bakabar.com, BANJARMASIN – Oktavia tewas dengan luka parah di bagian kepala hingga pinggang setelah tertabrak armada barisan pemadam kebakaran (BPK) yang melaju kencang di Jalan Ahmad Yani, Kilometer 5, Minggu (16/5) dini hari.
Si sopir tak bisa lagi mengendalikan mobilnya ketika ibu muda itu secara tiba-tiba muncul di hadapannya. Hingga akhirnya dia harus menanggung konsekuensi hukum di Mapolresta Banjarmasin.
Terlebih, polisi memastikan si pengemudi mobil barisan pemadam kebakaran (BPK) 'Jarwo' itu tak memiliki surat izin mengemudi.
Terlepas dari benar salah si pengemudi tentu saja ada faktor pemicu lain. Salah satunya, penerangan jalan umum (PJU) di lokasi yang dipadamkan saat kecelakaan maut itu berlangsung.
Andai kondisi jalan saat itu lebih terang, bisa saja si sopir menurunkan laju kendaraannya karena melihat keberadaan korban. Atau setidaknya membanting setir untuk menghindar.
Namun sayang hal itu tak terjadi, Oktavia yang telak terhantam bagian depan mobil terpental hingga kurang lebih empat meter akibat benturan yang begitu keras.
Lantas apakah Pemkot bisa digugat atas kejadian itu Jawabannya jelas bisa. Pemkot bisa saja digugat secara hukum perdata. Dasarnya adalah perbuatan melawan hukum oleh pemerintah.
“Ada kemungkinan untuk digugat atas dasar perbuatan melawan hukum pemerintah, karena mematikan lampu jalan, akhirnya terjadi kecelakaan hingga mengakibatkan korban jiwa,” ujar Praktisi Hukum dari Borneo Law Firm, Muhammad Fazri dihubungi bakabar.com.
Pemkot bisa saja dikenakan Pasal 1365 KUHPerdata. Bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut.
Namun sebelum ke sana, ketua Young Lawyer Committee (YLC) DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Banjarmasin itu menjelaskan hal yang harus dicermati dengan saksama.
Pemkot Banjarmasin memang sengaja mematikan penerangan di seluruh jalan protokol. Dari Ahmad Yani, Kilometer 6 sampai kawasan Hasan Basri Kayutangi.
Pemadaman dilakukan menyusul adanya pemberlakuan jam malam, seiring pembatasan sosial jelang lebaran guna pencegahan Covid-19.
Fazri bilang tentu hal itu akan menjadi pembenaran Pemkot. Terlebih kebijakan itu tak semata-mata dibuat oleh Pemkot sendirian. Melainkan keputusan bersama forum komunikasi pimpinan daerah atau forkopimda.
Fakta-Fakta Kecelakaan Mobil BPK yang Tewaskan Ibu Muda di Banjarmasin
“Ada alasan pembenaran juga bagi pihak pemerintah saat itu secara umum ketika ada pembatasan otomatis kebijakan itu disepakati forum koordinasi pemerintahan daerah,” katanya.
Sehingga unsur-unsur penunjang harus dipenuhi sebelum gugatan perdata dilayangkan.
“Kalau secara keperdataan itu supaya tidak kurang para pihak dan salah para pihak, personalnya harus ditekankan, legal standing-nya juga dilihat subjek hukumnya siapa saja dalam pihak tersebut,” kata Fazri.
Terlepas dari itu, Fazri juga menyayangkan pernyataan Pj Wali Kota Banjarmasin Akhmad Fidayeen.
Dalam pernyataan itu, Fidayeen secara terang-terangan menyalahgunakan korban.
"Dari ribuan yang lewat di situ, cuma itu doang, kan? Itu artinya ketidakhati-hatian orang itu. Kamu juga lewat kan malam, tapi tidak ada apa-apa toh?" ujar Dayeen kepada awak media, Senin 17 Mei.
Menurut Fazri, tak elok jika pernyataan menohok tersebut keluar dari mulut seorang pejabat tinggi pemerintah.
“Kita menyayangkan dengan statement yang menyatakan kesalahan korban, harusnya di-framing bahasa itu tak memancing menyulut amarah masyarakat. Mestinya bisa bijak, mendinginkan,” ujar M Fazri.
Pemkot tentu tak bisa lepas tangan atas kasus itu. Harus ada pembinaan. Khususnya kepada relawan pemadam kebakaran.
“Jangan sampai ada justifikasi masyarakat. Sama-sama mencari solusi terbaik,” imbuhnya.
Perda mandul
Sebenarnya sistem zonasi yang mengatur penanganan kebakaran di Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 sudah baik. Namun sayang Perda itu tak pernah dijalankan. Mandul.
Menurut Fazri, itu lagi-lagi menjadi tanggung jawab Pemkot. Andai Perda itu bisa diterapkan, maka kecelakaan yang melibatkan relawan pemadam bisa diminimalkan.
“Sistem zonasi itu sudah baik, sayangnya tak jalan karena pengawasannya, seandainya diawasi itu pasti jalan,” pungkasnya.
Senada dengan Fazri, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel, Murjani menilai keluarga korban punya hak menuntut atau meminta penjelasan Pemkot atas pemadaman PJU tersebut.
“Iya keluarga korban punya hak untuk meminta penjelasan ke Pemkot atas pemadaman PJU, dan terjadi kegelapan di jalan tersebut,” kata Murjani.
Memang sah-sah saja jika Pemkot memiliki tujuan, dasar dan argumen kuat atas pemadaman PJU.
Namun yang perlu diperhatikan adalah: dampaknya. Pasalnya, fungsi utama PJU guna meningkatkan keamanan, dan keselamatan pengguna jalan di samping membuat estetika kota jadi indah.
“Mudah-mudahan Pemkot sudah memikirkan dampak positif dan negatifnya atas kebijakan tersebut,” pungkasnya.
Santunan Perdana
Remaja Korban Tabrakan Maut di Banjarmasin Tinggalkan Anak 5 Bulan
Oktavia yang menjadi korban kecelakaan tabrakan maut mobil pemadam kebakaran di Banjarmasin meninggalkan seorang anak berusia 5 bulan. Mendiang berstatus orang tua tunggal.
"Dia ini anak kedua dari tiga bersaudara, ini bantuan yang pertama kami terima," ujar Syarifudin, ayah mendiang, Selasa (18/5).
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya: