bakabar.com, BARABAI - DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) tidak memproses usulan APBD Perubahan 2023 yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HST, Selasa (24/10/23)
Imbas dari tidak dibahasnya APBD Perubahan 2023 ini berdampak pada tidak terakomodirnya program-program Pemkab HST yang telah disusun dan dianggarkan di anggaran perubahan.
Salah satu agenda Pemkab HST yang akan terdampak yakni terkait pembayaran program BPJS UHC.
"Kepesertaan BPJS Kesehatan yang didaftarkan pada Oktober 2023 sebanyak 100.969 orang dengan anggaran Rp3.837.202.800," jelas Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan Dinkes HST, Mily.
Ia mengatakan untuk November dan Desember 2023 ini proyeksi dana sementara kurang lebih Rp7 miliar.
"Dana tersebut sebetulnya sudah diusulkan di APBD Perubahan karena jika dianggarkan di APBD Murni anggarannya tidak cukup," tuturnya.
Ia mengatakan terkait APBD Perubahan yang tidak di proses di Dewan, pihaknya hanya mengusulkan, sedangkan proses selanjutnya itu di bidang keuangan.
"Untuk pembayaran BPJS dari Dinkes, memang tagihannya setiap bulan berbeda-beda tergantung kepesertaan," ujarnya.
Untuk bulan November dan Desember 2023 ini, kata dia, kepesertaan BPJS bisa jadi ada penambahan kalau pengurangan kemungkinan tidak ada.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Barabai, Muhammad Masrur Ridwan melalui Kepala Bagian SDM, Umum dan Komunikasi, Sukarsi, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa kemungkinan yang dimaksudkan adalah proyeksi iuran yang harus dibayarkan oleh pemkab HST untuk bulan November dan Desember 2023.
"Memang rata-rata iuran per bulannya selama ini di angka Rp3,5 Miliar jadi kalau diakumulasi 2 bulan kurang lebih Rp7 Miliar karena sejauh ini iuran yang diterima dari pemkab HST sesuai dan rutin," jelasnya.
Ia mengatakan sejauh ini baik hubungan kemitraan maupun pembayaran iuran dari pemda HST sangat baik dengan BPJS Kesehatan dan pemkab HST juga memiliki concern yang besar bagi pelaksanaan program JKN.
Menanggapi terkait tidak diprosesnya APBD Perubahan 2023, Ketua DPRD HST, Rachmadi Jingga mengatakan bahwa ada alasan mendasar kenapa APBD P tidak diproses.
"Alasan paling mendasar adalah karena realisasi anggaran APBD murni belum melebihi 60 persen," jelasnya.
Ia mengatakan bahwa sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam hal pengawasan anggaran, DPRD berhak mempertanyakan itu.
"Contoh saja, per bulan September 2023, realisasi anggaran murni masih di bawah 40 persen. Artinya bahwa bukan kami tidak ingin membahas, tapi penilaian kami kinerja pemkab masih belum maksimal," ujarnya.
Ia mengatakan pihaknya ingin kerja sama yang baik, DPRD HST bisa berperan dan pemerintah daerah bekerja. Supaya kedua belah pihak jangan ada permasalahan.
"Kita ini mitra kerja, harusnya menjalin komunikasi yang baik. ini salah satu hal yang membuat pembahasan Raperda itu selalu tertunda," jelasnya.
Terkait dampak dari APBD P yang tidak diproses, kata dia, pihaknya mengakui bahwa DPRD sepakat meminta agar dana selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran (SILPA) dinolkan.
"Artinya jika ada hibah, ada permintaan dari instansi lain bisa menggunakan itu. Kalau tidak salah dananya kurang lebih Rp230 miliar," ucapnya.