bakabar.com, KOTABARU – Ihwal pembukaan jalan ke wahana kolam renang di kawasan wisata Goa Lowo, Desa Tegalrejo, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kotabaru, menuai protes ahli waris.
Ahli waris menuding aparat kepolisian, di bawah komando Kabag Ops, Kasat Reskrim, dan Kasat Intelkam meminta bawahannya membongkar paksa, serta merusak pagar penutup jalan, serta mengintimidasi.
Menyikapi persoalan itu, Kasat Reskrim AKP Abdul Jalil memastikan pihaknya telah melaksanakan tugas sesuai prosedur yang berlaku.
Pembukaan pagar untuk kepentingan masyarakat umum saat libur lebaran, serta mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, atau gesekan di tengah masyarakat.
Kehadiran polisi semata untuk mengedukasi soal status lahan yang disengketakan agar menemukan titik terang hingga tercipta keamanan, dan ketertiban di tengah masyarakat.
Sebab, kata dia keselamatan rakyat itu merupakan hukum tertinggi.
Jalil bercerita, sebelum pagar dibuka, mediasi antar kedua belah pihak dilaksanakan di balai desa bersama pihak terkait.
Namun, memang pihak ahli waris tetap enggan bertandatangan untuk pembukaan pagar.
Selanjutnya, berdasarkan hasil koordinasi dengan semua pihak, termasuk unsur Muspika Kotabar, serta desa akhirnya diputuskan agar pagar dibuka.
Pembukaan pagar itu sendiri disaksikan ahli waris, pengelola Goa Lowo, juga perwakilan masyarakat.
Jalil memastikan, tidak ada aksi bongkar paksa, pengerusakan pagar, serta intimidasi.
Sebab, menurut dia, pembukaan pagar disaksikan langsung pihak ahli waris, juga pengelola Goa Lowo.
“Pagar kayu dan balihonya tidak ada yang rusak. Semua masih utuh, dan saat ini diamankan di Mapolsek Kelumpang Hilir,” ujar Jalil, dalam jumpa pers, Rabu (11/5).
Sebelumnya, Kasat juga menyebutkan, lahan yang sengketan merupakan lahan restan transmigrasi, atau cadangan yang dimiliki oleh negara yang dikuasakan kepada Kementerian Imigrasi. Lahan tersebut dibolehkan untuk dikelola, namun tidak dapat dimiliki.
Meski demikian, Kasat juga meminta agar persoalan tersebut tidak ada yang memaksakan kehendak. Termasuk, ormas yang tidak memiliki kapasitas, sebab lahan tersebut bukan tanah adat, atau ulayat.
Keberatan Ahli Waris
Sementara, Gravven Marvelo, kuasa hukum ahli waris mengaku keberatan. Sebab, tidak ada koordinasi dari pihak Bumdes kepada ahli waris selaku pemilik lahan untuk membuka penutupan jalan di obyek wisata Goa Lowo.
“Berkenaan dengan persoalan tersebut, telah diketahui bersama bahwa hasil putusan pengadilan ditolak, dan kami akan mengajukan banding kembali sebelum batas waktu yang telah diberikan oleh pengadilan yaitu pada tanggal 20 Mei 2022,” kata dia.
Oleh karena itu, selama proses banding di pengadilan, ahli waris akan melakukan penutupan sampai dengan adanya hasil putusan dari pengadilan.
Gravven menyebutkan, pelaku sejarah sudah ada yang bersaksi di pengadilan menyampaikan bahwa lahan tersebut di kelola oleh almarhum M Mukmin sejak tahun 1983 dan telah dibuatkan segel pada tahun 2002.
“Jadi, alasan kami menutup jalan di objek wisata Goa Lowo karena tidak dihargai, dan pada saat pembukaan obyek wisata Goa Lowo pihak desa tidak permisi, sehingga kami merasa tersinggung, dan melakukan penutupan,” katanya.
Selanjutnya, pihaknya juga meminta kepada pihak BUMDes dalam setiap hasil penjualan tiket masuk obyek wisata Goa Lowo dibagi 50 persen dengan pihak ahli waris.
Nurul Huda, selaku ahli waris mengatakan bahwa orang tuanya merupakan warga transmigrasi dari tahun 1982, dan Goa Lowo masih hutan belantara.
Namun demikian, berkenaan dengan pembukaan jalan di wisata Goa Lowo pihaknya meminta waktu untuk berkoordinasi dengan pihak kuasa hukum.
Apabila jalan tersebut dibuka kami minta pembagian hasil sebanyak 50 persen dari penjualan tiket masuk obyek wisata tersebut.
“Jika dilakukan pembebasan lahan, kami meminta ganti rugi sebesar Rp 500 juta,” tandasnya.
Tanggapan Masyarakat
Sementara, perwakilan masyarakat setempat, Suwono, mengaku sangat menyesalkan persoalan klaim lahan, serta permasalahan terjadi di Goa Lowo tersebut.
Ia juga mengaku warga trans 1983 angkatan ke-3, dan pernah menjabat perangkat Desa Tegalrejo yaitu sebagai salah satu RT, dan Kaur Umum.
Suwono bercerita, berdasarkan instruksi dari Camat Kelumpang Hilir pada tahun 1995, bahwa radius 50 meter dari objek wisata Goa Lowo tidak boleh di buatkan segel. Sebab, lahan akan dijadikan sebagai kawasan pariwisata dan perkemahan.
Berdasarkan keterangan ahli waris, mengaku memiliki legalitas segel atas lahan yang diklaim tersebut pada tahun 2002.
“Segel diterbitkan oleh Kades Tarsid, dan dari sepengetahuan kami bahwa Kades Tarsid sudah tidak menjabat dari Tahun 1998,” timpalnya.
Dengan demikian, lahan yang diklaim oleh ahli waris merupakan lahan milik negara. “Saya menduga, bahwa stempel yang tertera dalam legalitas segel milik Mukmin (Alm) bukan stempel asli,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur BUMDes Goa Lowo, Gus Tri Widodo mengatakan, pembangunan jalan menuju kolam renang tersebut dilakukan oleh Pemda Kotabaru.
Menjadi harapannya tidak ada gangguan di objek wisata Goa Lowo, sehingga masyarakat yang berlibur merasa aman dan nyaman.
“Kami juga mengucapkan terimakasih kepada jajaran TNI-Polri atas kehadirannya memediasi, sehingga objek wisata Goa Lowo menjadi aman,” tandasnya.
Di Tengah Sengketa Lahan, Wisata Goa Lowo Kotabaru Tembus 10 Ribu Pengunjung