bakabar.com, JAKARTA – Baru-baru ini beredar kisah viral, besan saling jatuh cinta dan berujung pernikahan. Hal ini dialami oleh pengguna TikTok @yeniindriyani01, di mana ia mengunggah video pernikahan ibunya dengan ayah mertuanya sendiri.
“Ini pernikahan ayah mertuaku sama ibu kandungku. Gak nyangka juga bakalan jadi, karena awalnya cuman becandaan. Jadi sekarang ayah tiriku adalah mertuaku, dan uniknya lagi suamiku adalah kakak tiriku,” tulis Yeni pada unggahan TikTok tersebut.
Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, Islam telah memberikan panduan yang lengkap dan detail dalam hal pernikahan, syarat, rukun, sunnah atau tujuan menikah, mulai dari dorongan untuk menikah, metode untuk memilih pasangan yang ideal, mempersiapkan pernikahan, cara mendidik anak.
“Serta memberikan solusi untuk masalah rumah tangga, hingga pembagian rezeki dan warisan,” katanya.
Ia mengatakan, dalam hukum Islam perempuan yang haram dinikahi atau menjadi mahram dibagi menjadi dua yakni mahram muabbad dan muaqqat.
“Mahram muabbad (permanen) adalah kondisi wanita yang haram dinikah selama-lamanya, bagaimana pun situasi dan keadaannya, sedang mahram muaqqat adalah mahram tidak boleh dinikahi dalam keadaan tertentu (temporal),” terangnya.
Lebih lanjut, ketika sepasang laki-laki dan wanita memasuki pintu pernikahan, ada konsekuensi kemahraman yang terjadi karenanya. Sebagian dari keluarga suami akan menjadi mahram muabbad bagi istrinya. Begitupula sebaliknya.
“Namun hal tersebut pengecualian terhadap pernikahan antara besan (ayah mertua dengan ibu kita yang janda, atau sebaliknya ayah kita menikahi ibu mertua yang janda) keduanya tidak masuk pada hubungan mahram yang dilarang dalam pernikahan,” ucapnya.
Berikut ini adalah tiga jenis pernikahan yang dilarang dalam Islam:
1. Hubungan darah/nasab (Al-Qarabah)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-lak, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang,” (QS. An-Nisa: 23).
2. Hubungan persusuan (Radha’ah)
وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ
Artinya: “Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan,” (QS. An-Nisa: 23).
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
Artinya: “Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan,” (Muttafaqun ‘alaihi).
3. Hubungan karena pernikahan (Mushaharah)
وَلاَ تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاء
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu.” (QS.An-Nisa : 22).
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
Artinya: “……ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu);…” (QS. An-Nisa: 23).
“Sebagai anak tentunya kita bersyukur atas tujuan kebaikan dan kemaslahatan pernikahan tersebut, terlebih jika melihat usia yang keduanya lanjut, kita berharap adalah tujuan ibadah, menjauhkan dari kemaksiatan dan zina,” terang Ustadz Ainul.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengharamkan kebaikan-kebaikan yang telah Allah halalkan untuk kalian dan janganlah kalian melampaui batas! Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (QS Al-Maidah: 87). (okz)
Editor: Syarif