bakabar.com, BALIKPAPAN – Mahalnya harga minyak goreng baik curah maupun dalam kemasan menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Dugaan adanya tindak pengaturan harga atau kartel pun mencuat dan tengah didalami Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Balikpapan.
Kepala KPPU Balikpapan, Manaek Pasaribu mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan penyelidikan kasus minyak goreng kemasan. Secara formal penyelidikan atas kasus tersebut sudah terdaftar dalam surat perintah penyelidikan dengan nomor register03- 16/DH/KPPU.LID.I/III/2022 tentang Dugaan Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 (UU 5/99) terkait Produksi dan Pemasaran Minyak Goreng di Indonesia.
“Penyelidikan tersebut dimulai sejak tanggal 30 Maret 2022 dan akan dilaksanakan selama 60 (enam puluh) hari ke depan dengan agenda permintaan keterangan para terlapor, saksi, dan ahli sertapemintaansurat dan atau dokumen yang dibutuhkan,” katanya pada Rabu (20/4).
Melalui proses penyelidikan tersebut, KPPU menduga telah terjadi berbagai jenis pelanggaran dalam kasus minyak goreng. Yakni dugaan penetapan harga dengan pergerakan harga minyak goreng yang sama, dugaan kartel pengaturan produksi dan pemasaran minyak goreng, dan dugaan pembatasan pasar minyak goreng.
Manaek menjelaskan pada minggupertama penyelidikan di Bulan April, KPPU telah memanggil 9 pihak. Tujuh diantaranya tidak memenuhi panggilan penyelidikan, termasuk empat produsen, yakni PT Sinar Alam Permai, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Asianagro Agungjaya.
“Atas ketidakhadiran tersebut, Tim Investigasi KPPU akan mengagendakan pemanggilan kembali untuk melihat apakah penundaan kehadiran tersebut wajar atau terdapat indikasi upaya penghambatan proses penyelidikan,” ungkapnya.
Langkah selanjutnya, Tim Investigasi KPPU Balikpapan akan memanggil 10 pihak lainnya yang terdiri dari perusahaan pengemasan, produsen hingga distributor.
“Ini untuk menggali alat bukti,” tambahnya.
KPPU meminta para pihak kooperatif dalam proses penyelidikan dan memenuhi panggilan guna memperlancar proses penegakan hukum, sehingga dapat diselesaikan dan tidak memerlukan perpanjangan masa penyelidikan. Sebagaimana Pasal 41 UU No. 5 Tahun 1999, pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
“Jika melanggar, perbuatan tersebut dapat diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan,” pungkasnya.