bakabar.com, MARTAPURA – Advokat Supiansyah Darham pasang badan terhadap nasibsopir dan tongkang batu bara PT Antang Gunung Meratus (AGM).
Sampai hari ini, ribuan sopir AGM menganggur imbas penutupan jalan angkutan khusus batu bara atau hauling 101 di Suato Tatakan, Kabupaten Tapin.
Mereka para jasa angkutan batu bara sudah menganggur tiga pekan, sejak Polda Kalsel menutup jalan lintasan sopir AGM 27 November silam.
Blokade jalan hauling buntut laporan PT Tapin Coal Terminal (TCT) imbas sengketa tanah dengan PT AGM.
“Saya diminta para sopir jadi kuasa hukum mereka. Setelah saya dengar cerita mereka saya ikut prihatin dan siap pasang badan,” ujarnya kepada bakabar.com.
Pihak yang didampinginya, yaitu Asosiasi Jasa Angkutan Batu Bara dan Tongkang Tapin, yang dimotori Mahyuddin dan Setyawan Budiarto.
Curhat Sopir Truk Batu Bara Soal Upah Saat Demo Hauling 101 Tapin
Supiansyah menyebut Polda Kalsel seakan telah memberi harapan palsu (PHP) kepada para pekerja. Saat demonstrasi Kamis (16/12) silam Polda berjanji membuka hauling 101.
“Katanya kemarin itu mau OTW [pergi] ke Rantau mau membuka blokade, nyatanya sampai hari ini belum dibuka juga,” katanya.
Oleh karenanya, jika sampai Senin besok belum dibuka, Supiansyah memastikan para sopir angkutan bakal kembali berdemo dengan massa lebih besar.
“Bakal membawa anak istri,” ucapnya.
Menurutnya, karena perkara ini masih berproses di Pengadilan Rantau, mestinya polisi menyelesaikan dulu perkara perdatanya.
“Ini kan kasus perdata, harusnya jangan ditutup dulu jalan, selesaikan dulu perdatanya sampai ada putusan pengadilan, baru lanjut perkara pidananya,” ucapnya.
Ia menduga dengan cara seperti itu Polda Kalsel telah melawan empat peraturan sekaligus. Yakni Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 1 tahun 1956, Surat Edaran MA (SEMA) RI nomor 4 tahun 1980.
Kemudian surat panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan Kejagung nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 22 Januari 2013, serta Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 61 dan 62.
“Jika masalah ini tidak selesai, maka kami akan meminta perlindungan hukum ke Kompolnas, Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Mabes Polri, dan Menkopolhukam,” pungkasnya.
Police Line dan penutupan jalan di KM 101 Tapin oleh PT TCT berawal dari laporan PT TCT terkait penggunaan lahan di jalan underpass KM 101 ke Polda Kalsel.
Padahal di lahan tersebut telah ada perjanjian yang melibatkan PT AGM dan Anugerah Tapin Persada (ATP), yang belakangan kepemilikannya beralih ke TCT.
Perjanjian yang diteken 11 Maret 2010 itu adalah tukar pakai tanah antara PT AGM dan PT ATP. Di mana PT ATP berhak untuk menggunakan tanah PT AGM seluas 1824 m2 di sebelah timur underpass KM 101 untuk jalan hauling ATP.
Kemudian, PT AGM berhak memakai tanah PT ATP di sebelah barat underpass KM 101 untuk jalan hauling PT AGM. Sebagai bagian dari kesepakatan perjanjian 2010 tersebut, terdapat tiga poin yang mengikat kedua perusahaan. Pertama, perjanjian berlaku sepanjang tanah tukar pakai masih digunakan untuk jalan hauling.
Kedua, Perjanjian tidak berakhir dengan berpindahnya kepemilikan tanah. Ketiga, Perjanjian berlaku mengikat kepada para pihak penerus atau pengganti dari pihak yang membuat perjanjian.
Lantaran secara sepihak mengingkari adanya perjanjian yang sudah berlaku dan berjalan baik selama satu dekade ini, PT AGM menggugat PT TCT di Pengadilan Negeri Tapin pada 24 November 2021.
Gugatan terkait keabsahan Perjanjian 2010 tersebut sudah masuk sidang perdana pada 8 Desember lalu dan akan terus berlangsung. Sampai berita ini diturunkan, bakabar.com masih berupaya mengontak Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Rifai.
