bakabar.com, BANJARMASIN - Ekonom Kalimantan Selatan, Mohammad Zainul menyebutkan, dua penyebab kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) mendapatkan reaksi keras dari masyarakat.
"Ada dua penyebab mengapa kenaikan BBM ini mendapat reaksi keras dari masyarakat," ucap Mohammad Zainul kepada bakabar.com, Kamis (8/9) pagi.
Pertama, kata dia, waktunya kurang tepat. Mengingat, kondisi ekonomi kini belum sepenuhnya pulih, sehingga kenaikan BBM semakin menurunkan daya beli masyarakat.
"Kita ketahui bahwa kondisi ekonomi belum 100 persen pulih akibat pandemi Covid-19," kata Wakil Rektor I Universitas Islam Kalimantan (Uniska) tersebut.
Kedua, sambung dia, persentase kenaikan BBM sangat tinggi, yakni hampir 30 persen.
"Seandainya 5-10 persen mungkin tidak sekeras ini reaksinya," ujar mantan Direktur Pasca Sarjana Uniska ini.
Lantas mengapa kenaikan BBM nyaris 30 persen?
Dia mengatakan, kenaikan BBM bisa jadi akibat gejolak harga minyak dunia.
"Mungkin karena gejolak harga minyak dunia, sehingga mau tidak mau pemerintah turut menaikkan BBM," jelasnya.
Kendati demikian, menurutnya, kenaikan BBM merupakan political will pemerintahan Joko Widodo.
"Ini merupakan political will pemerintah. Siapa tahu fokus APBN ke arah infrastruktur, bukan ke subsidi. Misalnya seperti menggenjot pembangunan IKN Nusantara. Itu hanya pemerintah yang tahu," pungkasnya.