bakabar.com, DEPOK - Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan Perlintasan Sebidang Jalur Kereta Api masih sangat membahayakan warga.
Pihaknya meminta pemerintah serius selamatkan nyawa warga di perlintasan sebidang jalur kereta api.
Joko menyampaikan telah terjadi 1.782 kali musibah kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang berdasarkan data PT KAI, per-Juni 2023. Pada tahun 2018 ada 404 kejadian, tahun 2019 409 kejadian, tahun 2020 269 kejadian, tahun 2021 284 kejadian, tahun 2022 289 kejadian dan tahun 2023 hingga Juni 127 kejadian.
Baca Juga: Angkot di Depok Nyangkut di Rel Disambar KRL, Terseret hingga 50 Meter!
"Sejak tahun 2018 sampai Mei 2023 telah terjadi 1.782 kali musibah kecelakaan di perlintasan sebidang. Dampak kecelakaan di perlintasan sudah pasti korban jiwa, yakni timbulnya korban jiwa meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan dari petugas, penumpang dan pengguna jalan," kata Djoko, Sabtu (17/6).
Belum lagi kerusakan lokomotif, kereta dan gerbong. Kerusakan prasarana, berupa kerusakan rel, bantalan, jembatan dan alat persinyalan. Gangguan perjalanan KA dan pelayanan, berupa keterlambatan KA, penumpukan penumpang, overstappen. Opportunity lost, berupa pembatalan tiket, pembatalan KA, Menurunnya tingkat kepercayaan pengguna jasa
Kondisi perlintasan berbahaya, seperti perlintasan tanpa palang atau tidak terjaga, perlintasan dengan perpotongan tajam, perlintasan dengan kondisi aspal rusak, perlintasan yang tertutup bangunan, perlintasan setelah rel tikung, perlintasan curam.
Baca Juga: Pengakuan Sopir Angkot di Depok Saat Disambar KRL: Tak Loncat, Saya Mati!
Dia mengatakan pemerintah wajib mensterilkan jalur kereta api. Sebab, langkah itu diamanatkan dalam undang-undang. Selain, lanjut Joko pemerintah harus tegas menerapkan aturan dan hukum pada jalur kereta api.
Dua Pasal UU
Salah satunya, berdasarkan pasal 296 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu, sepertinya belum diimplementasikan dengan baik.
Demikian pula dengan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menyebutkan setiap orang yang membangun jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air, dan/atau prasarana lain yang menimbulkan atau memerlukan persambungan, perpotongan, atau persinggungan dengan jalan kereta api umum tanpa izin pemilik prasarana perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.