bakabar.com, JAKARTA - Permainan lato-lato kembali viral di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Viralnya mainan aneka warna itu sempat membawa berkah bagi para pedagang mainan di Jakarta.
Namun sejak beredarnya larangan membawa dan bermain lato-lato di sekolah membuat omset para pedagang jauh berkurang. Dari yang sebelumnya mampu meraup untung ratusan ribu perhari, kini berkurang setengahnya.
Salah satunya di alami oleh Mukhsin (48) pedagang lato-lato di pasar tradisional Palmerah, Jakarta Barat. Sebelum dilarang, Mukhsin mengaku mendapat banyak permintaan. Keuntungan yang didapat cukup besar karena harganya yang bersaing.
"Tapi ya sekarang semenjak ada larangan bermain lato-lato di sekolah, pengaruhnya lumayan kerasa di saya," ujarnya kepada bakabar.com, di Jakarta, Sabtu (14/1).
Senada dengan itu, Sinta (38) penjual lato-lato di pasar Palmerah mengeluhkan hal serupa. Dia mengaku mengalami penurunan omzet, usai terjadinya pro kontra tentang permainan lato-lato.
Sejak berjualan lato-lato di bulan Desember 2022 lalu, menurut Sinta harganya bervariasi untuk ukuran besar, sedang dan kecil. Ukuran besar dibanderol seharga Rp20 ribu.
"Ukuran sedang Rp15 ribu dan paling kecil Rp10 ribu," ungkapnya.
Sedangkan sekarang ini, harga lato-lato ukuran besar berkurang menjadi Rp18 ribu, ukuran sedang Rp15 ribu untuk ukuran kecil Rp8 ribu.
"Harganya juga jadi turun dari grosirnya," kata Sinta.
Meski tidak mengetahui pasti alasan dari penurunan harga lato-lato, Sinta menduga ada kaitannya dengan maraknya larangan bermain lato-lato di sekolah akhir-akhir ini.
"Pas ada larangan kan, penjualan paling banyak 15-20 lato-lato," ungkapnya.
Larangan Main Lato-Lato di sekolah
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung dinas pendidikan setempat yang mengeluarkan surat edaran melarang murid-murid membawa mainan lato-lato ke sekolah.
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menilai kebijakan itu sejalan dengan pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan pasal 8 UU Np. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD).
"Surat edaran dari dinas pendidikan tersebut tidak sama sekali melarang anak bermain. Pemda memahami bahwa bermain adalah hak anak, sebagaimana dijamin dalam UU Perlindungan Anak. Namun yang dilarang adalah membawa mainan lato lato dan memainkannya di lingkungan sekolah," kata Retno dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1).
Retno menambahkan, "Ini dua hal yang berbeda. Anak boleh main lato lato, tapi tidak di lingkungan satuan pendidikan," tambahnya.
Sementara itu, Dosen Antropologi Universitas Lambung Mangkurat Nasrullah menilai permainan lato-lato dapat mengganggu konsentrasi belajar para siswa. Suara lato-lato berisik berpotensi membuat anak-anak tidak fokus terhadap pembelajaran.
Di sisi lain, menurut Nasrullah, lato-lato berhasil menjauhkan anak dari ketergantungan terhadap gawai. Saat ini banyak orang tua yang mengeluhkan hal itu.
“Lato-lato peluang untuk menghindarkan anak supaya tidak bergantung pada gawai, tetapi juga memberikan bahaya yang lebih cepat kepada anak-anak,” ungkapnya.
Banyak Penggemar
Saat ini, sejumlah kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa ikut meramaikan permainan lato-lato. Cara memainkannya yang unik menjadi daya tarik sendiri bagi penikmat permainan jadul itu.
Untuk mendapatkan mainan lato-lato, pembeli tak harus merogoh kocek terlalu dalam. Cukup dengan mengeluarkan uang sebesar Rp. 5000 - 20.000 saja, satu buah lato-lato bisa didapatkan.
Saat ini, lato-lato yang ramai dimainkan menuai pro dan kontra. Ada yang mendukung dan tak sedikit yang menolak.
Sebagian pihak menilai, mainan jadul itu mampu mengalihkan fokus anak dari gadget. Namun tak sedikit warga yang merasa terganggu dengan bisingnya suara yang ditimbulkan lato-lato.
Selain itu, bahan lato-lato yang terbilang keras berpotensi menyebabkan kecelakaan ringan bagi penggunanya jika tidak berhati-hati. Untuk itu, anak-anak yang hendak mencoba harus diajarkan cara penggunaan lato-lato secara benar.