Hot Borneo

Duduk Perkara Kisruh Perjalanan Umrah Murah di Kalsel

Kuasa hukum PT M, Krisna Dewa memberikan hak jawab terkait pemberitaan tertipu biaya murah dan membuat sejumlah jemaah umroh terlantar.

Featured-Image
Kuasa hukum PT Mutiara Habibi Berkah (MHB), Krisna Dewa memberikan hak jawab terkait pemberitaan tertipu biaya murah dan membuat sejumlah jemaah umroh terlantar. Bahaudin Qusairi

bakabar.com, BANJARMASIN - Kuasa hukum PT M, Krisna Dewa, memberikan hak jawab dan hak koreksi, terkait pemberitaan tertipu biaya murah dan membuat sejumlah jemaah umrah terlantar.

Dewa menjelaskan berita yang bersumber dari Hj Ida Royani (50) dan Rahmaniach (50) tidak benar adanya. Situasi yang disampaikan lebih mengarah ke pencemaran nama baik PT M, dan sangat merugikan kepentingan kliennya dan harus diluruskan.

Ida Royani dan Rahmaniach merupakan koordinator perjalanan ibadah umrah asal Banjarmasin.

“33 jemaah itu adalah bukan jemaah Ida Royani dan Rahmaniach. 33 jemaah itu merupakan jemaah dari koordinator lain, setiap koordinasi memiliki masing masing jemaah,” papar Krisna, Senin (12/6).

Ia menyampaikan kedua koordinator umrah ini memiliki masalah sendiri-sediri, dengan manajemen PT M serta berbeda kasus dan penanganannya, baik dengan jamaah ataupun personaliti.

Misalnya, kata dia 8 jemaah umrah yang ingin menggunakan dana talangan seharusnya melalui Amitra, tetapi oleh Ida Royani justru diarahkan secara pribadi ke BPD Kalsel Syariah

“Terkait dengan 33 orang jemaah yang ditunda keberangkatannya, mereka bukan jemaah Idda Royani maupun Rahmaniach,” imbuh Krisna yang menggunakan hak jawab dan hak koreksi atas pemberitaan bakabar.com sebelumnya.

33 orang jemaah itu merupakan jemaah dari koordinator lain, sebab kata Dewa, tiap koordinator memiliki jemaahnya masing-masing.

“Saya tidak tahu dasar mereka berdua. Jadi tidak ada hak dia mengatasnamakan 33 jemaah, ini bukan jemaah Idda ataupun Rahmaniach. Saya ingin lihat surat kuasanya kalo mengatasnamakan tiga jemaah ini,” tegasnya.

Oleh karena koordinator dari 33 jemaah tersebut tidak mempermasalahkan sebagaimana mereka berdua yang seolah-olah bagian dari masalah atau justru sebaliknya masalah ini terjadi karena akibat tindakan dari mereka berdua yang telah merugikan perusahaan dan sebagai upaya mengaburkan fakta-fakta hukum atas tindakan dirinya yang tidak dapat mempertanggungjawabkan masalah keuangan dengan pihak perusahaan.

Belum lagi delapan orang jemaah Idda yang menurut Dewa mengalami masalah. Delapan orang jemaah tersebut malah dijaminkan Idda ke bank daerah, bukan ke perusahaan pembiayaan yang seharusnya yaitu (Amitra)

“Parahnya lagi, jaminannya itu adalah milik salah satu jemaah untuk mengcover jemaah yang lain. Harusnya kan masing-masing jemaah yang mengeluarkan anggunan (jemaah). Jangan cuma satu jemaah saja,” tegasnya.

Dewa juga menyampaikan bukti-bukti pembayaran dari jemaah ke Idda, namun tidak disetorkan ke perusahaan.

PT M sendiri terang Dewa memiliki dua jenis jemaah, yakni jemaah yang membayar lunas dan jemaah yang membayar menggunakan dana talangan atau pembiayaan.

“Perusahaan pembiayaan yang kita gunakan itu Amitra,” imbuhnya.

Kemudian, terkait dengan beberapa jemaah yang menurut Idda ditelantarkan di Surabaya, kuasa hukum PT M menepis hal itu.

Karena itu suatu fitnah dan telah masuk pencemaran nama baik karena Fakta di lapangan, semua jemaah mendapat hotel, tempat tinggal, dan makan tiga kali sehari.

Oleh sebab itu maka dirinya akan mengambil tindakan yang tegas dan terukur terhadap pihak-pihak yang telah merugikan nama baik kliennya. Bahkan tidak menutup kemungkinan dalam waktu dekat akan mengambil tindakan hukum kepada pihak pihak terkait baik koordinator ataupun pihak lain.

Dewa membeberkan, tiap koordinator mendapat komisi Rp3 juta per jemaahnya. “Sejauh koordinator itu tidak bermasalah dan mendapat komplen dari jemaahnya, tidak ada masalah,” kata Dewa.

Untuk jemaah yang belum berangkat, itu dikarenakan faktor dari provider yang nakal, bukan dari PT M.

PT M sendiri menurutnya masih menggunakan provider. Pihaknya masih memproses izin PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh).

“Ketidakberangkatan jemaah tersebut disebabkan karena pihak provider nakal. Bahkan, ada beberapa jemaah yang meninggal sampai hari ini asuransinya belum dicairkan. Ada jemaah yang sakit sampai hari ini pun belum dicairkan juga asuransinya,” tuturnya.

