Hot Borneo

Bejatnya Guru Cabul di Banjarmasin, Akali Murid Bikin Video Asusila

Kelakuan bejat oknum guru honorer laki-laki di salah satu SD negeri di Banjarmasin berinisial MPH (28) akhirnya terbongkar.

Featured-Image
Kasus guru cabul ini kini tengah ditangani penyidik Subdit IV Cyber Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan (Kalsel). Foto-apahabar/Syahbani

apahahar.com, BANJARMASIN - Kelakuan bejat oknum guru honorer di salah satu sekolah dasar negeri di Banjarmasin berinisial MPH (28) akhirnya terbongkar. 

Pria itu jadi tersangka atas kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Korbannya tak lain adalah muridnya sendiri, laki-laki berinisial NR. 

Kasus guru cabul ini kini tengah ditangani penyidik Subdit IV Cyber Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan (Kalsel).

"MPH ini seorang guru honorer di salah satu SDN dan membuka bimbingan belajar," ujar Direktur Reskrimsus Polda Kalsel, Kombes Pol Suhasto, Selasa (20/6).

Sedikitnya ada 30 video yang dibuat MPH.
Sedikitnya ada 30 video yang dibuat MPH.

Kasus ini terungkap setelah orang tua NR membuat laporan polisi pada 6 Juni 2023 lalu. Mereka tak terima dengan apa yang dilakukan MPH terhadap anaknya.

Atas laporan tersebut polisi melakukan penyelidikan. Bukti-bukti atas kejahatan MPH didapat. Dia kemudian ditangkap di rumahnya di komplek Benua Indah, Sungai Lulut, pada 14 Juni 2023.

Dari hasil penyidikan terungkap perbuatan tak senonoh yang dilakukan MPH terjadi hampir satu tahun. Kurun waktunya dari Agustus 2022 - Mei 2023.

"Lokasinya di komplek Timur Perdana 1, Jalan Veteran, Kilometer 5,5, Sungai Lulut, Banjarmasin, dan Martapura Lama, Kilometer 7,5 komplek Benua Indah, Sungai Lulut, Banjar," jelas Suhasto.

Baca Juga: Motif Pembunuhan Pensiunan PNS di Palangka Raya Terungkap!

Baca Juga: Kurang dari 24 Jam, Pria Tenggelam di Sungai Kuin Banjarmasin Ditemukan

Dalam melancarkan aksinya MPH begitu licik. Skenario sarat dengan tipu muslihat diatur dengan sedemikian rupa. NR lantas masuk dalam perangkapnya.   

MPH sengaja memakai jasa video call sex (VCS) bernama Jasmine di media sosial. Atas perintah MPH pemilik akun tersebut disuruh menghubungi NR. 

Bujuk rayu pun dilakukan agar NR mau melakukan VCS. Korban pun luluh dan mau melakukannya. Tak sadar dia sudah masuk perangkap. VCS itu direkam.

Pascakejadian itu, sebuah akun Instagram bernama @loveyourloveeer menghubungi NR. Dia mengancam menyebarkan rekaman VCS ke publik. 

NR kemudian diperas. Dia diminta membayar sejumlah uang serta membuat video asusila baru berupa sex oral. "Ternyata akun yang mengancam akan menyebarkan VCS tersebut milik MPH," ungkap Suhasto.

MPH pun kemudian berpura-pura datang sebagai pahlawan. Dia bersedia membantu korban dengan membayarkan uang yang diminta, termasuk membuat video oral sex bersama NR.

"Jadi seolah-olah dia jadi pahlawan, karena akan membayarkan duit yang diminta tadi. Padahal dia sendiri," jelas Suhasto.

Video tak senonoh itu pun dibuat di tempat MPH. Menggunakan smartphone, lengkap dengan tripod plus lampu pendukung. Layaknya produksi film porno.

Hasil dari penelusuran polisi ditemukan sedikit ada 30 video yang dibuat. Rinciannya, lima video berdua tanpa melakukan apapun dan 25 video asusila. "Jadi total video yg ada 30 video," beber Suhasto.

Fakta baru terungkap di penyidikan, diduga NR bukan korban satu-satunya. Polisi menemukan ada enam anak laki-laki yang diduga menjadi korban keganasan MPH.

"Dari pendalaman diduga ada enam korban lain. Tapi kita tak perlu menyebutkan inisialnya. Tapi kita akan terus melakukan pendalaman. Apakah sampai enam itu saja atau bertambah," ucap Suhasto.

Lantas apa alasan MPH menjadikan anak didiknya sebagai korbannya? 

"Alasannya pelaku melakukan asusila terhadap anak di bawah umur, karena mudah dikendalikan. Juga karena pelaku sering bersosialisasi dengan anak karena seorang guru bimbel tingkat SD dan SMP," jelasnya.

Atas perbuatannya, MPH dijerat pasal berlapis. Pasal 82 ayat (1) dan (2) jo pasal 76E Undang-undang nomor 17 tahun 2016 dan Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Ancaman hukumannya 5 sampai 15 tahun. Ada diatur terhadap pelaku sebagaimana dalam ayat 4 dan 5 dapat dilakukan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik," pungkas Suhasto.

Editor


Komentar
Banner
Banner