Tok! Terdakwa Korupsi BBPOM di Banjarmasin Divonis 1,8 Tahun

Selain pidana penjara, Direktur Utama PT Verbeck Mega Perkasa itu juga didenda sebesar Rp50 juta, subsider satu bulan penjara.

Terdakwa Ridlan Mahfud Abdullah mengenakan kemeja hitam saat mendengarakan amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (20/3). Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Ridlan Mahfud Abdullah tertunduk lesu usai mendengar hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (20/3).

Terdakwa perkara korupsi pembangunan Gedung Laboratorium dan Pelayanan Publik Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Banjarmasin itu divonis 1,8 tahun atau satu tahun delapan bulan penjara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara satu tahun dan delapan bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, I Made Yuliarta saat membacakan amar putusan.  

Selain pidana penjara, Direktur Utama PT Verbeck Mega Perkasa itu juga didenda sebesar Rp50 juta, subsider satu bulan penjara. 

Belum cukup, terdakwa perkara korupsi pembangunan gedung laboratorium BBPOM yang berlokasi di Jalan Bina Praja Utara Komplek Perkantoran Pemprov Kalsel tersebut untuk tahap II Tahun anggaran 2019 itu juga dijatuhi pidana tambahan membayar uang pengganti senilai Rp127 juta.

Ketentuannya apabila terdakwa tak mampu membayar uang pengganti satu bulan setelah putusan memiliki hukum tetap alias inkrah, maka harta bendanya bakal dirampas untuk dilelang.

“Jika tak cukup maka diganti pidana penjara selama enam bulan,” ucap I Made.

Vonis penjara yang dijatuhkan terhadap Mahfud ini memang tergolong ringan. Pasalnya dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa tak terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Juncto pasal 18 Undang-undang Tipikor Juncto pasal 55 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primer. Sehingga majelis hakim membebaskannya dari dakwaan tersebut.

Mahfud hanya dinyatakan bersalah telah melanggar Pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-undang Tipikor Juncto Pasal 55 KUHPidana sebagaimana dakwaan subsider jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Banjarmasin.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan subsider penuntut umum,” jelas I Made.

Atas putusan tersebut majelis hakim memberikan waktu selama tujuh jari kepada JPU maupun terdakwa untuk menyatakan sikap. Menerima putusan tersebut atau melakukan langkah hukum banding. 

Sebelumnya, pada sidang putusan yang digelar 7 Maret 2024 lalu Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin juga telah memvonis satu terdakwa lainya dalam perkara korupsi ini. Atas nama Heri Sukatno.

Yang mana Majelis Hakim yang diketuai Suwandi menjatuhi hukuman Direktur Utama PT Bumi Permata Kendari itu dengan pidana selama satu tahun penjara serta denda Rp50 juta subsider dua bulan penjara.

Selain itu Majelis Hakim juga menyatakan uang titipan yang diserahkan oleh terdakwa ke Kejaksaan sekitar Rp 211 juta dirampas untuk negara dan akan diperhitungkan sebagai uang pengganti.

Tak jauh berbeda dengan Mahfud, kala itu dalam amar putusannya majelis hakim juga membebaskan Sukatno dari dakwaan primer JPU.

Meskipun lolos dari dakwaan primair, Sukatno dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair.

Sebagai pengingat, Mahfud dan Sukatno menjadi terdakwa perkara korupsi pembangunan Gedung Laboratorium dan Pelayanan Publik, BBPOM di Banjarmasin yang terletak di Banjarbaru.

Mahfud didakwa telah melakukan korupsi terhadap pembangunan gedung laboratorium pada tahap II Tahun Anggaran 2019 dengan nilai proyek sekitar Rp19 miliar.

Belakangan dari hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan ditemukan adanya pengerjaan tak tepat volume, yang menyebabkan kelebihan pembayaran hingga menimbulkan kerugian negara senilai Rp127 juta.

Sementara untuk Sukatno didakwa telah melakukan korupsi proyek bangunan Tahap III Tahun Anggaran 2021 dengan nilai proyek Rp11 miliar. Sama dengan Mahfud, Sukatno juga melakukan pengurangan volume hingga menimbulkan kerugian senilai Rp211 juta lebih.