bakabar.com, BANJARBARU - Masuk daftar cekal, satu calon jemaah haji (CJH) Embarkasi Banjarmasin asal Banjarbaru terpaksa dideportasi pemerintah Arab Saudi. Lantas seperti apa duduk perkaranya hingga dideportasi?
Satu jemaah Embarkasi Banjarmasin dari kelompok terbang 15 itu berinisial PAB. Berangkat pada 18 Juni, lalu dipulangkan dan tiba di Banjarmasin pada 21 Juni tadi.
Dikonfirmasi bakabar.com, Plh Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Banjarbaru, Rimazullah membenarkan kabar tersebut.
"Iya kita tahu namun tidak mengetahui kronologisnya," kata Zullah sapaan akrabnya saat ditemui bakabar.com di kantornya, Senin (26/6) sore.
Pihaknya kata Zullah memberi waktu untuk PAB menenangkan diri hingga yang bersangkutan siap datang ke Kemenag Banjarbaru dan menjelaskan yang terjadi.
"Kita perlu tahu agar bisa menjadi catatan dan tidak terulang kembali, tapi kita juga memikirkan psikologis beliau, menunggu tenang dulu," jelasnya.
Kasus pencekalan ini diakuinya pertama kali terjadi di Banjarbaru. Namun ditegaskannya, Kemenag Banjarbaru sudah berupaya memberikan pelayanan terbaik dan enggan disebut kecolongan.
"Kami sudah melaksanakan tugas sesuai SOP, dokumen yang kami kirim sesuai. Mungkin pendapat saya karena kurang komunikatif diawal dari jemaahnya," ungkap Zullah.
Baca Juga: Masuk Daftar Cekal, Seorang Jemaah Haji Embarkasi Banjarmasin Dipulangkan
Duduk Perkara
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) Rusbandi, menjelaskan duduk perkara peristiwa tersebut.
Sekretaris Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Banjarmasin ini menjelaskan bermula pada 2018 lalu. PAB masuk daftar untuk melakukan pelunasan haji reguler, tetapi dikarenakan sang suami sakit, dan tidak bisa melakukan pelunasan.
Saat itu kata Rusbandi, PAB termasuk jemaah yang tidak istitha’ah.Artinya suatu kondisi sesorang tidak memiliki bekal secara finansial (untuk biaya perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan), menguasai pengetahuan manasik haji, hati yang ikhlas, sabar, syukur, tawakkal dan tawaddlu’, sehat mental dan fisik.
"Setelah dinyatakan tidak bisa melakukan pelunasan karena sakit lalu, (namun) beliau mencari travel yang bisa memberangkatkan haji furada. Karena di Kalimantan Selatan tidak ada yang bisa, maka beliau berangkat lewat travel di Kalimantan Tengah," jelas Rusbandi.
Melalui travel tersebut, PAB dan suami dapat melaksanakan haji furada, namun setelah melaksanakan haji sempat tertahan di Arab Saudi karena masalah kelengkapan administrasi.
"Beliau tidak mengetahui dan memahami permasalahan yang terjadi karena paspor dan dokumen dipegang oleh travel. Dalam hal ini beliau tidak memahami dokumen terkait keberangkatan yang ternyata dari hasil analisa, memakai visa ziarah, bukan visa haji. Ini jelas dilarang dan melanggar peraturan, baik peraturan dari Pemerintah RI dan Kerajaan Arab Saudi," ungkap Rusbandi.
Menurut Undang Undang No 8 Tahun 2019 Visa Haji terdiri dari visa haji kuota haji Indonesia (haji reguler dan khusus) dan visa mujamalah atau undangan Pemerintah Arab Saudi. Dan selain visa kuota haji Indonesia dan visa mujamalah dilarang untuk melaksanakan ibadah haji.
Dan sesuai dengan Undang Undang tersebut, jemaah yang mendapatkan visa haji mujamalah dari pemerintah Arab Saudi wajib berangkat lewat Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang sudah berizin.
"Dapat kami simpulkan bahwa kasus pencekalan jemaah Banjarbaru karena tidak memahami terkait ketentuan dari visa mujamalah. Dan beliau berangkat menggunakan visa ziarah dengan travel dari Kalimantan Tengah yang tidak jelas apakah sudah memiliki ijin PIHK atau tidak," tuntas Rusbandi.
Informasi terhimpun media ini, kebijakan keimigrasian Arab Saudi terbaru usai pandemi Covid-19, masa cekal berlaku selama 10 tahun. Artinya, PAB dapat melaksanakan ibadah haji pada 2029 atau saat masa pencekalan berakhir.
Baca Juga: Meski Dicekal Arab Saudi, Kuota Haji Jemaah Asal Banjarbaru Masih Tersedia