Bisnis

Cukai Minuman Berpemanis dan Plastik Tak Terealisasi, YLKI: Askolani Tampak Ambigu

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi buka suara mengenai cukai minuman berpemanis dan plastik yang tak kunjung terealisasikan.

Featured-Image
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.  Foto-net

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi buka suara mengenai kebijakan cukai minuman berpemanis dan plastik yang tak kunjung direalisasikan.

Tulus menyoroti tindakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani yang tampak ambigu. Salah satunya, terkait dengan tekanan yang dilakukan oleh sejumlah industri besar.

"Askolani ini tampak ambigu dan takut dengan sektor industri, khususnya industri besar," ungkap Tulus kepada bakabar.com di Jakarta, Rabu (26/7).

Menurutnya, minuman berpemanis dan plastik seharusnya sudah dikenakan cukai di tahun ini. Hal itu dimungkinkan karena pembahasannya telah berlangsung cukup lama, sejak 4 tahun silam.

Baca Juga: Cukai Minuman Berpemanis dan Plastik, Pengamat: Itu Mematikan UMKM

Lalu, lanjut Tulus, tidak mungkin Askolani mengenakan cukai itu di tahun depan. Pasalnya, di tahun itu (2024), Indonesia memiliki hajatan besar, yakni pemilu serentak yang merupakan pesta demokrasi.

"Kalau 2024, rasanya tidak mungkin, mana berani? Cari penyakit itu namanya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI itu.'

Kendati demikian, Tulus mendukung kebijakan cukai untuk minuman berpemanis dan plastik sejak lama. Alasannya, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) berdampak buruk terhadap kesehatan.

Mengutip data Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), diketahui konsumsi masyarakat terhadap produk MBDK melonjak 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Konsumsi MBDK berlebih memiliki kaitan erat dengan peningkatan risiko obesitas serta penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung. 

Baca Juga: Cukai Minuman Berpemanis dan Plastik, Pengamat: Akan Bebani UMKM

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani dalam konferensi pers APBN secara daring, Senin (24/7) mengungkapkan, cukai minuman berpemanis dan plastik direncanakan mulai berlaku pada tahun 2024.

Dengan diberlakukannya cukai, target penerimaan diharapkan sebesar Rp4,08 triliun, berasal dari produk plastik sebesar Rp980 miliar, dan minuman bergula dalam kemasan Rp3,08 triliun.

Menurut Askolani, pengenaan cukai untuk minuman berpemanis dan plastik tak kunjung terlaksana karena beberapa aspek. Diantaranya, penundaan terjadi akibat implementasi ekspansi barang kena cukai (BKC) dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang pembahasannya harus melalui rancangan UU APBN.

Hal lainnya, penundaan didasarkan atas pertimbangan tahapan pemulihan ekonomi nasional dan global pasca pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik. Serta belum tersedianya regulasi dalam bentuk PP (peraturan pemerintah) sebagai mana amanat UU HPP.

Editor
Komentar
Banner
Banner