Efek Ganda Konflik AGM Vs TCT
Sengketa jalan hauling Kilometer 101, Suato Tatakan, Kabupaten Tapin diyakini bakal berdampak luas.
Pakar Ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Muhammad Handry Imansyah menilai penutupan jalan tambang tersebut akan berefek ganda.
"Semua kegiatan ekonomi terkait batu bara dan transportasi jelas akan terganggu," katanya kepada bakabar.com.
Dirinya mengakui memang Tapin termasuk daerah yang sangat bergantung dengan sektor batu bara. Namun sayangnya, hanya dikuasai segelintir orang saja.
"Rakyat kebanyakan hanya dapat remah-remah saja seperti sekarang ini, para pengusaha berkonflik, yang terimbas rakyat kecil yang pendapatannya harian," singgungnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Peran pemerintah cukup menentukan. Jika sesama pihak tak bisa menyelesaikan solusi, maka pemerintah harus turun tangan menengahi.
Bila konflik seperti ini dibiarkan berlama-lama jelas akan mengganggu perekonomian secara menyeluruh. Yang dikorbankan selalu warga kecil.
"Artinya pemerintah melalui aparat keamanan harus menyelamatkan kepentingan umum. Itulah utama pemerintah," tekannya.
"Di sini peran pemerintah seharusnya bisa membuka blokade dan diselidiki apa penyebabnya. Pemerintah harus jadi mediator," tukas guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM ini.
21 hari sudah jalan angkutan batu bara di Km 101, Suato Tatakan ditutup. Polda Kalsel membenarkan penutupan seiring berjalannya penyidikan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum). Ada dugaan pengrusakan dan penyerobotan tanah seluas 2.000 m².
"Ya proses penyidikan berjalan," ujar Direktur Reskrimum Polda Kalsel, Kombes Pol Hendri Budiman.
Seteru antar-dua perusahaan besar itu berbuntut panjang. Ribuan warga terkena imbas. Sopir truk batu bara, hingga pekerja kapal tongkang tak lagi bekerja sejak jalan ditutup.
Tuntutan agar jalan itu kembali dibuka berkumandang. Gelombang aksi unjuk rasa terus mengalir. 7 Desember lalu, massa membuat surat terbuka ke Presiden dan Kapolri yang dipasang di pinggir jalan.
Selain itu, mediasi yang ditengahi wakil rakyat di Tapin juga sudah dilakukan. Namun menemui jalan buntu.
Puncaknya, Senin (13/12), aksi unjuk rasa kembali digelar. Kali ini massa yang turun cukup banyak. Ada ribuan. Yang turun tak hanya para laki-laki, tapi juga emak-emak. Massa sampai memblokade jalan nasional yang lokasinya tak jauh dari titik aksi.
"Tolong banar [benar] dibuka jalan, kami sudah dua minggu lebih tidak bekerja. Persediaan di rumah sudah menipis. Anak istri nanti mau makan apa. Kami cuma berharap upah harian," keluh Yunus, pekerja kapal tongkang batu bara.
TCT bergeming. Kuasa Direksi PT TCT, Markus Wibisono bilang pihaknya tetap berjalan sesuai koridor hukum.
"Dan sementara dalam proses hukum ini, maka jalan tersebut masih tidak dapat digunakan," ujar Markus melalui WhatsApp, Senin (13/12) malam.
Seharusnya, kata dia, produksi batu bara PT AGM tetap dapat berjalan. Dengan melalui pelabuhan lainnya. Tanpa mengorbankan kehidupan dan ekonomi ribuan pekerja.
"Tidak ada yang menghalangi PT AGM menggunakan pelabuhan lain, justru mereka yang membuat masyarakat pekerja kehilangan pendapatan karena tak mau pakai pelabuhan lain," ujarnya.
PT AGM merupakan raksasa tambang batu bara sekaligus pemegang salah satu PKP2B di Kalsel di bawah bendera PT Baramulti Suksessarana Tbk
Sementara TCT, berdasar, data Kementerian ESDM, merupakan perusahaan jasa terminal dan angkutan batu bara terbesar di Tapin. Dimiliki oleh Muhammad Zaini Mahdi atau lebih dikenal Haji Ijay dan adiknya Muhammad Hatta atau Haji Ciut.