bakabar.com, MARABAHAN - Sudah mulai habis kesabaran warga Desa Sungai Pitung di Kecamatan Alalak, Barito Kuala (Batola), terhadap keberadaan insinerator atau pabrik pengelola limbah medis di lingkungan mereka.
Atas kesepakatan bersama, mereka memasang tiga spanduk yang berisi tuntutan agar insinerator segera ditutup, karena dinilai telah mencemari lingkungan.
"Kami warga Desa Sungai Pitung, Kecamatan Alalak, Batola, menolak perusahaan pabrik limbah medis beroperasi di wilayah kami," demikian isi salah satu spanduk yang dipampang di pinggir jalan desa.
Tidak hanya di jalan, spanduk dengan tulisan bernada serupa juga terpampang di pagar bangunan UPT Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) Batola.
"Segera tutup pabrik limbah medis yang mencemari lingkungan kami. Kasihan anak cucu kami!!!" seru warga dalam tulisan yang terpampang di spanduk.
Baca Juga: Dituntut Segera Ditutup, DLH Batola Klaim Insinerator di Sungai Pitung Sesuai Aturan
Pemasangan spanduk tersebut hanya sebagian dari bentuk protes warga. Sebelumnya mereka sudah menyampaikan aspirasi melalui pemerintah desa setempat, tetapi tak kunjung digubris.
Bahkan keinginan agar operasional insinerator dihentikan, juga telah disampaikan kepada Pemkab Batola melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
"Intinya kami menginginkan ditutup saja. Penyebabnya kami sudah lama terdampak bau, asap dan jelaga," papar Ketua RT 4 Desa Sungai Pitung, Parman, Jumat (20/10).
"Sebenarnya keluhan kami sudah disampaikan sejak pabrik beroperasi sekitar awal 2022. Namun tidak pernah direspons," tegasnya.
Ironisnya warga mengeklaim bahwa pemerintah tidak mensosialisasikan pembangunan insinerator dengan baik.
"Awalnya kami hanya diminta menandatangani persetujuan pembangunan jalan baru, bukan pembuatan tempat pembakaran limbah medis," jelas Parman.
"Namun setelah kami tanda tangan, baru disampaikan soal pembangunan tempat pembakaran limbah medis. Kami langsung menyatakan tidak setuju, tapi pembangunan pabrik tetap dilanjutkan," imbuhnya.
Oleh karena penutupan dianggap solusi terbaik, masyarakat setempat memastikan tidak ingin bernegosiasi soal kompensasi atau ganti rugi.
Selain RT 4, warga di RT 5 juga merasakan dampak asap dan bau menyengat hasil pembakaran limbah medis. Tidak kurang 200 kepala keluarga yang tinggal di kedua RT ini.
Baca Juga: Terpapar Asap Pembakaran, Warga Minta RSUD Abdul Aziz Marabahan Tanggung Jawab
"Kami sudah cukup bersabar mencium bau asap yang menyengat setiap hari. Beberapa warga juga mengeluhkan gatal-gatal," sahut warga RT 05 bernama Saniah.
"Kemudian abu yang berterbangan mengotori rumah dan sungai. Padahal untuk kebutuhan sehari-hari, kami menggunakan air sungai," pungkasnya.
Mengutip Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-03/Bapedal/09/1995, terdapat beberapa persyaratan lokasi pengolahan limbah B3.
Apabila di luar lokasi penghasil, jarak antara lokasi pengolahan dengan pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan dan pendidikan, paling dekat 300 meter.
Kemudian paling dekat 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air dan sumur penduduk.
Sempat Berhenti
Insinerator di Sungai Pitung tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Diketahui Batola menjadi satu-satunya kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yang menerima bantuan, setelah diusulkan sejak 2019.
Salah satu alasan penempatan di Sungai Pitung adalah lokasi yang strategis, karena dapat dikatakan berada di tengah-tengah antara Kalsel dan Kalimantan Tengah.
Dibangun di atas lahan seluas 6.600 meter persegi, proses pembangunan insinerator dimulai pertengahan November 2020.
Sedangkan operasional insinerator diresmikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun (Ditjen PSLB3) LHK, Vivien Ratnawati, 4 Januari 2022 lalu.
Baca Juga: Dugaan Pencemaran Sungai Barito Akibat Batu Bara, DPRD Kalsel Panggil DLH dan ESDM
Memiliki kapasitas operasi sebanyak 250 kilogram per jam, insinerator di Sungai Pitung rata-rata melumat 150 kg per jam. Adapun limbah yang masuk rata-rata 10 hingga 15 ton per bulan.
Namun dalam tujuh bulan kebelakang, operasional insinerator terhenti lantaran terjadi kerusakan mesin dan perombakan manajemen UPT B3 Batola.
Akhirnya di bawah manajemen baru dan mesin selesai diperbaiki, insinerator kembali beroperasi 2 Oktober 2023. Akan tetapi operasional tidak dilanjutkan, setelah diprotes warga.