“Ada juga jemaah yang cuma mendapat perjalanan ke Mekkah, sedangkan ke Madinah tidak dapat. Itu merupakan tanggung jawab pemilik PPIU.”

Disebutkan Dewa, sesuai dengan UU yang berlaku, pemilik PPIU lah yang harus bertanggung jawab 100 persen.

Untuk menepis pemberitaan terkait jemaah yang terkendala di Kota Mekkah, PT M berusaha untuk tetap memulangkan mereka, meskipun itu merupakan tanggung jawab PPIU.

Sedangkan untuk jemaah yang belum berangkat, memang kata Dewa belum diberangkatkan.

“Kita undur dulu karena takut kalau pake visa dari provider, bisa bermasalah lagi. Itulah kenapa 33 orang itu tidak diberangkatkan,” katanya.

Menurutnya, bahkan ada salah satu koordinator yang menerima setoran uang dari jemaah senilai Rp. 40 juta, namun hanya disetorkan Rp15 juta ke perusahaan.

“Kemarin di sidang, mediasi, kami menyampaikan siap mengembalikan. Tapi hanya sejumlah yang disetorkan oleh Penggugat,” jelasnya.

Namun kekurangannya siapa yang mau menanggung ? karena para jamaah meminta dikembalikan dalam keadaan full, nah disitulah Penggugat tidak dapat berkata apa-apa hanya menyampaikan itu yang dibawahnya yang seharusnya itu bagian dari tanggung jawab koordinator yang sengaja menkondisikan untuk menerima uang melalui rekening pribadi dan cash. 

Beberapa koordinator yang bermasalah tersebut kata Dewa menerima setoran secara langsung atau rekening pribadi dari jemaahnya.

Padahal tiap-tiap koordinator tidak boleh menerima uang dari jemaah.

“Hal itu tertuang di dalam MoU pada halaman tiga poin 6 pasal 4, pembayar program umroh baik secara langsung, transfer, wajib menggunakan nomor rekening perusahaan,” tukasnya.

Kemudian Dewa juga memaparkan pernyataan Rahmaniach yang mengaku sebagai korban. Menurutnya, Rahmaniach juga koordinator, bahkan ia koordinator pertama yang merekrut koordinator lain.

“Justru sebenarnya, PT M ini menolong beberapa jemaah yang sudah menyetor penuh ke beberapa ustad, tapi tidak berangkat selama tiga tahun dimana itu merupakan jamaah dari rahmaniah, dan Itu dibantu oleh PT M melalui Amitra. Ini pun ada perjanjiannya, antara PT M dengan ustad tersebut. Para jemaah itu akhirnya diberangkatkan,” ucap Dewa.

“Jadi sebenarnya yang melakukan perbuatan melawan hukum itu siapa.” ? silakan asumsikan sendiri.

Terkait pemberitaan yang menurut Dewa miring, semuanya tak mempunyai dasar hukum dan bermasalah.

“Mungkin bisa di cek ke jemaahnya Idda Royani, kenapa bisa ada tanggungan di bank (daerah) tersebut. Silakan tanya, siapa yang menyarankan, apakah PT M atau koordinator,” tegasnya.

Sementara itu, Koordinator PT M, Norsidah mengatakan saat keberangkatan tertunda di Surabaya, ia mengaku difasilitasi oleh PT M.

“Kami disediakan hotel, makan tiga kali sehari,” ucapnya.

Begitupun ketika jemaah ada di Jeddah maupun Madinah. Menurut Norsidah, jemaah mendapatkan jatah tiga hari di Madinah, lengkap dengan hotel dan makan.

“Kalau di Mekkah, memang kita mendapat hotel yang jauh. Sekitar tiga kilometer dari Masjidil Haram. Meskipun ada bus, tapi kadang-kadang rebutan. Sehingga ada yang jalan kaki dan ada yang naik bus,” ujarnya pada kesempatan itu.

Pihaknya juga sempat terkendala di Tanah Suci tersebut, karena provider yang lepas dari tanggung jawabnya. Ia bersama para jemaah pun tertahan selama 17 hari di sana.

“Selama tertahan di sana, kita akhirnya minta bantuan dengan keluarga dan beli tiket sendiri. Biaya penginapan dan juga makan di sana ditanggung oleh PT M. Sedangkan provider yang harusnya memfasilitasi sudah tak ada tanggung jawabnya lagi,” tutur dia.

Kembali ke kuasa hukum PT M, Krisna Dewa, PT M berupaya akan mengganti biaya yang dikeluarkan oleh jemaah tersebut.

Begitupun dengan jemaah yang tidak berangkat ke Madinah, pihaknya akan berupaya untuk memberangkatkan ulang jemaah tersebut, padahal itu merupakan tanggung jawab provider.

“Padahal kan ada aturan di undang-undang, terkait dengan penginapan jemaah, jika jemaah ditempatkan lebih dari 1.000 meter dari Masjidil Haram, provider wajib menyediakan transportasi 24 jam,” terangnya.

Terkait pemberitaan tersebut, menurut Dewa seakan-akan membuat PT M yang salah.

“Padahal PT M belum punya PPIU, sedangkan kita masih menggunakan provider. Visanya pun punya provider. Kalau kita perusahaan bodong, mungkin kita akan berangkat tanpa menggunakan visa dari provider,” pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner