Kalsel

Jerit Sopir Truk TCT Tutup Hauling Km 101: Ratusan Keluarga Bergantung Hidup ke Kami

apahabar.com, RANTAU – Ratusan sopir truk hingga pekerja tongkang pengangkut batu bara mendatangi kantor Antang Gunung…

Featured-Image
Ratusan sopir truk hingga pekerja tongkang pengangkut batu bara mengeluhkan pendapatan yang nol lantaran penutupan Jalan Hauling, Km 101, Kabupaten Tapin. Foto: Ist

bakabar.com, RANTAU – Ratusan sopir truk hingga pekerja tongkang pengangkut batu bara mendatangi kantor Antang Gunung Meratus (AGM) buntut penutupan Jalan Hauling, Km 101, Kabupaten Tapin.

Terhentinya aktivitas pengangkutan batu bara dari lokasi tambang menuju pelabuhan milik AGM membuat mereka kehilangan pendapatan hingga jutaan rupiah per hari.

Gara-garanya PT Tapin Coal Terminal (TCT) melakukan blokade yang menutup jalan hauling menuju pelabuhan AGM.

“Sudah lebih dari lima hari sejak jalan hauling diblokade pada 27 November lalu, penghasilan kami nol. Ada ratusan keluarga yang bergantung hidupnya dari kegiatan pengiriman batu bara AGM,” ujar H Novarein pemilik hauling CV Sarana kontraktor AGM, Kamis (2/12).

“Situasi ini sangat berat bagi pekerja kecil seperti kami. Karena itu kami datang ke AGM untuk meminta bantuan agar dapat bekerja kembali,” sambung Nova, lewat keterangan resminya.

Nova heran dengan adanya police line dan blokade jalan di Km 101. Karena sejak 2012, pengangkutan melewati jalan itu tidak pernah bermasalah.

“Kenapa tiba-tiba sekarang diblokade oleh TCT, itu juga yang membuat kami bingung. Mengapa baru sekarang ada persoalan, setelah lebih dari 10 tahun semuanya lancar,” ujarnya.

“Pak kapolda tolong bantu kami untuk bekerja kembali dengan mencabut police line Polda Kalimantan Selatan dan blokade TCT,” kata Nova usai berdiskusi dengan manajemen AGM, Rabu (1/12).

Nova bilang setiap hari para sopir ini rata-rata mengangkut batu bara dari lokasi tambang ke pelabuhan hingga sebanyak 3-4 rit batu bara.

Dari setiap pengiriman batu bara tersebut mereka mendapat penghasilan bervariasi antara Rp375 ribu hingga Rp 500 ribu per hari.

Setiap hari, terdapat lebih dari 1000 ritase yang melibatkan ratusan sopir yang bekerja untuk mengangkut batu bara milik AGM ke pelabuhan dan kemudian dilanjutkan pengirimannya dengan tongkang.

“Bisa dihitung berapa penghasilan kami yang hilang akibat police line dan blokade jalan oleh PT TCT. Dalam situasi sulit akibat pandemi ini kami hanya ingin bekerja,” paparnya.

“Kami minta tolong kepada bapak-bapak di PT AGM dan juga kepolisian Kalimantan Selatan untuk membantu agar kami bisa bekerja lagi,” imbuhnya lagi.

Perwakilan Legal Departemen PT AGM, Bueno J menyampaikan keprihatinan sekaligus simpati atas situasi sulit yang dialami para sopir dan pekerja tongkang pengangkut batu bara dari kontraktor yang ditunjuk oleh perusahaan.

“Blokade jalan hauling batu bara KM 101 Tapin juga sangat merugikan AGM dan banyak pelaku usaha lainnya. Kami berusaha agar persoalan ini segera selesai sesuai koridor hukum yang berlaku,” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa sebenarnya antara PT AGM dan PT TCT sudah terikat perjanjian kerja sama penggunaan tanah untuk jalan hauling batu bara di Km 101 Tapin.

Perjanjian itu sudah diteken tahun 2010 antara AGM dengan PT Anugerah Tapin Persada (ATP) yang saat itu dalam pailit.

Dalam proses lelang, kepemilikan ATP beralih ke pada Bara Multi Pratama (BMP) yang kemudian menjualnya kembali ke TCT pada tahun 2010 hingga saat ini.

Sesuai kesepakatan kerja sama Perjanjian 2010 antara AGM dan ATP saat itu, pengalihan kepemilikan tanah tidak serta merta akan menghapuskan perjanjian itu dan tetap mengikat pemilik baru.

“Artinya kesepakatan penggunaan tanah di Km 101 akan tetap berlaku meski ada pemilik baru. Dan itu yang telah terjadi sejak 2010 sampai saat ini,” lanjut Bueno.

Terkait tanah yang dipersoalkan oleh TCT, pada 24 November 2021, AGM telah mengajukan gugatan perdata atas perjanjian 2010 di Pengadilan Negeri Tapin.

Langkah hukum ini dilakukan AGM untuk mendapatkan kepastian hukum atas kesepakatan kerja sama yang sudah berjalan sejak tahun 2010 tersebut.

“AGM selalu menghormati dan menjalani setiap proses hukum yang ada. Itu sebabnya, AGM mengajukan gugatan perdata atas Perjanjian 2010 dengan ATP yang kini sudah beralih ke TCT,” tegas Bueno.

Dalam pertemuan dengan para sopir dan pekerja Tongkang, manajemen AGM juga mengimbau kepada para sopir untuk tidak bertindak anarkis dan melanggar hukum.

AGM akan bekerja keras, sesuai koridor hukum yang berlaku, agar keinginan para sopir dan pekerja tongkang untuk dapat bekerja kembali mengangkut batu bara milik perusahaan segera terwujud.

Karena sesungguhnya Perjanjian 2010 terkait penggunaan tanah di Km 101 masih berlaku hingga saat ini.

Terpisah, Kuasa Hukum PT TCT, Sandy Noval saat dihubungi bakabar.com tidak memberikan komentar banyak karena masih dalam perjalanan.

“Siap, ijin saya cek dulu yah. Karena saya sedang di perjalanan,” singkatnya. (*)



Komentar
Banner
Banner