bakabar.com, MARABAHAN – Harapan pasangan Piani (42) dan Rahimah (23) memperoleh anak pertama memang telah terpenuhi. Namun mereka juga dicoba dengan kondisi sang bayi yang menderita hidrosefalus bawaan.
Diberi nama Muhammad Ismail, bayi yang lahir 23 Juli 2020 tersebut merupakan anak pertama pasangan dari desa Sungai Ramania RT 01 RW 01 di Kecamatan Mandastana tersebut.
Semenjak dilahirkan melalui operasi cesar di Rumah Sakit Islam Banjarmasin, kepala bayi tersebut terus membesar.
Ketika dilahirkan hanya berbobot 2,8 kilogram, sekarang berat Ismail sudah mencapai sekitar 5 kilogram akibat penambahan cairan di kepala.
“Istri saya sempat menjalani pemeriksaan USG pertama dalam usia kehamilan 8 bulan. Lalu USG kedua dilakukan setelah menjalani 9 bulan,” jelas Piani, Senin (10/8).
“Selain pemeriksaan USG, istri saya juga sering memeriksakan kehamilan di Polindes Sungai Ramania,” imbuh pria yang sehari-hari bertani dan buruh bangunan ini.
Direncanakan Ismail dirujuk ke RSUD Ulin untuk perawatan lebih lanjut, setelah selama 4 hari dirawat di RS Islam.
Untuk pembiayaan pengobatan, sang bayi sudah ditanggung Kartu Indonesia Sehat (KIS). Mereka juga mendapatkan bantuan dari Yayasan Sedekah Kemanusian binaan Bupati Barito Kuala Hj Noormiliyani AS.
Selain memberikan bantuan, Noormiliyani juga menekankan evaluasi pelayanan kesehatan di Kecamatan Mandastana.
“Sebenarnya semua pelayanan kesehatan di kecamatan harus dievaluasi. Namun terkhusus di Kecamatan Mandastana dulu, mengingat sudah 3 bayi yang lahir dalam kondisi memprihatinkan,” tegas Noormiliyani.
Sebelum Muhammad Ismail, 2 bayi dari Mandastana juga lahir tidak dalam kondisi ideal. Ironisnya kelahiran mereka hampir berbarengan.
Aliqa Azzahra mengalami jantung bocor bawaan. Bayi dari Desa Puntik Luar ini sekarang dirawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) di Jakarta sejak 14 Juni 2020.
Disusul Aisyah Nurhamid yang juga mengalami kelainan bawaan. Bayi dari Desa Puntik Tengah ini menderita omfalokel atau usus keluar dari pusar, bibir sumbing, telinga kanan tanpa lubang dan jantung bocor bawaan.
“Rasa lamah lintuhut (lemah persendian lutut, red) melihat kondisi bayi-bayi seperti itu. Selain membantu melalui pendanaan, kami juga harus mengevaluasi pelayanan kesehatan,” jelas Noormiliyani.
“Misalnya disebabkan masyarakat enggan datang berperiksa, situasi pelayanan, tempat menuju pelayanan, atau kekurangan infrastruktur. Dari hasil evaluasi itu, selanjutnya segera ditindaklanjuti,” tandasnya.
Editor: Muhammad Bulkini