bakabar.com, JAKARTA - Bisnis ruang perkantoran di Jakarta mandek. Jones LangLaselle (JLL) Indonesia membeberkan analisa itu.
Okupansi perkantoran di Jakarta masih belum pulih usai pandemi Covid-19. Mandek di level 70 persen pada kuartal III/2023.
Apa penyebab utamanya? Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim melihat permintaan yang relatif masih terbatas dan perpindahan tenant menuju gedung yang lebih berkualitas.
Baca Juga: Pengusaha Angkat Menyoal Penerapan WFH-WFO Perkantoran Terkait Polusi
"Permintaan yang relatif masih terbatas dan perpindahan tenant menuju gedung yang lebih baru dengan kualitas yang lebih baik masih menjadi penyebab utama," katanya dalam agenda media briefing di Jakarta, Rabu (18/10)
Lebih rincinya. Dalam catatan JLL. total penambahan suplai ruang perkantoran di kawasan CBD Jakarta mencapai 41.600 meter persegi.
Dengan demikian, total suplai ruang perkantoran di area CBD Jakarta mencapai 7 juta meter persegi.
Seiring dengan suplai yang terus bertambah, tingkat sewa ruang perkantoran terpantau mengalami penurunan.
Di mana, tingkat sewa grade A area kantor susut 1,9 persen dibandingkan kuartal sebelumnya dengan rata-rata Rp207.580 per meter persegi.
Yunus mengamati beberapa gedung dengan kualitas yang lebih tinggi dan tingkat hunian di atas rata-rata memilih untuk mempertahankan harga sewanya.
"Sementara harga sewa terus mengalami tekanan secara keseluruhan," tambah Yunus.
Baca Juga: Desain Tata Kota IKN, Luhut Targetkan Sudah Ada dalam Enam Bulan
Kemudian, mandeknya tingkat hunian area perkantoran juga tercermin di kawasan non-CBD dengan tingkat okupansi mencapai 71 persen.
Hingga periode 9 bulan pertama 2023 tidak tercatat adanya tambahan suplai. Namun demikian harga sewa juga terpantau mengalami penyusutan 0,57 persen dibanding kuartal sebelumnya.
Adapun, rata-rata harga sewa untuk area perkantoran non-CBD tercatat di level Rp105.870 per meter persegi.