bakabar.com, JAKARTA - Nelayan di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) terpaksa menerapkan strategi 'kencangkan ikat pinggang' dalam menghadapi cuaca ekstrem yang terjadi saat ini. Gelombang air laut yang tinggi, membuat para nelayan tidak bisa melaut untuk menangkap ikan.
Direktur Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan kerusakan ekologis dan perubahan iklim ditengarai sebagai salah satu penyebabnya. Hal itu merupakan dampak dari kegagalan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan yang tersisa.
Untuk itu, kata Kisworo, pemerintah perlu membuat kebijakan dan program yang bisa memenuhi kebutuhan hidup para nelayan di Kotabaru. Kondisi kian sulit, ketika warga dihadapkan pada kenyataan, harga BBM yang mahal dan sulit untuk didapatkan.
"Kasihan nelayan, selain dihajar perubahan iklim, juga dampak akibat tata kelola di darat yang carut marut. Akhirnya pencemaran dari darat sampai ke laut menyebabkan ikan semakin sedikit," terang Kisworo kepada bakabar.com, Sabtu (2/9).
Baca Juga: Gelombang Tinggi, Nelayan Purworejo Tetap Gelar Sedekah Bumi
Oleh karena itu, Walhi Kalsel mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk meyediakan skema perlindungan terhadap para nelayan yang dari hari ke hari semakin terpinggirkan dan mengkhawatirkan.
Salah satu yang perlu didukung, ujar Kisworo, hadirnya keberpihakan dalam bentuk peraturan daerah (Perda). Perda khusus untuk nelayan yang melindungi hak mereka, saat tidak bisa melaut akibat krisis iklim.
"Walhi mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam," pungkasnya.