bakabar.com, BANJARMASIN – Jagat media sosial Banjarmasin kembali riuh. Kali ini oleh beredarnya kabar seorang remaja kabur.
Celakanya kabar yang berembus justru menyudutkan anak di bawah umur ini.
Dalam sebuah unggahan Facebookdisebut jika remaja perempuan berinisial AM (16) itu diduga kabur dari rumah untuk menginap di hotel bersama sang pacar.
Benarkah demikian? Setelah ditelusuri, rupanya siswi salah satu SMP negeri di Banjarmasin ini bukan kabur bersama pacar.
Melainkan, ia pergi dari rumah akibat trauma berkepanjangan oleh perlakuan kasar si bibi.
Hal itu terkuak seusai awak media berhasil menemukan lokasi AM mengamankan diri di kawasan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
“Saya sengaja kabur karena sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan beliau (bibinya),” ungkapnya saat berbincang dengan awak media di lokasi dia mengamankan diri, Kamis (16/6).
“Saya sering dikasari sampai dipukul, makanya saya lebih memilih kabur,” tambahnya.
Terakhir kali, AM mengaku mendapat perlakuan kasar dari bibinya itu sekitar sepekan lalu. Gara-garanya sepele. Ia kedapatan menggigiti kuku.
“Katanya anak perempuan itu tidak bagus kukunya pendek, jadi harus dipanjangkan,” ujarnya.
Gara-gara hal sepele itu, si bibi emosi lalu memukul hingga mencubit tangan AM.
“Semua anak buahnya (di warung) melihat saya diperlakukan seperti itu,” tambahnya.
Bibinya sendiri diketahui beralamat di kawasan Teluk Dalam, Banjarmasin Barat. Pemilik rumah makan tradisional.
AM mengaku tidak hanya sekali ini saja diperlakukan kasar. Selama dua tahun terakhir, perlakuan kasar kerap menimpanya.
Paling parah yang membuatnya trauma, ia pernah dibanting, dipukuli sampai dicakar oleh si bibi.
“Itu yang membuat saya lebih memilih kabur,” bebernya.
Selain itu, dia juga pernah dilempar menggunakan helm hingga mengenai kepalanya.
Pokoknya jika si bibi marah, apapun benda di tangannya pasti melayang. Pasti dilemparnya.
Tidak sampai di situ, rasa sakit hati terhadap bibinya tersebut juga dikarenakan informasi yang tersebar di media sosial. Yang menyebut dirinya kabur ke hotel bersama pacar itu.
“Saya juga kaget kenapa sampai sebegitunya membuat pengumuman. Itu mengada-ngada,” ujarnya.
“Yang benar itu saya naik ojek dan kabur ke rumah keluarga angkat saya. Karena di sini (rumah keluarga angkatnya) saya merasa lebih aman dan nyaman dibanding di rumah bibi,” ungkapnya.
Kemudian, raport maupun SKHU milik remaja yang baru menyelesaikan ujian akhir di salah satu SMP Negeri itu juga ditahan oleh bibinya. Tujuannya agar si anak mau kembali ke rumah.
“Saya tahunya dari guru di sekolah. Katanya raport dan SKHU saya sudah diambil sama bibi. Padahal saya belum ada tandatangan dan cap tiga jari,” imbuhnya.
“Keluarga yang lain juga tahu bagaimana kondisi saya selama diasuh oleh bibi. Makanya kemarin paman saya yang di Pelambuan terpaksa harus berdebat dengan bibi agar raport dan SKHU saya bisa diambil. Tapi beliau (bibi) tetap ngotot tidak mau ngasih,” bebernya lagi.
Ortu Lepas Tangan
Benar saja. Berdasar pengakuan AM, ia hidup di Banjarmasin hanya numpang di tempat bibinya yang berlokasi di Jalan Sutoyo S, Banjarmasin Barat.
Sedang orangtua kandungnya sudah lepas tangan. Ibu kandung entah ke mana. Ayah kandung juga masa bodoh dengan nasibnya.
Alhasil ia terpaksa ikut bibinya.
“Sebelum ikut bibi saya diasuh oleh orangtua angkat saya. Tapi sekarang mama (ibu angkat) kerja jadi TKI. Makanya saya terpaksa ikut bibi,” katanya.
A sendiri sudah ikut bersama keluarga angkatnya sejak bayi. Namun setelah masuk ke sekolah menengah ia kembali ikut dengan bibinya.
Setelah kejadian ini, remaja belia yang sangat ingin melanjutkan pendidikannya ke salah satu SMK Negeri di Kabupaten Banjar itu sudah tidak ingin berurusan dengan bibinya.
“Saya sudah tidak tahan lagi, sudah nyaman di tempat keluarga angkat. Tidak mau kembali ke sana,” tutupnya.
Beruntung kabar tersebut langsung direspons oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Banjarmasin.
Kepala DPPPA Banjarmasin, Madyan beserta jajaran UPT PPA Banjarmasin, langsung menuju lokasi tempat si anak mengamankan diri.
Menurut Madyan, hal pertama yang harus dilakukan pihaknya adalah menyelamatkan nasib si anak terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan usianya yang masih masuk usia sekolah.
“Karena mau melanjutkan sekolah, kita fasilitasi untuk melanjutkan sekolah,” tuturnya.
Namun, karena dalam kasus ini ada indikasi kekerasan, maka pihaknya akan kembali melakukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
“Apakah nanti perlu tenaga psikolog atau lainnya untuk menghilangkan trauma pada si anak ini,” ucap Madyan.
“Mungkin karena kejadian kekerasan yang dialaminya ini masih baru, untuk sementara yang bersangkutan masih trauma,” tambahnya.
“Makanya nanti perlu kami adakan mediasi antara si anak dan bibinya yang disebut berbuat kasar tadi,” pungkasnya.
Lantas, apa ada rencana menggandeng kepolisian mengingat dalam kasus ini ada pengakuan anak yang merasa trauma akibat perlakuan kasar bibi yang mengasuhnya?
Madyan mengaku jika perlu bisa saja. Tapi andai bisa, sudah cukup di dinas saja,
“Tapi kalau misalnya deadlock [buntu] di kita, misalnya ada keinginan dari anak tadi untuk melanjutkan sekolah, tapi segala berkas ditahan oleh bibinya, baru akan minta bantuan PPA dari Polres,” tandasnya.