Pemilu 2024

Bawaslu Sebut Hoaks Masih Rawan di Pemilu 2024

Berita bohong atau hoaks masih perlu menjadi perhatian karena masih rawan digunakan untuk kepantingan tertentu pada pemilu 2024.

Featured-Image
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (14/5/2023). ANTARA/Tri Meilani Ameliya

bakabar.com, JAKARTA - Berita bohong alias hoaks masih menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pemilu 2024 mendatang. Karena itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu bekerja ekstra untuk mengantisipasi hal tersebut.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengakui berita bohong atau hoaks sebagai titik rawan dalam pemilihan umum (pemilu) yang tak terhindarkan di era digitalisasi saat ini.

“Hoaks atau berita bohong merupakan variabel titik rawan dalam pemilu dan pemilihan yang sifatnya tidak terhindarkan di masa digitalisasi dewasa ini,” kata Bagja di Jakarta, Sabtu (12/8).

Baca Juga: Bawaslu Belum Kantongi Temuan PPATK Rp1 Triliun Mengalir ke Parpol

Bagja mengatakan hoaks berbahaya karena menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Kenyataan itu terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

Selain itu, apabila hoaks tidak dapat ditangani maka dapat menurunkan pula kredibilitas dan integritas penyelenggaraan pemilu, yang akan berakibat pada kualitas pemilu yang menurun dan merusak rasionalitas pemilih.

Pada tingkatan ekstrem, hoaks dapat mengakibatkan konflik sosial, ujaran kebencian dan propaganda, serta membesarnya disintegrasi nasional.

“Kemudian yang kelima, menjadi contoh pemilihan lain di berbagai level sehingga kemudian akan menjadi persoalan di seluruh tingkatan pemilihan,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), dia memaparkan bahwa ada 9.814 temuan isu hoaks seluruh kategori pada Agustus 2018 hingga April 2022.

Sedangkan, 922 isu hoaks ditemukan pada rangkaian Pemilu 2019, dengan 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak pemilu.

Baca Juga: Ganjar Minta Relawan Tak Sebar Hoaks Jelang Pemilu 2024

Adapun pada Pilkada 2020, tambah dia, ditemukan 65 isu hoaks. “Kemudian diseminasi ke kementerian dan lembaga masyarakat 65, kemudian total sebaran ada 1.004, kemudian yang diajukan untuk di-take down 393,” paparnya.

Selain isu hoaks, Bagja menuturkan tantangan lainnya yang menjadi titik rawan pada Pemilu Serentak 2023 adalah politisasi SARA; politik uang dan penyalahgunaan anggaran; pelanggaran netralitas ASN, TNI/Polri, dan kepala desa; serta data dan pemutakhiran data pemilih; hingga kerumitan pemungutan atau penghitungan suara dan memperoleh hasil.

Dia menambahkan bahwa tantangan pengawasan pemilu pada pemekaran daerah otonomi baru (DOB), yaitu rekrutmen yang saat ini tengah dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, perubahan regulasi di tingkat KPU dan Bawaslu, serta penataan ulang atas dapil dan alokasi kursi.

“(Lalu) administrasi kependudukan; penambahan anggaran; pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dan pencalonan kepala daerah; dan menguatnya polarisasi antarsuku di Papua, ini khusus untuk DOB; kemudian tingginya konflik kepentingan pada jabatan pelaksana tugas,” tukasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner