bakabar.com, BANJARBARU – Sempat tertunda akibat pandemi, Kalimantan Selatan kembali mengusulkan izin pembangunan insinerator pada 2021 mendatang.
Tak hanya sampah medis, insinerator ini juga dapat digunakan untuk membakar limbah konvensional dan infeksius.
“Kita berharap insinerator ini akan menyelesaikan masalah ekologi. Sudah ada TPA dan terbit retribusinya, tahun depan bisa melakukan pengutipan mudahan bisa menjadi sumber pendapatan daerah,” ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (24/11) siang.
Pemprov Kalsel mengalokasikan anggaran sekitar Rp7 miliar dalam pembangunan insinerator ini.
Termasuk juga penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal). Sementara, penyusunan detail engineering design (DED) sudah dilakukan pada tahun ini.
“Kenapa mahal, karena kita mencari spesifikasi yang berdaya guna dan punya umur panjang sekitar 10-15 tahun,” sebutnya
insinerator yang dibangun nanti diharapkan dapat melayani banyak jenis limbah. Tidak hanya yang tergolong limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) saja, tetapi juga menyasar limbah perindustrian.
“Kita berharap mereka jadi customer. Sehingga dipilih yang spesifikasinya mix campuran, memuat volume sekitar 300 kilogram,” terangnya
Berdasarkan data DLH Kalsel 2020, tercatat timbulan sampah sebanyak 605.848 ton/tahun yang dikumpulkan dari 11 kota/kabupaten di Kalsel.
0,26 persen di antaranya adalah sampah plastik. Dalam sehari jumlah plastik yang didaur ulang berkisar 179,25 ton.
“Sebenarnya insinerator ada di fasyankes, seperti rumah sakit. Tetapi kapasitas terbatas saat pandemi Covid-19. Itu yang membuat kita berpikir ini penting dan mendesak untuk dibangun,” jelasnya
Hanifah memastikan proses pembakaran limbah pada insinerator tidak akan mencemari udara atau lingkungan sekitar.
Limbah yang dibakar dengan suhu sekitar 800 derajat, secara teknis telah diatur berdasarkan ambang batas dan baku mutu udara ambien.
“Insyaallah tidak (bahaya),” pungkasnya