat tersebut ia gunakan untuk melengkapi syarat nyalon Pilkades.
Setelah menang Pilkades yang digelar 24 Mei 2021, Baderi kemudian dilantik sebagai Pambakal Mataraman pada 2 Juli 2021 oleh Bupati Banjar.
Dua pekan setelah sah jadi kepala desa, tepatnya pada 15 Juli 2021, H Nasa'i mencabut surat keterangan pengganti ijazah milik Baderi.
Alasan Nasai`i, seperti dikutip dalam keterangan Berita Acara Perkara (BAP), ia mencabut surat tersebut setelah kembali mencek buku induk Wustho Ponpes Darussalam putra rentang tahun 1967 hingga tahun ajaran 1971-1972, yang ternyata tidak ada nama H Baderi Asri.
Setahun berlalu, masuk laporan Nurhusna ke Polres Banjar soal dugaan ijazah palsu yang digunakan H Baderi saat nyalon Pilkades, dengan nomor: LP/192/VI/2022/Polda Kalsel/Polres Banjar, tanggal 27 Juli 2022.
"Ini jelas terlihat keterlibatan saksi H Nasa’i dalam perkara a quo. Seharusnya H Nasa’i juga ditarik sebagai tersangka selain H Baderi, atau setidaknya jaksa penuntut umum (JPU) menerapkan Pasal 55 KUHP pada H Nasa'i," terang Supiansyah Darham.
"Namun faktanya dalam surat dakwaan JPU tidak ada menarik saudara H Nasa’i sebagai tersangka. JPU dalam hal ini terlalu naif. Menurut hemat kami, H Nasa’i juga dapat diterapkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, karena telah melakukan penipuan terhadap terdakwa H Baderi," sambung Supiansyah.
Supiansyah menyebut kejanggalan lainnya, yaitu berkas perkara yang diterima mereka selaku penasihat hukum tidak transparan perihal waktu penyidikan.
Ada 3 keterangan saksi, 1 keterangan ahli, dan 1 keterangan tersangka H Baderi yang dikaburkan waktu pelaksanaan pemeriksaannya.
"Berkas perkara pemeriksaan yang kami terima tidak ada tanggalnya, karena sewaktu difotocofy kertas bagian keterangan waktu dilaksanakan pemeriksaan itu dilipat, sehingga jadi kosong," terang Supiansyah.
Namun, kata Supiansyah, fakta terlihat pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor SP.Sidik/34/VI/2022/RESKRIM tertanggal 27 Juni 2022, serta surat dari penyidik tanggal 14 September 2022 kepada Kejaksaan Negeri Banjar tentang pemberitahuan dimulainya penyidikan bahwa penyidikan dimulai sejak 27 Juni 2022.
Kejanggalannya adalah, dalam BAP keterangan saksi H Nasa’i, waktu pelaksanaan pemeriksaannya tertulis tanggal 12 Juli 2021.
Kejanggalan lainnya, laporan pelapor yang jadi dasar kepolisian yaitu surat laporan nomor: LP/192/VI/2022/Polda Kalsel/Polres Banjar, tertanggal 27 Juli 2022.
"Ini yang mana yang benar. Seolah-olah pemeriksaan penyidikan dilaksanakan sebelum adanya laporan polisi," terang Supiansyah.
Kejanggalan lainnya dipaparkan Supiansyah, pasal dalam dakwaan JPU tidak sama dengan pasal yang dicantumkan penyidik dalam pemeriksaan BAP.
Dalam BAP penyidik untuk keterangan saksi-saksi dan keterangan Ahli hampir semuanya dicantumkan Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Ada 11 keterangan saksi dan 3 keterangan ahli dalam BAP penyidik semuanya dicantumkan Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Ia menjelaskan, hanya pada bagian tertentu saja dicantumkan Pasal 69 ayat 1 UU nomor 20 tahun 2003 juncto Pasal 263 ayat (2) KUHP, yaitu dalam keterangan tersangka H Baderi dalam bagian resume penyidik, serta dalam sampul berkas perkara.
"Karena pasal yang dicantumkan JPU dalam surat dakwaan tidak sama dengan pasal yang dicantumkan penyidik dalam BAP, maka konsekuensinya adalah surat dakwaan JPU batal demi hukum, karena tidak sesuai dengan Pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHAP," tandas Supiansyah.
Sidang kembali digelar pada 24 Januari 2023 mendatang dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum terdakwa.
Baca Juga: Oknum Kades di Mataraman Banjar Dilaporkan Terkait Dugaan Ijazah Palsu!