bakabar.com, BANJARMASIN – BEM se-Kalimantan Selatan (Kalsel) tak hadir dalam undangan dialog dengan anggota DPR RI asal Banua, M Rifqynizamy Karsayuda.
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR RI itu menggelar acara ‘Ngopi’ atau ‘Ngobrol Pintar’ bersama sejumlah organisasi mahasiswa di salah satu kafe bilangan Banjarmasin Timur, Sabtu (17/10) malam.
Dalam beberapa sesi bincang-bincang tersebut, Rifqynizamy membahas persoalan disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sedang ramai mendapat penolakan belakangan ini.
Kendati demikian, BEM se-Kalsel, salah satu organisasi yang paling menyoroti kebijakan tersebut, menolak untuk hadir.
Politisi yang sebelumnya pernah menjadi seorang pengajar di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Kalsel itu pun menyayangkan hal tersebut.
“Malam ini sebenarnya merupakan sebuah momentum untuk kita saling berdiskusi. Pimpinan BEM se-Kalsel sudah kita undang, tapi saya mendapat kabar kalau kawan-kawan menolak undangan kami. Saya tidak paham, saya merasa tidak pernah ada masalah dengan kawan mahasiswa. Malah sebetulnya dengan cara berdialog seperti ini harusnya berbagai persoalan bisa kita hadapi,” katanya.
Namun, Rifqy mengaku tak terlalu ambil pusing soal tidak hadirnya satupun anggota dari BEM se-Kalsel. Sebab menurutnya hal tersebut merupakan hak prerogatif dari setiap orang.
“Monggo saja, tidak ada masalah, nanti silahkan dicermati bersama, pasal dan ayat dalam UU Cipta Kerja ini. Sejak awal saya katakan tidak ada yang haram untuk kita merevisi, kendati UU ini baru disahkan, semuanya demi kebaikan bangsa dan negara termasuk banua kita ke depan,” katanya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai PDI-Perjuangan itu mengatakan, sebagai perwakilan Kalsel yang duduk di Senayan, ia selalu membuka diri untuk untuk berdiskusi dengan siapapun terkait UU Cipta Kerja.
“Yang pro maupun kontra semua harus kita hormati. Kendati demikian, kami menghimbau jika ada pandangan yang berbeda soal Omnibus Law ini, maka silahkan saja untuk melakukan Yudisial Review,” katanya.
BEM se-Kalsel sendiri nampaknya masih memegang teguh prinsipnya. Sejak aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja jilid II di depan Kantor DPRD Kalsel, Kamis (15/10) lalu, mereka telah menolak untuk berdialog dengan perwakilan pemerintah.
Mereka seakan-akan sudah tak percaya dengan para wakil rakyat dan terus menggaungkan #MosiTidakPercaya.
Orang-orang yang duduk di kursi parlemen itu mereka anggap sebagai pihak yang gagal dalam menyampaikan aspirasi rakyat.
Hanya satu tuntutan yang mereka inginkan, yakni mendatangkan Joko Widodo ke Kalsel dan terbitkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja secepatnya.
Sementara itu, sejumlah mahasiswa dari organisasi di bawah naungan Cipayung Plus Banjarmasin nampak menghadiri dialog tersebut. Meski begitu, mereka tetap berprinsip untuk menolak dan menyayangkan disahkannya UU Cipta Kerja.
“Kita jelas menolak. Sebab melihat dari kajian-kajian selama ini oleh teman-teman di pusat dan daerah yang juga menolak,” kata Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Banjarmasin, Muhammad Faisal Akbar.
Lebih jauh, Faisal menyampaikan, kalau pihaknya akan kembali menuntut para wakil rakyat untuk mempertanggungjawabkan UU Cipta Kerja.
“Insyallah, Senin (19/10) kami akan menggelar dialog rakyat. Kami mengundang anggota dewan dari DPR RI, DPD RI asal Kalsel untuk mempertanggungjawabkan disahkannya Omnibus Law,” katanya.
Rifqinizamy sendiri mengaku akan siap berhadir dalam dialog tersebut.
“Saya akan berhadir kalau disehatkan badan dan tak ada aral melintang. Saya juga berharap teman kita asal Kalsel di DPR RI dan DPD RI juga bisa hadir,” katanya.
Sebab, kata dia, diminta untuk mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang sudah diputuskan, merupakan permintaan yang sangat rasional.
“Kita tidak boleh lari, kita harus hadapi. Karena jangan sampai hanya di pemilu kita mencari suara, tapi pada saat report kinerja malah kita tidak siap bertanggung jawab,” katanya.