[Analisis] Terduga Dalang di Balik Bom Susulan Mapolsek Astana Anyar

Bom susulan kembali mengejutkan Markas Polsek (Mapolsek) Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/7) sekira pukul 10.45 WIB.

Featured-Image
Suasana pasca-ledakan di Polsek Astana Anyar. Foto: Wisma/Detik.com

bakabar.com, JAKARTA - Bom susulan kembali mengejutkan Markas Polsek (Mapolsek) Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/7) sekira pukul 10.45 WIB.

Kepada salah satu media massa nasional, Pakar Terorisme Al-Chaidar sudah mengingatkan potensi ancaman tersebut.

"Tadi pagi sudah saya sampaikan akan ada bom kedua," jelas Chaidar dihubungi bakabar.com, menjelang siang.

Baca Juga: Gegana Ledakan Bom Diduga Tersisa di Polsek Astana Anyar

"Kemungkinan itu istrinya," sambung Chaidar merujuk ke terduga pelaku kedua.

Bom susulan, kata Chaidar, merupakan pola yang biasa dilakukan oleh Jemaah Ansharut Daulah (JAD).

JAD, kata aktivis Darul Islam ini, menjadi sel teroris paling aktif saat ini.

"Familial suicide terrorism atau bom bunuh diri keluarga, iya ini pola-pola JAD," jelas dosen Universitas Malikussaleh Lhokseumawe ini.

Baca Juga: Detik-Detik Bom Bunuh Diri Mapolsek Astana Anyar

JAD masih menjadi ancaman, lantas bagaimana seharusnya Polri meredam sel-sel JAD? "Harus dipantau terus, dan harus preventif," jelasnya.

Sedangkan, langkah preemptive-nya, Chaidar mendorong agar Densus 88 segera menangkap semua jaringan aktif JAD.

"Konsentrasinya di Jawa Barat Jabodetabek Makassar dan Surabaya serta Medan Sumatera Utara," jelasnya.

PETA JAD

Bom Bandung
Bom Kembali Meletus di Sekitar Mapolsek Astanaanyar. Foto: Antara

JAD menjadi sel teroris aktif saat ini. Salah satu sebabnya, karena mereka tak lagi menyasar kelompok berpendidikan rendah saja.

Peta migrasi kelompok JAD berawal pada 1998 ketika sejumlah kombatan menyeberangi Indonesia melalui Malaysia menuju Jawa, Maluku, Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat.

Malaysia yang hanya berbatasan laut dengan Nunukan di Kalimantan Utara tepatnya Sabah menjadi rute pilihan para militan Indonesia memasuki Filipina Selatan yang kerap dijadikan kamp pelatihan militer para kombatan ISIS.

Baca Juga: [Breaking] Ledakan Kembali Kejutkan Mapolsek Astana Anyar Bandung

Dua tahun berselang, lanjut Chaidar, pola migrasi JAD berkembang ke Maluku kemudian Poso hingga Papua. Baru 10 tahun kemudian sel-sel jaringan JAD mulai tumbuh di Aceh hingga Kalimantan Timur, Sumut, Sumbar dan Banteng.

Jamaah Ansharut Daulah bukanlah sel teroris yang telah tidur sekalipun pemerintah telah melarangnya pada 2018, dan Aman Abdurahman telah divonis mati.

“Sel teroris JAD terus aktif sejak 2014 dan mereka berafiliasi kepada ISIS,” jelasnya.

Chaidar berkata total jaringan JAD kini sudah berkembang di 20 provinsi Indonesia.

“Sebelumnya hanya 18, jumlah ini merupakan persebaran aktif yang menunjukkan bahwa sel JAD adalah sel yang tidak pernah mati,” ujarnya.

Baca Juga: Jalanan Sekitar Lokasi Ditutup Imbas Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar Bandung

JAD didirikan oleh Aman Abdurahman di Nusakambangan, 2014 silam. JAD terkenal setelah rentetan teror bom di Surabaya. Kemudian penusukan Menteri Polhukam Wiranto, Oktober 2019. Dan pengeboman Makassar pada 2021.

Sebelumnya mereka juga bertanggung jawab atas tragedi bom bunuh diri di Sarinah, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Januari 2016.

“JAD sekarang dipimpin Daniel,” ujar Chaidar.

Sampai hari ini Mabes Polri masih mengejar Daniel alias Chaniago mastermind JAD atau dalang di balik pengeboman di Gereja Katedral Makassar.

Jika Jemaah Islamiah (JI) menargetkan orang asing, JAD lebih menyasar sipil dan polisi. Perbedaan lainnya, rekrutmen JAD lebih longgar ketimbang JI.

Chaidar bilang pola kaderisasi JAD memang terbilang longgar. Siapa saja bisa jadi JAD asal mau Jihad.

Beda dengan JI yang lebih ketat. Ketika salah satu pimpinannya tertangkap, maka sel organisasi JI dihapuskan. Anggota yang ditangkap polisi, ujarnya, tak bisa kembali ke JI.

“Kalau JAD langsung main rekrut saja,” ujarnya.

Desain rekrutmen JAD telah berkembang seiring perkembangan zaman. Kini, JAD tak lagi hanya menyasar mereka dengan latar pendidikan rendah.

Dari Banjarmasin, buktinya seorang pemuda yang ditangkap Densus 88 berinisial NR merupakan mahasiswa semester akhir fakultas hukum sebuah perguruan tinggi lokal di Kalsel.

Ia memiliki segudang prestasi. Bahkan dua kali menyabet medali emas dalam kejuaraan silat di Portugal dan Belanda.

Badan Intelijen Negara (BIN) menyebut JAD merupakan sel teroris terputus. Yang mengandalkan media sosial dalam berkomunikasi.

Manuver rekrutmen JAD dilakukan berbasis daring. Rekrutmen daring ini memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan lebih mudah dilakukan karena minim interaksi secara langsung guna menghindari penggerebekan yang dilakukan aparat kepolisian.

Sasaran empuk dari petinggi JAD saat ini adalah rekrutmen anak-anak muda berusia 17-24 tahun. Sederet hal itulah yang membuat BIN kuatir JAD mampu menggaet lebih banyak anggota.

Chaidar meminta orang tua beserta keluarga lebih proaktif memantau aktivitas anak mereka. Meski serangan-serangannya kecil, namun JAD disebut lebih radikal ketimbang JI.



Editor


Komentar
Banner
Banner