bakabar.com, JAKARTA - Sebuah video soal nyeri haid viral di TikTok belakangan ini. Dalam video singkat tersebut menyatakan nyeri haid bisa hilang setelah seorang perempuan menikah.
Mengomentari hal tersebut, dokter spesialis obstetri dan ginekologi Muhammad Fadli mengatakan bahwa anggapan di atas hanyalah mitos.
"Itu mitos. Kalau kita disuruh hamil, kan, enggak jadi menstruasi, jadi enggak sakit, dong. Nanti kemudian ada fase enggak menstruasi di fase menyusui," ujar Fadli, mengutip CNN (17/2).
Lebih lanjut Fadli menjelaskan, nyeri haid atau dismenore bisa dibagi jadi dua, yakni primary dysmenorrhea dan secondary dysmenorrhea.
Di mana Primary dysmenorrhea disebabkan oleh zat prostaglandin. Zat ini membuat dinding rahim berkontraksi sehingga timbul nyeri atau kram selama haid.
Sementara secondary dysmenorrhea disebabkan penyakit penyerta, termasuk kista endometriosis, miom, infeksi atau pelvic inflammation disease (PID).
"Kita harus tahu penyebabnya, primer atau sekunder. Kalau primer itu genetik, hasil cek bagus, tapi masih sakit. Itu ambang nyeri orang beda-beda," ujarnya.
Sementara itu, dismenore sekunder akan memerlukan penanganan lebih intensif dan ada tata laksana khusus termasuk obat, terapi hormon dan pembedahan.
Lantas, kapan nyeri haid perlu ditindaklanjuti dengan ke dokter?
Nyeri atau kram selama haid adalah normal. Namun, jika sakit tak tertahankan sampai mengganggu aktivitas dan harus minum obat, Anda patut curiga.
Fadli menjelaskan, saat pemeriksaan pasien akan diminta untuk menilai rasa sakitnya lewat visual analog scale. Ada skala nyeri yang dinilai di angka 0-10.
"Kalau 10 itu sakitnya kayak mau loncat dari gedung. Kalau masih 3 atau di bawah 3, maka mungkin itu batasan normal. Terasa kram tapi masih bisa aktivitas, bisa diredakan dengan kompres hangat," imbuhnya.