Cek Fakta

[CEK FAKTA] Lucinta Luna Cangkok Rahim, Benarkah Bisa Hamil?

Pada Juli 2022 lalu, Lucinta Luna mengaku sempat menjalani prosedur operasi cangkok rahim. Pengakuan ini kembali menguar di media sosial

Featured-Image
Lucinta Luna. Foto-Istimewa

bakabar.com, JAKARTA – Pada Juli 2022 lalu, Lucinta Luna mengaku sempat menjalani prosedur operasi cangkok rahim. Pengakuan ini kembali menguar di media sosial beberapa waktu belakangan.

Adalah @tanyakanrl, akun Twitter yang mengungkit kabar tersebut. Akun ini mengunggah foto Lucinta ketika menjadi bintang tamu di kanal YouTube Denny Sumargo pada 12 Oktober 2022, di mana dirinya membahas soal operasi rahim demi menjadi seorang ibu.

Unggahan tersebut dilengkapi dengan keterangan “Katanya dia abis operasi pasang rahim trus setelah itu ngalamin keputihan & menstruasi… ini beneran bisa kah…” Hingga tulisan ini dibuat, konten itu sudah dilihat oleh lebih dari 3,4 juta orang.

Lantas, benarkah wanita transgender yang sudah menjalani operasi rahim bisa hamil?

Penelusuran Fakta

Berdasarkan penelusuran bakabar.com, cangkok rahim merupakan prosedur pembedahan yang relatif baru. Prosedur ini diperkenalkan sebuah klinik di Ohio, Amerika Serikat, di mana pada dasarnya hampir mirip dengan cangkok organ tubuh lain dalam dunia medis.

Namun, prosedur pembedahan ini masih bersifat eksperimental. UT Southwest Medical Center bahkan menyebut banyak dokter kandungan yang tak merekomendasikan transplantasi rahim karena risiko komplikasi tinggi.

Meski begitu, risiko yang demikian tidak menyurutkan niat wanita transgender untuk melakukan cangkok rahim. Sejumlah ahli bahkan meyakini prosedur ini dapat membuat wanita transgender hamil.

Salah satunya yang mempercayai hal itu adalah Narendra Kaushik. Ahli bedah asal New Delhi, India, ini optimis bahwa, secara teori, wanita transgender tetap bisa memiliki anak dengan cara In Vitro Fertilisation (IVF) atau bayi tabung.

Sebelum menjalani transplantasi rahim, dokter perlu melihat kesehatan sosial, fisik, dan mental dari wanita transgender. Mereka kemungkinan juga diharuskan mengonsumsi berbagai hormon, termasuk melakukan terapi penggantian hormon (HRT).

HRT biasanya menyediakan estrogen dan progesteron. Usai ketebalan dinding rahim lebih dari tujuh milimeter, mereka masih harus mengonsumsi suplemen progesteron. Setelah itu, barulah mereka bisa melakukan cangkok rahim.

Rahim itu sendiri, lazimnya, didapatkan dari donor yang sudah meninggal. Setelah berhasil ditransplantasi, dokter tidak bisa serta merta melanjutkan prosedur IVF. Setidaknya mereka harus menunggu selama enam bulan.

Selama masa penyembuhan itu, tak menutup kemungkinan tubuh pasien akan menolak rahim barunya. Sebab itulah, mereka harus menggunakan imunosupresan guna mengurangi potensi terjadinya hal ini.

Penolakan tubuh akan rahim baru itu pernah dialami seorang wanita transgender. Daily Star mengabarkan kalau transplantasi rahim pada wanita transgender memang pernah dilakukan. Sayangnya, dia meninggal karena komplikasi beberapa bulan setelah prosedur itu selesai.

Meskipun prosedur eksperimental telah dilaksanakan, sayangnya hingga kini tidak ada cukup penelitian untuk memastikan, apakah orang yang terlahir berjenis kelamin laki-laki bisa hamil dan mengandung bayi selama 9 bulan.

Terkait hal itu, dr. Sepriani Timurtini Limbong dari KlikDokter menilai cangkok rahim pada wanita transgender mustahil membuatnya hamil. Kehamilan bukan hanya perkara ada atau tidaknya organ yang bisa menampung janin, tetapi ada atau tidaknya hormon estrogen.

Sekali pun wanita transgender disuntik hormon estrogen, tetap saja dia tidak memiliki bakal sel telur. Sebab, sel telur sendiri sudah terbentuk sejak masih dalam kandungan.

Kesimpulan: Klaim Lucinta yang melakukan transplantasi rahim demi melahirkan anak sendiri masih diragukan. Sebab hingga kini, belum ada penelitian yang membuktikan hal itu. Malahan, prosedur cangkok rahim berisiko tinggi menyebabkan komplikasi.

Editor


Komentar
Banner
Banner