bakabar.com, JAKARTA - Dolar Amerika Serikat (AS) melemah terhadap mata uang utama lainnya pada Kamis pagi (12/1), sementara euro sempat mencapai level tertinggi selama tujuh bulan terhadap dolar, namun bertahan dalam kisaran sempit karena pedagang menghindari membuat pergerakan besar menjelang data inflasi AS.
Euro telah menyentuh 1,07765 dolar AS, tertinggi sejak 31 Mei dengan dolar AS yang baru-baru ini melemah, karena para pedagang bertaruh Federal Reserve tidak perlu menaikkan suku bunga secepat dan setinggi yang diperkirakan sebelumnya.
Euro terakhir naik 0,15 persen pada 1,07515 dolar. Dolar telah kehilangan hampir 12 persen terhadap mata uang tunggal sejak mencapai puncak 20 tahun pada September. Data menunjukkan, kenaikan suku bunga Fed memiliki pengaruh yang dimaksudkan untuk mendinginkan ekonomi dan memperlambat inflasi.
Sementara itu, investor sangat fokus pada data IHK (Indeks Harga Konsumen) AS yang akan dirilis pada Jumat (13/1), karena pembicara Fed mengatakan langkah mereka selanjutnya akan bergantung pada data.
Sementara itu, perkiraan pasar berjangka menunjukkan lebih condong ke peluang 75 persen untuk kenaikan seperempat poin pada bulan depan, dengan suku bunga target Fed mencapai 4,947 persen pada Juni, sebelum jatuh ke 4,465 persen di bulan Desember.
"Pembicara Fed tetap bersikukuh bahwa suku bunga tidak akan dipotong dalam waktu dekat, namun pasar menilai kenaikan penuh pada akhir tahun. Jika pemotongan dilakukan, diperkirakan hambatan dolar AS dapat mereda," kata analis di ANZ Research dalam catatan untuk klien.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang, termasuk euro, sedikit berubah, naik tipis 0,01 persen pada 103,26. Sementara euro mendapat manfaat dari prospek pertumbuhan yang membaik di zona euro. Adapun kurangnya aliran masuk ke mata uang bersama lebih disebabkan oleh risiko berkelanjutan yang terkait dengan kendala pasokan gas alam, ujar Isabella Rosenberg, seorang analis di Goldman Sachs.
Harga gas alam telah jatuh ke level terendah dalam hampir satu setengah tahun di tengah musim dingin dengan tingkat persediaan yang sehat. Namun risiko tetap ada dari perang Rusia di Ukraina, yang mengganggu pasokan tahun lalu.
"Kecuali latar belakang pertumbuhan global terus membaik secara material, kami memperkirakan penurunan dolar akan tetap terbatas," kata Rosenberg.
Di tempat lain, pembukaan kembali China telah mendukung sentimen dan mengangkat mata uang Asia terhadap dolar. Yuan China hampir mencapai level tertinggi lima bulan di 6,7763.
Dolar Australia naik tipis 0,17 persen menjadi 0,6905 dolar AS, setelah data menunjukkan laju inflasi tahunan meningkat menjadi 7,3 persen pada November, menyisakan ruang untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.
"Australia melaporkan data IHK yang lebih tinggi dari perkiraan yang memungkiri narasi bahwa pertempuran inflasi telah dimenangkan dengan cepat dan relatif tanpa rasa sakit," kata Win Thin, Kepala Strategi Mata Uang Global di Brown Brothers Harriman.