Kalsel

2 Mahasiswa Tersangka, Rektor ULM Pasang Badan, Ada Dugaan Miskomunikasi di Kepolisian

apahabar.com, BANJARMASIN – Ahdiat Zairullah, dan Renaldi telah ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan pelanggaran penyampaian pendapat di…

Featured-Image
Ahdiat (lima dari kanan) dan Renaldi (empat dari kanan) saat mimbar bebas perayaan sumpah pemuda di Banjarmasin, Rabu (28/10) sore. apahabar.com/Riyad Dafhi R

bakabar.com, BANJARMASIN – Ahdiat Zairullah, dan Renaldi telah ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum kedua mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini memasuki babak baru.

Pasalnya kuasa hukum para terlapor menduga ada miskomunikasi di internal kepolisian soal penetapan tersangka keduanya.

Penetapan tersangka kedua pengurus BEM ULM itu buntut daripada demo penolakan Omnibus Law jilid di Jalan Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin, Kamis 15 Oktober kemarin.

Terus bergulirnya kasus rupanya ikut mengundang perhatian Rektor ULM Sutarto Hadi. Sang rektor menyatakan siap pasang badan untuk kedua mahasiswanya. Pendampingan akan diberikan melalui Wakil rektor (Warek) III ULM bidang kemahasiswaan.

"Jadi kita serahkan kepada Warek III untuk mendampingi mereka mencari solusi terbaik," ujarnya dihubungi bakabar.com, Kamis (29/10).

Sutarto berharap upaya pemidanaan kedua mahasiswanya segera berakhir. Terkait jalan damai, ia belum mendapatkan laporan penuh dari Warek III ULM tentang kelanjutan kasus.

"Nanti insyallah kalau kita dapat laporan dari beliau, kita mencari cara terbaik untuk menyelesaikan," imbuhnya.

Lebih jauh bahwa dirinya tidak mengetahui secara detail tentang persoalan yang menyandung kedua mahasiswanya.

"Kita juga tahu dari wartawan," ucapnya.

Di lain sisi Sutarto tampak enggan menyanksi para mahasiswa yang ikut serangkaian aksi demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Banjarmasin. Dirinya tidak bisa pukul rata kepada mahasiswanya tersebut.

"Kita lihat dulu," ucapnya.

Penetapan Tersangka Diragukan

Polisi memproses dugaan pelanggaran demonstrasi yang dimotori Ahdiat dan Renaldi. Demonstrasi kala itu dianggap melabrak ketentuan usai menerima laporan keluhan masyarakat sekitar Jalan Lambung Mangkurat.

Seperti yang disampaikan langsung oleh Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Muhammad Rifai kepada awak media, Selasa (29/10) siang.

Keduanya dijerat Pasal 218 KUHP Jo Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat. Ancaman hukuman paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Sebagai motor demonstrasi, keduanya dianggap tak mengindahkan instruksi polisi untuk membubarkan massa aksi sampai batas waktu yang ditentukan polisi.

Memang saat itu Kapolda Kalsel Irjen Pol Nico Afinta sempat menemui mahasiswa dan mengajak diskusi.

Namun para mahasiswa merasa tidak pernah menerima peringatan untuk membubarkan diri. Kata kuasa hukum, “Hanya bujukan kapolda dan danrem.”

Sesuai peraturan yang diterbitkan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008, unjuk rasa di tempat terbuka hanya boleh berlangsung hingga pukul 18.00.

Pantauan bakabar.com, aksi demonstrasi memang baru berakhir jelang tengah malam. Sempat terjadi perdebatan alot antara mahasiswa dengan polisi.

Diiringi isak tangis Ahdiat, para mahasiswa yang bertahan akhirnya memilih membubarkan diri sekalipun tuntutan mereka belum terpenuhi; meminta Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pengganti UU atau Perppu mencabut omnibus law.

Dalam hari pemeriksaan keduanya, polisi juga memeriksa 16 mahasiswa lainnya. Jumlah itu kemungkinan akan bertambah pada Senin depan.

Kabarnya akan ada 12 orang lagi yang akan diperiksa. Termasuk Direktur Eksekutif Walhi Kisworo Dwi Cahyono, dan sejumlah ketua BEM di Kalsel.

“Ya benar,” ujar Kuasa Hukum terlapor Muhammad Pazri kepada bakabar.com, Kamis (29/10).

Tak cuma 16 mahasiswa, polisi juga telah memanggil Wakil Rektor III ULM, Fauzi Makki. Fauzi datang sebagai saksi sehari setelah pemeriksaan para mahasiswanya.

Pazri mengatakan penetapan tersangka kedua kliennya masih menjadi tanda tanya. Pasalnya setelah pengumuman penetapan tersangka ke awak media, sejam kemudian, pihaknya bersama mahasiswa menghubungi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel Kombes Pol Sugeng Riyadi via telepon.

“Pak Sugeng mengklarifikasi pernyataan soal status tersangka Ahdiat dan Renaldi. SPDP cuma diterima oleh Ahdiat,” ujarnya.

Pazri hingga kini masih menunggu klarifikasi resmi dari kepolisian.

“Agar penetapan tersangka ini tidak menjadi isu yang berkembang ke mana-mana,” ujar advokat muda dari Borneo Law.

Terkait dugaan miskomunikasi di internal kepolisian, sampai berita ini diturunkan, bakabar.com masih terus mencoba menghubungi Sugeng maupun Rifai.

Lebih jauh lagi, sampai hari ini Pazri juga mengakui belum sekalipun menerima pemberitahuan penetapan tersangka keduanya.

Namun sekalipun kliennya nanti benar ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya siap menempuh jalur gugatan praperadilan.

“Penetapan tersangka mesti memiliki bukti permulaan yang cukup, polisi mesti menangani perkara secara profesional, proporsional, dan transparan,” ujarnya.

Termasuk siapa sosok sosok pelapor kedua mahasiswa tersebut yang hingga kini belum juga dibuka oleh pihak kepolisian.

“Penyidik mestinya mengutamakan ultimum remedium. Hukum pidana hendaklah jadi upaya terakhir dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Banyak pihak menyayangkan proses pemidanaan keduanya lantaran menyalurkan aspirasi mereka meskipun hingga larut malam.

“Namun apa yang dilakukan mahasiswa ini juga serupa dengan yang dilakukan Baleg DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI yang membahas RUU Omnibus Law sampai larut malam hingga memunculkan kesan buru-buru atau kejar tayang. Maka tak salah pengesahan UU Cipta Kerja ini akhirnya memicu aksi di pelosok negeri yang juga larut sampai malam,” ujar perwakilan Fraksi Rakyat Indonesia Kalsel, Dwi Putera Kurniawan belum lama tadi.

Polisi Anulir Pernyataan Status Tersangka Dua Mahasiswa Kalsel

Komentar
Banner
Banner