bakabar.com, BANJARMASIN – Direktur Adaro Energi, Julius Aslan menjual sebagian kepemilikan sahamnya
Sesuai laporan Bursa Efek Indonesia, direksi emiten pertambangan Grup Saratoga, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) itu melepas 3 juta sahamnya, 8 Maret 2021. Dengan Rp1.175 per saham, nilai transaksinya mencapai Rp3,52 miliar.
“Tujuan transaksi ialah investasi jangka panjang,” papar manajemen ADRO dalam suratnya ke BEI, dilansir Bisnis.com, Rabu (10/3).
Sebelum adanya transaksi itu, Julius memegang 17 juta saham ADRO. Praktis, kini tersisa 14 juta saham.
Persentase kepemilikan pun turun menuju 0,04 persen dari sebelumnya 0,05 persen. Pada penutupan perdagangan Selasa (9/3), saham ADRO terkoreksi 0,85 persen atau 10 poin menjadi Rp1.165.
Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp37,26 triliun dengan valuasi PER 17,99 kali. Sepanjang tahun berjalan, sahamnya turun 18,53 persen.
Berdasarkan laporan keuangan, emiten berkode saham ADRO itu mencatatkan pendapatan sebesar US$2,53 miliar pada 2020.
Pencapaian itu turun 26,6 persen dibandingkan dengan realisasi 2019 sebesar US$3,45 miliar. Sejalan dengan itu, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk ADRO menyusut 63,8 persen menjadi hanya sebesar US$146,9 juta dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar US$404,19 juta.
Bos Adaro Mangkir, Anggota DPRD Kalsel Mencak-Mencak di Tabalong
Kendati demikian, ADRO mencatatkan EBITDA operasional 2020 sebesar US$883 juta, lebih tinggi daripada panduan EBITDA operasionalnya yang telah direvisi menjadi di kisaran US$600 juta hingga US$800 juta.
Adapun, kehati-hatian perseroan pada tahun ini juga tercermin dari panduan belanja modal perseroan pada 2021 di kisaran US$200 juta hingga US$300 juta, tidak berbeda daripada panduan belanja modal 2020.
Dana tersebut direncanakan akan digunakan untuk pemeliharaan rutin dan memperkuat usaha pertumbuhan ADRO.
Sepanjang 2020 ADRO hanya menyerap belanja modal sebesar US$169 juta, lebih rendah daripada panduan belanja modal yang telah direvisi tahun lalu menjadi sebesar US$200 juta hingga US$300 juta.
Lebih rinci, ADRO menggunakan belanja modal itu terutama digunakan untuk pembelian dan penggantian alat berat, dan pengembangan AMC.
Selain itu, ADRO menetapkan target produksi batu bara pada 2021 diperkirakan akan tetap sama atau sedikit menurun secara year-on-year (yoy), yaitu 52 juta-54 juta ton.
Pada 2020, ADRO mencatat volume produksi menjadi 54,53 juta ton, lebih tinggi daripada panduan kinerja 2020 di kisaran 52 juta-54 juta ton tetapi turun 6 persen daripada perolehan 2019.
Hal itu dibenarkan oleh Head of Corporate Communications Adaro Febriati Nadira.
“Produksi batu bara Adaro Energy pada 2021 diperkirakan tetap sama atau sedikit menurun secara year on year dan ditargetkan mencapai 52-54 juta ton,” ujarnya dilansir Antara, belum lama tadi.
Selain itu, ADRO menjelaskan akan terus memperkuat dan menjaga posisi keuangan yang sehat.
Pada 2020, total utang bersih sebesar US$167 juta, rasio utang bersih terhadap EBITDA operasional 12 bulan terakhir sebesar 0,19x, dan rasio utang bersih terhadap ekuitas 0,04 kali.
Saldo kas pada akhir 2020 tercatat sebesar US$1,17 miliar. Adaro juga memiliki akses terhadap US$153 juta dalam bentuk investasi lainnya dan US$380 juta dalam bentuk komitmen fasilitas utang yang belum dipakai, sehingga total likuiditas menjadi US$1,71 miliar pada akhir 2020.
Cerai dengan ADARO, Pemprov Kalsel Warning PAMA soal Pesangon PHK