bakabar.com, BANJARMASIN – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin memenangkan gugatan perwakilan kelompok (Class Action) 53 korban banjir Kalimantan Selatan.
Pembacaan amar putusan dilakukan majelis hakim PTUN Banjarmasin yang diketuai Andriyani Masyitoh melalui unggahan e-court sekitar pukul 16.00.
“Alhamdulillah menang,” ujar Kuasa Hukum Korban Banjir Kalsel, Muhammad Pazri saat dikonfirmasi, Rabu (29/9) sore.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan gugatan para penggugat. Isinya, menyatakan gubernur Kalsel sebagai tergugat tidak memberikan peringatan dini saat banjir pada Januari merupakan pernyataan melawan hukum.
Kemudian, mewajibkan kepada tergugat untuk melakukan tindakan berupa meningkatkan keterbukaan informasi bencana banjir di Kalsel.
Dan, memasang pemeliharaan dan mengontrol sistem informasi peringatan dini di bantaran sungai di Kalsel jelas dan akurat. Serta menghukum tergugat membayar biaya perkara.
Siap-Siap, Putusan Korban Banjir Vs Gubernur Kalsel Dibacakan Siang Ini
Sebelumnya, babak akhir gugatan 53 korban banjir di Kalimantan Selatan disidangkan siang tadi. Sidang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.
53 korban banjir umumnya berasal dari wilayah di penjuru Kalsel, seperti Banjarbaru, Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, hingga Hulu Sungai Tengah.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Gugatan dilayangkan mereka ke gubernur Kalsel. Tiga bulan lalu tepatnya Rabu 9 Juni, sidang perdana digulirkan PTUN Banjarmasin.
Kini, situasi pandemi membuat para penggugat hanya bisa memantau pembacaan putusan dari rumah masing-masing.
Namun begitu, Pazri optimistis pihaknya bakal memenangkan gugatan. Dalam sidang lanjutan sebelumnya, sebanyak 54 halaman kesimpulan telah disampaikannya, dan diterima hakim PTUN.
"Secara keseluruhan kami bantah fakta-fakta yang mereka (tergugat) dalilkan," ujar Pazri.
Respons Pemprov Kalsel & Walhi Setelah Korban Banjir Menang Gugatan
Terlebih, dalam sidang sebelumnya, salah satu saksi fakta tergugat mengeluarkan pernyataan terbalik yang justru menguntungkan para korban banjir. Saksi tersebut mengaku jika alat pendeteksi peringatan dini rusak, dan penanganan pasca-banjir lamban.
"Itu pembuktian terbalik hingga menguntungkan bagi kami. Sehingga kami optimis gugatan kami dikabulkan majelis hakim," imbuh advokat dari Borneo Law Firm ini.
Dalam kesimpulannya, 53 penggugat meminta majelis hakim menghukum gubernur Kalsel karena terbukti lalai dalam penanganan banjir awal 2021 tadi.
"Bahwa tindakan tidak melakukan pemberian informasi peringatan dini banjir, lambannya penanggulangan, dan tidak membuat Peraturan Gubernur tentang teknis pelaksanaan penanggulangan bencana merupakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah," paparnya.
Apabila majelis hakim dalam putusannya memenangkan penggugat, maka tergugat dalam hal ini gubernur dan Pemprov Kalsel tak hanya harus memperbaiki teknis penanggulangan bencana, tapi juga wajib membayar ganti rugi ke para korban banjir.
Seperti diketahui, dari penghitungan pihak penggugat kerugian yang ditelan 53 korban banjir sebanyak Rp890.235.000. Kemudian kerugian immateriil sebesar Rp1.349.000.000.000.
Sebagai pengingat, 39 ribu warga di Kalsel terpaksa mengungsi akibat banjir merendam 24.379 rumah, awal Januari 2021 silam.
Citra satelit radar menunjukkan luas wilayah yang tergenang mencapai 164.090 hektare.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menaksir nilai kerugian mencapai 1,3 triliun.
Tak hanya materiil, banjir terparah dalam dalam 50 tahun terakhir itu telah merenggut 15 korban jiwa.
Viral Pembubaran Massa Class Action Banjir Kalsel, “Ada yang Mau Menjatuhkan Pemerintah”