bakabar.com, JAKARTA - Di antara keindahan akhlak Nabi Muhammad SAW adalah sifat lemah lembut. Sifat inilah yang kerap didahulukan Rasulullah SAW ketika berhadapan dengan orang lain. Terutama pada mereka yang belum dalam mengatahui ilmu agama.
Dilansir Republika, pada suatu hari ketika Rasulullah dan para sahabatnya sedang berada di masjid, datang seorang Badui. Orang itu berdiri dan buang air kecil di masjid. Melihat kelakuannya, para sahabat menghardiknya. Namun, sang junjungan menenangkan sahabatnya. Janganlah kalian hentikan dia, biarkan saja dulu.” Demikian dikisahkan Anas bin Malik.
Sumber lain menyebutkan, Rasul meminta sahabatnya untuk membiarkan orang Badui tersebut menyelesaikan hajatnya dan memerintahkan mereka menyiram bekas air seni itu dengan seember air. Beliau menegaskan, manusia diperintahkan untuk mempermudah urusan, bukan malah mempersulitnya.
Setelah semuanya usai, Nabi Muhammad SAW menyampaikan penjelasan. Ia tak mengumbar kejengkelan dan kemarahan. Dengan lemah lembut, ia memberi tahu bahwa masjid tak sepantasnya terkena setetes air kencing dan kotoran. Tak ada hukuman yang dijatuhkan oleh Nabi Muhammad karena ia memaklumi ketidaktahuan orang tersebut.
Al-Hafiz Ibnu Hajar menjelaskan, ada beberapa pelajaran dari peristiwa yang dijelaskan dalam hadis di atas. Salah satunya, keharusan bersikap lunak terhadap orang jahil atau mereka yang belum tahu. Ada pula kewajiban untuk mengajarinya dengan cara yang tidak keras untuk mengambil hatinya.
Peristiwa itu juga menunjukkan budi pekerti Rasul yang sangat tinggi. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam sahihnya yang dikutip Sopian Muhammad pada bukunya, Manajemen Cinta Sang Nabi, menguraikan kejadian berikutnya usai orang Badui itu memperoleh pelajaran dari Rasul.
Setelah memahami penjelasan Rasul dan kekeliruan yang dibuatnya, si Badui berkata, "Demi ayah ibuku, beliau tidak menyalahkan juga tidak mencelaku.” Dalam metode dan teknik pembelajaran, kata Sopian, apa yang dilakukan Rasulullah merupakan penerapan metode scanning and levelling.
Metode ini diaplikasikan karena adanya perbedaan tingkat kecerdasan dan pemahaman antara satu orang dibandingkan orang lainnya. Cara sama juga digunakan Rasulullah saat memberikan jawaban tidak rumit kepada seorang mualaf yang bertanya kepada beliau, apa yang harus dilakukan olehnya yang baru memeluk Islam.
Hadis yang diriwayatkan Muslim menyebutkan jawaban Rasulullah yang menyarankan orang itu untuk beriman dan bersitiqamah. Menurut Sopian Muhammad, inti keteladanan Nabi Muhammad dalam hal ini adalah sesederhana mungkin dalam memberikan pemahaman terhadap suatu persoalan.
Dengan catatan, tetap memperhatikan kejelasan dan tingkat pemahaman seseorang. Rasulullah jelas tidak mau membebani seseorang dengan pernyataan berisi kata-kata atau istilah asing yang cenderung tidak dipahami oleh orang yang diberi penjelasan.
Dalam buku Rasulullah, "Manusia tanpa Cela" dijelaskan, ada beberapa cara yang Rasul gunakan agar para sahabatnya memahami sesuatu. Adakalanya beliau menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Hadis yang diriwayatkan An-Nawwas bin Sam’an mengungkapkannya.
An-Nawwas bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan dosa. Rasul menjawab, kebaikan itu adalah budi pekerti yang baik, sedangkan doa merupakan apa yang terlintas dan dikandung di dalam rongga dada seseorang dan hal itu tak ingin diketahui oleh orang lain. Cara yang sama digunakan untuk menjawab pertanyaan kaum perempuan.
Kadang-kadang pertanyaan diajukan dan dijawabnya sendiri. Dengan teknik ini, Rasul ingin merangsang keingintahuan dan perhatian. Muadz pernah mengalaminya. Utusan Allah SWT itu bertanya, maukah Muadz diberi tahu tentang pokok pangkal dan puncak segala perkara. Muadz pun menjawab, ya.
Pokok pangkal segala sesuatu adalah Islam, sedangkan tiang Islam itu adalah shalat, dan puncaknya jihad di jalan Allah,” demikian pernyataan Rasulullah kepada Muadz. Kini, cara semacam itu telah banyak digunakan oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan.
Terkadang, Rasulullah bertanya kepada sahabat-sahabatnya untuk menguji kecerdasan dan pengetahuan mereka. Ibnu Umar mengatakan, ia dan sejumlah sahabat lainnya pernah diuji. Sebuah pertanyaan diajukan kepada mereka mengenai pohon apa yang tak pernah rontok daunnya.
Lantas, para sahabat menjawab dengan menyebut sejumlah nama pohon. Ibnu Umar mengaku dalam hatinya terlintas pohon kurma merupakan jawaban dari pertanyaan itu, namun ia merasa malu menyatakannya. Setelah semua jawaban dianggap tidak tepat, Rasulullah mengatakan bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma.