bakabar.com, JAKARTA - Pernyataan eks Ketua KPK Agus Rahardjo soal sengkarut megakorupsi e-KTP terus menggelinding menjadi bola panas. Presiden Jokowi sudah buka suara namun membantahnya.
Sebelumnya Agus mengatakan Jokowi pernah marah dan meminta KPK menghentikan kasus e-KTP yang menyeret Setya Novanto, ketua DPR kala itu.
Lantas, siapa yang berbohong? Wakil menteri hukum dan HAM 2011-2014, Denny Indrayana memberikan analisisnya. Ia lebih yakin dengan pernyataan Agus.
Baca Juga: Jokowi Bantah Klaim Cak Imin Soal Kursi Menhan Jatah Dirinya
"Melihat rekam jejak, saya lebih yakin dengan Agus Rahardjo. Presiden Jokowi terlalu sering berdusta dan bermain kata-kata," jelas pegiat antikorupsi ini Selasa dini hari (5/12).
Denny memang terkenal vokal. Staf khusus presiden SBY itu juga menjadi pelapor 'skandal mahkamah keluarga' Anwar Usman, ketua MK kala itu.
Hasilnya, Majelis MK menyatakan bersalah dan memecat Anwar dari jabatannya karena melanggar prinsip ketakberpihakan, integritas, dan independensi kehakiman.
Baca Juga: MK Sidangkan Perkara Lanjutan Putusan MKMK Diajukan Oleh Denny Indrayana Cs
Anwar Usman dianggap majelis mengambil putusan cacat etik yang menjadi jalan Gibran tak lain ponakannya maju Pilpres 2024.
Menurut Denny, janji Jokowi menguatkan KPK tak pernah terealisasi. Sama halnya dengan tak mendorong Gibran maju Pilpres. Apalagi sampai mengubah aturan konstitusi.
Hanya sekadar janji atau lips service. Yang terjadi, revisi UU KPK malah melemahkan geliat lembaga antirasuah.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Melenggang, Gugatan Denny Indrayana Tak Ngaruh!
"Janjinya menguatkan KPK, ternyata melemahkan KPK. Janjinya cawe-cawe pilpres untuk kepentingan bangsa, ternyata memaksakan Gibran melalui putusan Paman Usman untuk kepentingan dinasti keluarga," jelas Denny.
Denny lalu menyoroti pernyataan Jokowi yang membantah tidak ada pertemuan dengan Agus terkait kasus Setya Novanto Ia menganggapnya itu hanyalah cara ngeles Jokowi.
"Cara ngeles itu saja sudah sangat meragukan, memalukan. Apalagi, Pratikno [Setneg] hanya mengatakan: lupa. Harusnya Beliau lebih jujur, melawan lupa," jelasnya.
Terungkap fakta Jokowi diduga pernah mengintervensi ketua KPK menambah panjang daftar 'drama' dari istana.
"Sejak lama Presiden Jokowi memang wajib dimakzulkan, supaya tidak terlalu banyak drama Korea, yang merusak moralitas konstitusi bangsa Indonesia," jelas Denny.
"Sekarang, beranikah DPR memulai hak bertanya atau penyelidikan terhadap Jokowi?" pungkas Denny.