Transaksi Mencurigakan

KPK Mudah Percaya Ucapan Kapolres Kotabaru soal Transaksi 'Gendut'

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membela Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto yang terendus mengantongi transaksi 'gendut'.

(dari kiri) Ketua KPK periode 2019-2023 Firli Bahuri bersama Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron membacakan pakta integritas saat serah terima jabatan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/12/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj/aa.

apahabar.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membela Kapolres Kotabaru, AKBP Tri Suhartanto yang terendus mengantongi transaksi 'gendut'.

Sebab KPK mengeklaim telah melakukan konfirmasi dan mengaku berhenti mengusut kejanggalan transaksi bernilai fantastis sebesar Rp300 miliar.

"Kami hanya menkonfirmasi saja kepada yang bersangkutan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (7/7).

Baca Juga: KPK Lepas Tangan Usut Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru

Ali menangkis anggapan masyarakat bahwa transaksi 'gendut' AKBP Tri dimiliki saat bertugas di KPK. Namun ternyata diendus sebelum bertugas sebagai penyidik di KPK.

"Saya rasa penjelasan dari kami sudah cukup ya. Bahwa yang bersangkutan adalah 2004 -2018. Dan 2018 kan yang bersangkutan baru gabung ke KPK," ujarnya.

Bahkan KPK juga mengakui bahwa transaksi janggal Rp300 miliar keluar dari mulut Tri yang memberikan penjelasan, bukan dari temuan KPK.

"Enggak (bukan temuan KPK), ini kan penjelasan dari yang bersangkutan. Sudah dikonfirmasi, penjelasan dari yang bersangkutan bahwa itu keluar masuk uang di rekeningnya bahwa mengenai jumlahnya dari mana, itu yang bersangkutan yang bisa menjelaskan," ungkap Ali.

Baca Juga: DPR Lembek Tanggapi Transaksi 'Gendut' Kapolres Kotabaru

Ali juga menyinggung bahwa masyarakat mesti tak terbawa asumsi dan persepsi. Sebab KPK mengeklaim selalu menyajikan informasi yang sebelumnya telah dikonfirmasi kepada Tri Suhartanto.

"Karena begini, informasi yang kita sampaikan ke masyarakat harus faktual. Harus seusai dengan fakta, jadi menyampaian ke publik itu faktual. Tidak boleh kemudian asumsi, narasi, persepsi, dan kami tidak pernah melakukan itu," jelasnya.

"Faktual, hasil konfirmasi apa ya kemudian yang kami sampaikan. Termasuk segala informasi yang keluar dari KPK pasti dari hasil konfirmasi apakah adapun nanti kebenarannya seperti apa, ya kan itu ada proses-proses berikutnya," pungkasnya.