Penggerebekan Maut

Janggal Tuntutan 3 Polisi Banjar Pembunuh Sarijan di Kalsel

Indonesia Police Watch (IPW) mengendus kecurigaan terhadap tuntutan ringan jaksa kepada 3 polisi pembunuh Kakek Sarijan (63) di Banjar, Kalsel.

Sarijan batal dimakamkan di kampung halamannya sesuai wasiat lantaran tiket pesawat para keluarga dirobek seseorang yang mengaku sebagai polisi. Jasad Sarijan dikebumikan di kompleks makam Teluk Tiram. apahabar.com/Syahbani

apahabar.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) begitu heran dengan tuntutan jaksa kepada 3 polisi pembunuh Sarijan (63) di Banjar, Kalimantan Selatan.

"Ini harus dilaporin jaksanya karena mendakwa dengan mengesampingkan pasal 338 serta pasal 351 [pembunuhan dengan penganiayaan]," jelas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada apahabar.com, Jumat (6/10).

Sarijan tewas dalam penggerebekan Satuan Reserse Nakroba Polres Banjar di Desa Tatah Pemangkih, 29 Desember 2021 silam. Mestinya, menurut Sugeng para polisi itu didakwa pasal penganiayaan berujung kematian atau pembunuhan. 

Baca Juga: Siapa Polisi Banjar Perobek Surat Jasad Sarijan?

"Kalau tewasnya setelah penganiayaan, mestinya pasal penganiayaan yang mengakibatkan kematian, bukan kelalaian yang diterapkan," jelasnya.

Sugeng pun mendesak Kejaksaan Agung, Jaksa Pengawas, dan Jaksa Agung buka mata atas kasus ini. "Kalau pasal 359 yang diterapkan tuntutan setinggi-tingginya hanya 5 tahun," jelas Sugeng.

Tiga polisi yang merupakan terdakwa kasus penggerebekan maut Sarijan di Pemangkih, Banjar, Kalimantan Selatan. apahabar.com/Hendra

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto tak heran dengan tuntutan ringan jaksa ke terdakwa yang berlatar polisi. Diduga tak lepas dari masih mengakar kuatnya loyalitas antarsesama penegak hukum.

Kultur penegakan hukum saat ini, menurutnya masih banyak dipengaruhi kepentingan-kepentingan lain di luar kepentingan hukum, apalagi keadilan.

Baca Juga: Nyaris Setahun, Kasus Penggerebekan Maut Kakek Sarijan Masih Belum Beres!

"Sudah menjadi rahasia umum, bahwa antar-penegak hukum juga memiliki problem dan saling menyandera dengan problem-problem tersebut," jelasnya.

Perubahan kultur seperti itu sangat susah bila tiada niatan dari institusi terutama pucuk pimpinan masing-masing untuk melakukan perubahan.

"Makanya tak salah bila muncul persepsi di masyarakat untuk menggeneralisasi, meski pelanggar adalah beberapa oknum dianggap menjadi kesalahan institusi," jelasnya.

Keluarga menemukan sejumlah luka pada jasad Kakek Sarijan. Foto: Dok. Pribadi

Rukminto juga heran dengan sikap kepolisian yang belum memecat ketiga terdakwa. Inilah yang diduga menjadi pemicu jaksa menuntut ringan terdakwa.

"Menjadi ironi ketika institusi terkesan melindungi pelanggar, faktanya mereka yang melakukan tindak pidana ada yang tak segera dipecat sesuai peraturan," jelasnya.

Baca Juga: Kecewanya Keluarga Sarijan Polisi Tersangka Pembunuhan Tak Ditahan

Begitu kuatnya pengaruh seorang terdakwa yang masih berstatus polisi aktif, Rukminto pun meminta kepolisian berkaca dari kasus Sambo dan Tragedi Kanjuruhan.

"Seperti dalam Tragedi Kanjuruhan, pada akhirnya semua lolos demi hukum secara normatif meski menjauh dari keadilan," jelasnya.

Pun dalam kasus Sambo, publik tentu ingat begitu banyaknya anggota polisi yang terjerat perkara perintangan penyidikan kematian Joshua.

Sidang tuntutan kasus kematian Sarijan digelar Pengadilan Negeri Martapura, Rabu (4/10). Tiga polisi duduk di kursi pesakitan; Andi Setiawan, Marzuki dan Taufik Sidiq hanya dituntut 3 tahun penjara.

Misrawi, keluarga korban Sarijan usai persidangan di PN Martapura, Rabu (4/10) sore. Foto-apahabar.com/Hendra Lianor

Sontak saja, keluarga Sarijan yang ikut menyaksikan jalannya sidang menangis mendengar putusan itu. "Kami tak terima, apalagi masih ada pelaku lainnya yang belum diproses secara hukum," jelas Misrawi, keluarga Sarijan.

"Tidak ada keadilan untuk lima anak korban yang ditinggalkan," sambungnya.

Yang dimaksud Misrawi adalah Herman Heriyadi, Kus Pramono dan Tomi Wirawan. Mereka bertiga adalah rekan para terdakwa sesama polisi dalam penggerebekan maut dini hari itu.

Baca Juga: Antiklimaks Komisi III ke Kalsel, Polisi Tersangka Kasus Sarijan Tak Ditahan

Tak cuma mereka berenam. Misrawi juga menyayangkan aksi seorang polisi bernama Fihim yang merobek tiket pesawat jenazah sehingga Sarijan gagal dimakamkan di kampung halamannya, Madura.

"Tidak ada keadilan bagi kami, jalan satu-satunya sekarang kami akan ke Mabes Polri," jelasnya. 

Sarijan menjadi target operasi kepolisian dalam pengembangan kasus tersangka sabu bernama Jasuli tak lain anak kandungnya. 

Penyidikan Jasuli juga, menurut Misrawi dipenuhi kejanggalan. Pria buta huruf tersebut diminta untuk menandatangi berkas penyidikan yang tak bisa ia baca. Belakangan berkas itulah yang membuat nama Sarijan masuk dalam daftar pencarian polisi.   

Baca Juga: Penggerebekan Maut Kakek Sarijan Bukan Semata Pengembangan Kasus

Dalam penggerebekan Sarijan, polisi hanya mengamankan sebuah pisau belati dan sebuah bong. Baru diduga mengedar sabu, Sarijan tewas setelah digerebek lalu ditindih oleh para terdakwa di depan istri dan anaknya yang masih balita.

Sederet celah meringankan dakwaan. Utamanya mengenai hasil autopsi. Disebutkan dalam tubuh Sarijan mengandung metamfetamina (sabu) yang memberikan efek penyempitan pembuluh darah.

Maka, autopsi menyimpulkan Sarijan tewas setelah mengalami tindihan yang menyebabkan dua tulang rusuknya patah. Yang diperparah adanya penyempitan pembuluh darah.