Hot Borneo

Alasan Mengapa Polisi Jadi Target Serangan JAD di Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Densus 88 akhirnya mengonfirmasi penangkapan AS (27). Abu Aslam, nama lain AS, merupakan…

Featured-Image
AS pemuda Banjarmasin yang ditangkap di Sungai Lulut diduga sudah beberapa kali melakukan pembahasan mengenai rencana menyerang pos-pos polisi di Banjarmasin. Foto: Ist

bakabar.com, BANJARMASIN – Densus 88 akhirnya mengonfirmasi penangkapan AS (27). Abu Aslam, nama lain AS, merupakan pemuda yang ditangkap tim antiteror di Sungai Lulut, Kecamatan Sungai Tabuk, Banjar.

Densus 88 menangkap AS pada 27 Februari terkait rencana aksi amaliah terhadap pos-pos polisi di Banjarmasin dengan senjata api.

"Pada Sabtu, 5 Maret 2022 sekitar pukul 12.40 WITA telah dilakukan penahanan terhadap satu orang tersangka tindak pidana terorisme yang tergabung dalam kelompok AD (Anshor Daulah) Kalimantan Selatan," jelas Kabag Bantuan Operasi Densus 88, Kombes Pol Aswin Siregar kepada bakabar.com, Rabu tengah malam (16/3).

AS diduga kuat terkait kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) atau kini populer dengan sebutan AD. Serupa JAD, AD telah dicap pemerintah sebagai organisasi teroris karena berafiliasi ke ISIS.

Lantas, apa yang melatari kelompok JAD menargetkan pos-pos polisi di Banjarmasin? bakabar.com menyodorkan pertanyaan ini ke Pakar Terorisme Nasional, Al-Chaidar.

JAD, lanjut Chaidar, memang memiliki target plot terorisme selain polisi. Tapi yang paling mereka sukai adalah polisi.

“Selama ini amaliah yang sering dilakukan oleh kelompok Anshor Daulah (AD) adalah terhadap polisi. Dan juga beberapa target-target lainnya. Tapi yang paling sering adalah terhadap polisi,” ujar Chaidar, Kamis pagi (17/3).

Bukan tanpa alasan, kelompok AD, kata Chaidar, masih menganggap polisi sebagai tagut. Yang mesti diperangi. Tagut adalah istilah kepada seseorang yang dianggap melampaui batas atau mendewakan dan menuhankan manusia atau benda.

“Mereka menganggap bahwa tafsir tentang tagut itu adalah terhadap polisi. Dan polisi dianggap sebagai bagian dari sistem tagut,” ujar Chaidar.

img

Infografis: bakabar.com/Dhea

Kata “tagut” kerap digunakan para pelaku teror terhadap kepolisian. Seperti contohnya ketika kasus penyerangan di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan, 30 Juni 2017, atau kasus penyerangan di Polres Banyumas, April 2017. Pekik ‘tagut’, seperti dilansir Tirto.id, terdengar dari mulut pelaku sebelum menyerang polisi.

Lantas, apa yang bisa dilakukan kepolisian untuk mengantisipasi serangan fisik dari JAD? Deteksi dini, kata Chaidar, menjadi penting.

“Selalu bisa diantisipasi oleh polisi, selama ini bisa ditanggulangi,” ujar Chaidar.

Kendati tak sehebat Jamaah Islamiah, tetap saja serangan dari kelompok JAD perlu diwaspadai. Contohnya kerugian yang ditimbulkan akibat aksi bom molotov ke Gereja Oikumene Samarinda tahun 2016, bom bunuh diri di Sarinah Jakarta, teror bom di Surabaya tahun 2018, penusukan Wiranto tahun 2019, maupun pengeboman Makassar 2021.

Saat ini, pola kaderisasi JAD terbilang longgar. Siapa saja bisa jadi JAD asal mau jihad. Padahal dulu mereka hanya menyasar kelompok berpendidikan rendah.

Namun semua itu kini terbantahkan. Akhir Desember 2021, Densus 88 menangkap NR seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Banjarmasin. Pemuda peraih medali emas dalam kejuaraan silat di Portugal dan Belanda ini ditangkap terkait aktivitasnya menyiapkan persenjataan untuk latihan fisik kelompok JAD di Kalteng.

Akhirnya.. Densus 88 Ungkap Sosok Pemuda yang Ditangkap di Sungai Lulut

Manuver rekrutmen JAD kini juga lebih canggih atau berbasis daring. Rekrutmen virtual ini memudahkan mereka menghindari penggerebekan yang dilakukan aparat kepolisian. Umumnya mereka menyasar kelompok berusia 17-24 tahun.

Menurut Chaidar, masuknya NR menandakan JAD tak lagi sekadar menyasar kelompok berpendidikan minim. Banyak mahasiswa yang kemudian direkrut JAD karena terpengaruh oleh propaganda mereka.

“Dengan memberikan iming-iming tentang ISIS yang sudah dimanipulasi," ujarnya.

Chaidar pun meminta orang tua beserta keluarga lebih proaktif memantau aktivitas anak mereka.

"Perlu saling sayang dan saling peduli satu sama lain agar tidak "diculik" oleh organisasi khawarij yang suka mengkafirkan sesama muslim dan juga suka mem-bidah-kan hal-hal kecil dan tradisi yang bukan masalah akidah," pungkas Chaidar.

Sementara terkait AS yang ditangkap di Sungai Lulut, Densus 88 beberapa kali mengendus persiapan atau idad fisik dan latihan berperang menggunakan water gel gun atau WGG. Senjata ini rupanya menjadi alternatif pengganti air soft gun.

“Senjata latihan yang pelurunya seperti cat,” ujar Chaidar.

Lantas apa beda AD dengan JAD? Chaidar bilang keduanya sama saja. AD hanyalah sebutan populer di kalangan Anshor Daulah kekinian. Pembaruan baiat, sebut Chaidar, terjadi di kalangan AD setelah meninggalnya khalifah mereka di Suriah.

"Maka baiatnya harus diucapkan ulang dengan nama khalifah yang baru," terang dosen Antropologi, Universitas Malikusssaleh, Aceh ini.

Abu Ibrahim Hasyimi Al-Quraisy, kata Chaidar, adalah khalifah kedua setelah meninggalnya khalifah pertama Abu Bakar Al-Baghdadi.

"Abu Ibrahim Hasyimi Al-Quraisy juga meninggal 3 Maret 2022, berarti mereka perlu memperbaharui lagi baiatnya ke pemimpin yang baru," ujarnya.

Melihat Peta Migrasi Kelompok JAD Setelah Penangkapan Pesilat Dunia Banjarmasin

Komentar
Banner
Banner