Duduk Perkara Dugaan Pemerasan di Kantor Pajak Madya Banjarmasin

Kabar dugaan pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Banjarmasin menyeruak ke publik.

Featured-Image
Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Tarmizi buka suara mengenai dugaan pemerasan oleh pegawai KPP Madya Banjarmasin. Foto: istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Kabar dugaan pemerasan yang dilakukan oleh tiga pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Banjarmasin menyeruak ke publik.

Dugaan pemerasan kabarnya menimpa salah satu pemilik perusahaan PT. Sinar Bintang Mulia (SBM), Hariono.

Informasi dihimpun, Hariono mengaku mengalami pemerasan dengan beberapa modus. Di antaranya, ketiga petugas pajak menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) PT. SBM yang menjual spare-part senilai Rp33,56 miliar.

Di sisi lain, Hariono menegaskan pihaknya telah melakukan pembetulan SPT Tahunan dan juga berdasarkan hasil Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dengan nomor SP2DK – 401/WPJ.29/KP.11/2021, HPP yang dimaksud hanya sebesar Rp31.87 miliar.

PT. SBM pun dianggap mengemplang pajak kurang lebih Rp2,5 miliar. Namun, Hariono pun mengaku sulit menerima penetapan angka HPP perusahaannya yang mencapai Rp33 miliar itu. Terlebih, kata dia, ada aspek pembiayaan yang tak diakui oleh petugas pajak, sehingga pendapatan murni dijadikan nilai untuk HPP perusahaan.

Lantas benarkah kabar ini?

Media ini pun mengkonfirmasi hal ini ke Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan-Tengah (Kalselteng), Tarmizi.

Tarmizi menjawab kabar dugaan pemerasan yang beredar terhadap PT SBM. Pihaknya kini masih terus melakukan penelusuran.

Kendati demikian, dari informasi yang sudah diterima dan kemudian dilakukan pendalaman, kata Tarmizi, semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai KPP Madya Banjarmasin dalam keadaan profer.

Baca Juga: Kapolda Kalsel Bantah Isu Sanksi Demosi Warnai Pergantian Pejabat Baru

Menurut Tarmizi, dari hasil penelusuran, kasus ini bukanlah pemerasan, melainkan si wajib pajak hanya mendapat beban pajak yang lebih tinggi.

"Secara terminologi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi pemerasan itu berarti adanya upaya permintaan imbalan dengan cara pemaksaan dan pengancaman," kata Tarmizi.

Kemudian, jika memakai redaksi pemerasan oleh pegawai, maka Tarmizi berkesimpulan, uang itu dipakai untuk pribadi. "Sedang dalam hal ini, tidak," tekannya.

Meski begitu, jika memang benar adanya tindakan pemerasan, pengusaha yang bersangkutan diminta untuk menyampaikan hal tersebut dengan bukti-bukti yang kuat.

Di sisi lain, bila memang si wajib pajak mengalami beban pajak yang dirasa terlalu tinggi, yang bersangkutan bisa mengadukannya.

"Sebagaimana yang sudah diatur UU, wajib pajak bisa mengajukan keberatan. Atau jika dalam posisi keberatan nanti belum puas, silahkan menempuh upaya banding ke Pengadilan Pajak. Jika juga belum puas, bisa menempuh upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA)," tuturnya.

Baca Juga: Denny Indrayana Dinonaktifkan dari Wapres Kongres Advokat Indonesia

"Sehingga, dalam hal ini wajib pajak mestinya tidak usah merasa beban. Sebab ini bisa ditempuh secara hukum sampai inkracht," tambahnya.

Terakhir, Tarmizi juga menyampaikan, jika para pegawainya ada kesalahan dalam komunikasi kepada wajib pajak bersangkutan, bisa diadukan kepada dirinya secara pribadi.

"Saya mengundang secara terbuka, agar kami bisa membenahi semisal ada pola komunikasi kami yang kurang berkenan," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner