Kalsel

Absen di Mata Najwa, Ke Mana Paman Birin?

apahabar.com, BANJARMASIN – Talkshow Mata Najwa mengangkat sederet bencana yang mengepung Indonesia di awal tahun 2021….

Featured-Image
Paman Birin absen saat Mata Najwa mengupas biang kerok banjir Kalsel, Rabu (20/1) malam, karena sedang menyalurkan bantuan di sejumlah daerah terdampak banjir di Kalsel. Foto: Istimewa

Sei Lulut Dalam

Pertama, Paman Birin membagikan sembako di Sungai Lulut, Kabupaten Banjar.

Hal itu dibuktikan melalui unggahan di akun resmi Instagramnya, beberapa jam sebelum Talkshow Mata Najwa dimulai.

"Meantarkan sembako ke daerah terdampak banjir cukup parah di Sei Lulut Dalam, Kabupaten Banjar, Rabu (20/1) dini hari. Ulun datangi langsung karena posisi kampung sulit dijangkau akibat banjir," tulis Paman Birin dalam postingan itu.

"Daerah Sei Lulut Dalam sudah lebih dari seminggu ini terendam banjir. Mudahan bantuan ini bermanfaat dan membantu warga korban banjir memenuhi kebutuhan sehari-hari. Amin," timpal Paman Birin.

"Bantuan sembako yang diserahkan ini antara lain beras, telur, mie kemasan, minyak goreng, air mineral, dan lain-lain. Bantuan dibagikan secara merata kepada masyarakat setempat," tulis Paman mengakhiri.

Tanah Laut

Paman Birin meninjau dan membawa bantuan untuk korban banjir di Tanah Laut, pada Rabu (20/1) pagi.

Kala itu, Paman Birin bersama Danrem 101/Antasari Brigjen TNI Firmansyah dan Wakapolda Kalsel Brigjen Pol Mohamad Agung Budijono melakukan peninjauan dengan menaiki helikopter AS365/PK-RTY milik BNPB dari Lanud Sjamsudin Noor, Banjarbaru.

Kubah Datu Kelampayan

Tak hanya sampai di sana, rupanya Paman Birin juga membagikan sembako ke Kubah Datu Kelampayan di Desa Kelampayan Tengah.

Paman Birin menyerahkan bantuan melalui jalur persawahan menggunakan sampan dan perahu karet bersama warga setempat, pada Kamis (20/1) dini hari.

Bersama 1 unit tim medis, sebanyak 13 armada penuh sembako didistribusikan kepada korban banjir.

Berdasarkan data pengelola Kubah Datu Kelampayan, sedikitnya terdapat 1.000 jiwa yang mengungsi di sana.

Dalam talkshow yang dihelat secara virtual tadi malam, hadir pula perwakilan NGO dari Eksekutif Nasional WALHI dan sejumlah korban banjir Kalsel.

Terburuk dalam Sejarah Kalsel

img

Banjir Kalsel meluluhlantakkan 68 jalan, 14 jembatan, 8 rumah ibadah, hingga 11 sekolah, termasuk Jembatan Sungai Salim di Kabupaten Banjar. Foto: Ist

Presiden Joko Widodo akhirnya blakblakan mengenai salah satu penyebab banjir hebat yang melanda Kalimantan Selatan sepekan belakangan.

Presiden menyebut banjir yang melanda Kalsel tahun ini menjadi yang terparah sejak 50 tahun terakhir.

Di sela tinjauannya ke Kabupaten Banjar, Presiden Jokowi menyebut meluapnya air di Sungai Barito jadi salah satu yang memperparah banjir kali ini.

Jokowi bilang debit air di Sungai Barito naik dari sebelumnya 230 juta meter kubik menjadi 2,1 debit air, di mana hal ini disebabkan hujan lebat yang melanda Kalsel dalam 10 hari berturut-turut.

"Curah hujan sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut, sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini air masuk sebesar 2,1 miliar debit air. Sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi saat mengunjungi Jembatan Sungai Salim, Jalan Ahmad Yani Km 55, Kabupaten Banjar.

Jembatan Sungai Salim yang dikunjungi Jokowi sendiri terputus akibat terjangan banjir dari kawasan sungai di bawahnya, Minggu (16/1) dini hari.

Putusnya jembatan yang menghubungkan Kecamatan Astambul dengan Kecamatan Mataraman ini praktis melumpuhkan akses dari Banjarmasin ke kawasan Hulu Sungai Kalsel.

"Ini saya meninjau banjir Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," katanya.

Orang nomor satu di Indonesia itu sengaja datang ke Kalsel guna memastikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Terutama dalam hal kerusakan infrastruktur yang terjadi akibat banjir.

"Saya hanya ingin memastikan ke lapangan terutama kerusakan infrastruktur yang memang terjadi ada beberapa jembatan yang runtuh seperti di belakang ini runtuh akibat banjir," ujarnya sambil menunjuk Jembatan Sungai Salim.

Dirinya juga sudah memerintahkan Kementerian PUPR bergerak cepat agar jembatan di jalan provinsi tersebut bisa diperbaiki dalam kurun waktu beberapa hari ini.

"Saya sudah minta ke menteri PU agar dalam 3 sampai 4 hari ini bisa diselesaikan sehingga mobilitas distribusi barang bisa tidak terganggu," imbuhnya.

Lebih lanjut, Jokowi juga menyinggung soal evakuasi korban banjir. Kepala negara mengklaim penanganan yang sudah dilakukan berjalan dengan baik.

Kemudian yang tak kalah penting terkait penyaluran logistik untuk para pengungsi mengingat tak sedikit korban akibat banjir yang terjadi saat ini.

"Ini sangat perlu diperhatikan," jelasnya.

Selain upaya dari Pemprov Kalsel dan pemerintah kabupaten atau kota kekurangan-kekurangan lain kata Jokowi juga akan dibantu Pemerintah Pusat.

“Berkaitan dengan logistik untuk pengungsi ini yang penting, karena hampir 20 ribu masyarakat berada dalam pengungsian,” bebernya.

Terakhir, Jokowi turut berbelasungkawa atas korban banjir yang terjadi di Provinsi Kalsel.

“Saya ingin menyampaikan duka cita yang mendalam atas korban yang meninggal di musibah banjir di Kalimantan Selatan ini semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran dan keikhlasan,” pungkasnya.

Setelah Presiden Jokowi, giliran Menteri Kehutanan Siti Nurbaya blakblakan soal biang kerok banjir Kalimantan Selatan.

Menteri Kehutanan Tuding Cuaca

img

Rombongan Presiden Jokowi menembus banjir di Kalsel, Senin 18 Januari 2020. Foto: Antara

Serupa dengan presiden, Menteri Siti menuding anomali cuaca ekstrem jadi penyebab utama meluapnya daerah aliran sungai (DAS) Barito.

Eks menteri lingkungan hidup ini membandingkan curah hujan harian tahun 2021 dengan tahun sebelumnya. Di mana curah hujan dilaporkan cukup tinggi.

"Normal curah hujan bulan Januari 2020 sebesar 394 mm. Sedangkan curah hujan harian 9-13 Januari 2021 sebesar 461 mm selama lima hari," kata Siti Nurbaya, dilansir Viva.co.id, Selasa (19/1) malam.

Volume air hujan yang masuk ke Sungai Barito, sebut Siti, totalnya 2,08 miliar meter kubik (m3). Sedangkan dalam kondisi normal hanya 238 juta m3.

Di Kabupaten Tanah laut debit sungai mencapai 645,56 m3 per detik. Padahal kapasitasnya hanya 410,73 m3/detik.

Sedangkan di Kabupaten Banjar debit sungai 211,59 m3/detik. Padahal kapasitasnya hanya 47,99 m3/detik.

Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, masih menurut Siti, debit sungai mencapai 333, 79 m3/detik. Padahal kapasitas hanya 93,42 m3/detik.

Siti bilang Kondisi anomali cuaca atau kondisi ekstrem banjir seperti ini pernah terjadi pada 1928 di DTA Barabai.

Kondisi saat ini bisa jadi merupakan periode ulang atau re-current periode seratus tahun (dalam analisis iklim biasa dihitung periode ulang 50 tahun, 100 tahun untuk memperhitungkan kapasitas dam atau waduk yang akan dibangun).

Selain itu, menurutnya juga sistem drainase tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar.

Daerah banjir berada pada titik pertemuan 2 anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander (lekukan sungai besar) serta fisiografi-nya berupa tekuk lereng (break of slope), sehingga terjadi akumulasi air dengan volume yang besar.

Wilayah banjir parah meliputi Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Masih menurut Siti Nurbaya, pihaknya saat ini tengah mempelajari potensi kondisi Rob.

Menteri Siti juga membeberkan persebaran kawasan DAS yang saat ini sebesar 40 persen berada di kawasan hutan dan 60 persen di kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat.

Poinnya, masih menurut Siti Nurbaya, perizinan kebun belum terlihat sebagai faktor utama meski saat ini tengah dipelajari pihaknya secara mendalam. Selain itu, perizinan tambang juga secara luasan hanya 37 ribu hektare dari areal izin 55 ribu hektare sejak 2008.

Walhi Berang

img

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono. Foto-bakabar.com/HN Lazuardi

Mengenai ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono meminta pemerintah pusat untuk tidak terus-terusan menyalahkan anomali cuaca ekstrem sebagai biang kerok banjir.

Walhi sebelumnya memprediksi bencana ekologis bakal menerjang Kalsel mengingat separuh dari wilayahnya sudah dibebani izin tambang, dan perkebunan monokultur.

"Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," kata Kisworo kepada bakabar.com.

Walhi menemukan 814 lubang milik 157 perusahaan batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa ditutup kembali (reklamasi).

"Jadi, jangan hanya menyalahkan hujan. Harusnya Presiden Jokowi berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH, dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," ujar Kisworo.

Walhi melihat rusaknya ekosistem alami di daerah hulu sebagai area tangkapan air menjadi penyebab utama banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan ini.

"Seperti yang saya sampaikan pada tahun lalu, bahwa Kalsel ini darurat ruang dan ekologi," kata Kisworo.

Menurutnya, pemerintah mesti segera menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak kritis.

"Tanggap bencana, sebelum, pada saat dan pascabencana. Review perizinan dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar, sawit, HTI, HPH," katanya.

Termasuk meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Selatan.

Sehingga dalam wacana pembangunan jangka menengah dan panjang, pemerintah juga memperhitungkan daya tampung lingkungan hidup.

Lebih jauh, mengaudit lingkungan dan peninjauan izin-izin tambang bermasalah maupun yang belum beroperasi.

"Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang, dan Pengadilan Lingkungan," katanya.

Setali tiga uang, Pengamat Lingkungan Hidup, Drs Hamdi menilai faktor utama banjir Kalsel tak lepas dari degradasi lingkungan hidup.

"Hutan kita sudah sangat-sangat berkurang. Kebanyakan menjadi lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging dan perubahan fungsi menjadi kawasan tambang," katanya.

Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin itu juga menyinggung luasan lahan gambut yang makin hari menyusut.

"Sekilas kita bisa lihat beberapa lahan gambut di Batola, Tapin dan HSS jadi kebun sawit," katanya.

Walau begitu, Hamdi tak menampik banjir parah yang melanda Kalsel tak lepas dari faktor anomali cuaca ekstrem.

"Tapi seandainya hutan kita bagus dan gambut kita terpelihara maka pohon dan lahan gambut tadi dapat menyerap air hujan dengan baik," katanya.

Agar tak menjadi bom waktu bagi masyarakat Kalsel, Hamdi meminta pemerintah segera berbenah diri menanggulangi krisis lingkungan hidup di Kalsel.

"Tinjau ulang masalah izin-izin tambang dan kebun sawit, moratorium izin tambang dan kebun sawit. Lakukan penghijauan dengan baik terhadap lahan-lahan kritis. Sekali lagi tidak sekadar menanam tapi dipelihara sehingga bisa tumbuh dengan baik. Untuk daerah rawa wajibkan bangunan dengan sistem panggung. Rawat dan pelihara sungai kita dan rawa kita," katanya.

Ratusan Ribu Warga Terdampak

img

Warga antre untuk mendapatkan paket bantuan sembako Presiden Joko Widodo di Desa Pekauman Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Foto: Detik.com

Hingga Selasa kemarin (19/1), banjir yang melanda Kalimantan Selatan berdampak pada 349.070 warganya.

Bahkan, sebanyak 77.890 warga di 11 dari 13 kabupaten atau kota terpaksa mengungsi.

Masih dari catatan BPBD Kalsel, banjir merusak 62.638 rumah, 14 jembatan, 58 rumah ibadah, 48 sekolah dan lebih dari 68 jalan.

Sampai hari ini, bencana ekologis tersebut sudah menelan 15 korban jiwa. Mereka berasal dari Tanah Laut 7 orang, masing-masing 3 orang dari Banjar, dan HST, serta 1 orang masing-masing dari Banjarbaru, dan Tapin.

Lembaga Penerbangan, dan Antariksa Nasional atau LAPAN menemukan luasan genangan banjir tertinggi mencapai 60 ribu hektare di Barito Kuala, Kabupaten Banjar 40 ribu hektare, Tanah Laut 29 ribu hektare, Kabupaten Hulu Sungai Tengah 12 ribu hektare, Hulu Sungai Selatan 11 ribu hektare, Tapin 11 ribu hektare, dan Tabalong sekitar 10 ribu hektare.

Sementara luas genangan air di Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, hingga Kabupaten Murung Raya antara 8 sampai 10 ribu hektare.

Sebagai respons banjir, belum lama tadi Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyerahkan bantuan berupa dana siap pakai (DSP) senilai Rp3,5 miliar.

Pemerintah pusat mengucurkan dana sebanyak itu untuk 5 kabupaten yang terdampak banjir paling parah, meliputi kabupaten Banjar, Tanah Laut, Barito Kuala, Hulu Sungai Tengah dan Balangan. Masing-masing kabupaten tersebut mendapatkan bantuan Rp500 juta dan Rp1 miliar untuk Pemprov Kalsel.

Komentar
Banner
Banner