bakabar.com, BANJARMASIN – Tepat di Hari Pencegahan Bunuh Diri Dunia, 10 September, dua kasus di Kalsel, Jumat (10/9) jadi sorotan.
Dua kasus bunuh diri di Kalsel, hari ini, terjadi di tempat berbeda. Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Tapin.
Pertama di Sarjudin (40) tewas gantung diri di atas pohon Desa Pakuan Timur, Kecamatan Telaga Langsat, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Kedua, Selvia (27), warga pendatang Kota Medan tinggal di rumah kontrakan Kelurahan Rangda Malingkung, Kecamatan Tapin Utara, Tapin.
Dua kasus ini tentu jadi sorotan, ketika dunia tengah mengampanyekan tindakan bunuh diri yang hari ini diperingati.
Ketua Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, Kalsel, Melinda Bahri S.Psi Psikolog mengaku miris dengan dua kejadian yang sama terjadi di Hari Pencegahan Bunuh Diri Dunia.
Saat ini menurut dia, masyarakat harus lebih peka membaca sikap orang-orang disekitar.
Setidaknya, jika mengetahui orang sekitar lingkungan dirasa mengalami perubahan sikap ke arah frustasi, agar dirangkul.
Setidaknya dengan begitu, dapat membuka komunikasi dengan harapan mengurangi beban orang tersebut, sehingga dapat mengurangi aksi nekat bunuh diri di lingkungan sekitar.
“Yang dibutuhkan kepekaan orang sekitar melihat, mendengar dan menghubungkan seperti keluarga teman terdekat atau ke tenaga profesional. Seperti psikolog klinis jika ada yang mengalami perubahan perilaku atau memiliki ide bunuh diri,” kata Melinda bakabar.com, Jumat (10/9).
Menurutnya, aksi bunuh diri dapat dicegah salah satunya dengan menguatkan individunya dalam ketahanan mental.
Melinda juga berharap pemerintah ikut turun tangan. Setidaknya kata dia dengan memberikan edukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dengan cara self care atau merawat diri saat mengalami keadaan psikologis yang tidak nyaman.
Breaking! Perempuan di Tapin Ditemukan Tewas Tergantung di Kamar Mandi
Analisis Psikolog
Berkaca pada kasus dua warga Kalsel nekat akhir hidup tepat di Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, Melinda coba memberikan pandangan berdasarkan hematnya.
Dari analisisnya, untuk kasus Selvia (27), menurut informasi yang ia dapat, ia menduga kemungkinan disebabkan konflik rumah tangga berlarut-larut tanpa ada solusi yang baik.
Biasanya, lanjut dia, berkaca pada banyak kasus, misalkan terjadi pada pasangan suami istri (pasutri), karakteristik perempuan yang memiliki daya tahan stress rendah, memendam permasalahan, kurang mampu menjalin komunikasi yang hangat dengan pasangan, sangat rentan mengalami depresi.
“Dan kemudian mencari cara pengakhiran hidup untuk menghilangkan rasa sakit psikologis,” kata dia.
Namun, untuk aksi nekat Sarjudin (40) di Tahun menurutnya perlu penggalian lebih dalam kepada anggota keluarga. “Apakah (selama ini) ada konflik dengan keluarga atau orang lain yang tidak terselesaikan sehingga mengganggu psikologisnya,” pungkasnya.
Sebagai catatan, peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia atau World Suicide Prevention Day menitikberatkan perhatian pada permasalahan bunuh diri yang kerap terjadi di seluruh dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengkategorikan isu bunuh diri sebagai masalah kesehatan prioritas di dunia.
Mengutip laman resmi WHO, setiap tahun ada 703.000 orang yang telah bunuh diri dan masih banyak orang yang melakukan percobaan serupa.
Pada 2019, bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat di antara usia 15-29 tahun secara global.
Tindakan bunuh diri banyak dijumpai di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut data pada 2019, lebih dari 77% kasus bunuh diri global berasal dari sana.
Pria Gantung Diri di Telaga Langsat HSS, Tinggalkan Wasiat Terakhir